Tadarus
Tadarus: Puasa Bisa Berangus Gaya Hedonisme
ERA milineal ini, masyarakat memiliki beberapa gaya hidup yang bermacam-macam dan ingin ditampilkan pada media sosialnya masing-masing. Lingkungan sos
DR. Muh. Fajar Shodiq, MAg (Dosen di UIN Raden Mas Said Surakarta)
TRIBUNJATENG.COM - ERA milineal ini, masyarakat memiliki beberapa gaya hidup yang bermacam-macam dan ingin ditampilkan pada media sosialnya masing-masing. Lingkungan sosial ikut pula mempengaruhi gaya hidup. Sebagian masyarakat kini suka pamer dan cenderung hedonis. Pilihan dan keputusan gaya hidup ini juga ditentukan beberapa hal selain dari pengaruh lingkungan, yakni pendidikan akhlak dan moral juga pola asuh keluarga.
Pilihan gaya hidup hedonisme yang ditunjukkan oleh kasus viral yang tengah membelenggu anak pejabat Ditjen Pajak menyentak publik. Beberapa pengamat Psikologi Sosial, menganggap perilaku masyarakat yang gemar berbagi konten dengan barang-barang mewah milik keluarga termasuk tindakan flexing, dimana seseorang ingin pengakuan orang lain atas kepemilikan material yang dianggap berharga oleh banyak orang.
Hedonisme dalam Islam, dilarang karena merupakan perilaku israf yang berarti perilaku bersuka ria sampai melampaui batas atau menyimpang yang dilakukan utuk memuaskan kesenangan diri secara berlebihan. Untuk itu, moment Ramadan merupakan salah satu cara yang ampuh untuk memberangus perilaku israf atau hedonisme yang sekarang mulai merajalela, dan sarana menahan diri dari perbuatan maksiat, termasuk korupsi.
Larangan Gaya Hidup Hedonisme
Menurut Kottler dalam Sakinah (2002:78), gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang tengah interaksi dengan lingkungannya. Hal ini mengandung pengertian, gaya hidup merupakan kolaborasi antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam berperilaku berdasarkan norma yang berlaku.
Sedang gaya hidup hedonis merupakan cara seseorang dalam menghabiskan waktu dengan aktivitas yang dilakukan dengan mengekspresikan diri dengan pandangan kesenangan yang akhirnya menjadi tujuan utama dalam kehidupannya (Surbakti, 2009:238).
Awal gaya hidup ini dimulai dari sifat ingin duplikasi orang lain sebagai pembuktian status sosial atau sekedar mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosialnya. Gaya hidup hedonisme ini diperparah dengan kesalahan pola asuh orangtua, arus globalisasi yang tidak terkendali, pengaruh pergaulan serta trend yang sedang viral atau booming saat ini.
Meningkatnya pendapatan serta kebutuhan, ditengarai meningkatkan tekanan dalam status sosial masyarakat yang sebabkan masyarakat banyak terjebak perilaku konsumerisme, seperti pembelian online, pengaruh iklan dan teman atau orang lain hingga sebabkan manusia memiliki gaya hidup tinggi, cenderung boros dan berperilaku hedonis.
Perilaku ini ternyata tidak hanya berhenti disini, karena akan mempengaruhi sikap negative pelakunya, seperti perilaku sombong, angkuh, suka membully orang lain, menunjukkan eksistensi dengan cara salah bahkan sampai pada tahap kenakalan remaja, seperti penganiayaan yang lakukan anak pejabat, hingga menyebabkan kasus hukum berat.
Gaya hidup hedonisme dalam Islam dilarang, karena menimbulkan kemudharatan yang lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini karena manusia melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan atau melampaui batas. Dalam Islam disebut ‘alghuluw’ yakni melampui batas dari yang sudah ditetapkan dalam bidang apapun seperti makan, minum, berperilaku, dalam hal beragama dan lain sebagainya.
Dalam surat Al ‘Alaq ayat 6-8 sudah jelas tertera peringatan Allah mengenai orang-orang yang hedonis, yakni orang- orang yang melampaui batas saat dirinya menganggap serba cukup. Berbangga dengan materi dan segala kemewahan yang ada, jabatan atau pengikut akan membuat dirinya tidak segan untuk berbuat zalim. Hal ini akan mudah mengingkari nikmat Tuhan dan melupakan jika semua yang diberikan merupakan anugrah-Nya.
Untuk tulah puasa hadir sebagai ajang latihan ajaran moral yang bersumber pada superego individu. Jika puasa dilakukan secara benar dan sadar, maka merupakan pembelajaran terbaik dari manusia. Jika ingin mendapatkan suatu kenikmatan yang hakiki, diawali dengan sabar menjalani penderitaan menahan hawa nafsu secara keseluruhan. Manfaat terpenting dari puasa yang paling tinggi adalah memperkuat mental seseorang, hingga bisa sukses untuk menguasai dorongan negatif dalam diri, seperti dorongan biologis, goncangan emosi yang diakibatkan tidak terpenuhinya dorongan biologis hingga mampu cegah beberapa gejala-gejala gangguan mental, termasuk flexing dan israf. (*tribun jateng cetak)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.