Berita Surakarta

Masjid Syarif Kartasura, Jejak Syiar Islam di Era Pakubuwono

Kartasura menjadi bagian penting dari sejarah panjang Kesultanan Mataram. Kartasura sempat menjadi pusat pemerintahan Mataram Islam.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: rival al manaf

TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Kartasura menjadi bagian penting dari sejarah panjang Kesultanan Mataram.

Kartasura sempat menjadi pusat pemerintahan Mataram Islam sebelum dipindah ke Surakarta setelah peristiwa Geger Pecinan, sekitar tahun 1745 masehi. 

Di bawah Pakubuwono yang memimpin Kasunanan Surakarta, Kartasura masih menjadi wilayah yang diperhitungkan, termasuk untuk pengembangan agama Islam. 

Baca juga: Perang Sarung Terjadi di JLS Salatiga, Polisi: Kami Amankan 8 Remaja

Baca juga: Petis Bumbon, Coro Santan, dan Ketan Biru - Makanan Khas Ramadan di Semarang yang Kian Dilupakan

Jejak syiar Islam di Kartasura yang kini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Sukoharjo masih ada sampai sekarang. 

Di antaranya Masjid Syarif di Desa Makamhaji sebagai salah satu masjid tertua di Kecamatan Kartasura. Masjid ini menjadi peninggalan penting dari jejak kejayaan Kesunanan Surakarta. 

Sebagaimana namanya, pendirian masjid ini tak lepas dari jasa seorang ulama Syeikh Syarif Husein bin Ibrahim Al Hadad. Menurut Takmir Masjid Syarif, Marwagus, Syeikh Syarif adalah penasehat spiritual di Kasunanan Surakarta. 

"Syeikh Syarif hidup di zaman Pakubowono,"katanya,  Jumat (25/3/2023) 

Mbah Syarif adalah tokoh ulama yang ikut menyiarkan Agama Islam di wilayah Kasunanan Surakarta.  Masjid Syarif menjadi ikon pengembangan agama Islam di wilayah Kartasura.  

Bukan hanya jadi nama masjid, Syarif juga dijadikan nama dukuh tempat masjid itu berada, kampung Saripan (dari kata Syarif). 

Kesan klasik masjid berarsitektur Jawa ini masih sangat terasa. Memasuki serambi masjid ini, memori pengunjung seakan dibawa ke era Kasunanan Surakarta, sekitar abad ke 19.  Meski sudah dipugar total, beberapa bagian masjid dipertahankan. 

"Sudah dipugar total, sudah tidak utuh, " katanya

Tidak semua bagian masjid dibongkar dan diganti dengan bangunan baru. Ada beberapa bagian masjid yang masih utuh atau dipertahankan keasliannya. 

Tempat pengimaman misalnya. Meski sudah tidak difungsikan lagi, bangunan itu masih dipertahankan keasliannya. 

Selain itu, bagian bangunan masjid yang berbahan kayu jati, misal pintu dan jendela dengan ukiran bermotif Arab masih asli. 
Hanya furniture itu dicat ulang agar terlihat lebih segar. 

Meski berusia ratusan tahun, bangunan kayu itu masih bagus dan tidak lapuk termakan umur. 

"Ciri khas arsitekturnya adalah ukuran motif ombak banyu (air), " katanya

Ia mengatakan, masjid Syarif selama ini biasa dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah karena keunikan dan ada nilai historisnya. 

Di bulan Ramadan, masjid itu lebih ramai dari hari biasa. Di situ masyarakat melaksanakan ritual ibadah, maupun mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan selama Ramadan. (*)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved