Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kisah Ismiyati Usaha Roti Bekatul: Awalnya Banyak Ditolak, Kini Dijual di Ritel-ritel Modern

Wanita yang akrab disapa Mbak Tul ini berinovasi membuat produk roti dan kue kering berbahan bekatul.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: m nur huda
Tribun Jateng/ Idayatul
Ismiyati menunjukkan kue bagelen di rumah produksi kue miliknya di Sawah Besar, Gayamsari Semarang. Rohmah 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Usaha Ismi untuk konsisten membuat usaha roti berbuah manis. Semula, roti buatan Ismi ini banyak ditolak. Kini tidak demikian, produk-produk buatannya bahkan telah menghiasi rak-rak display di sejumlah ritel modern.

Ismiyati namanya. Dia adalah pemilik usaha roti bernama Super Roti Cake & Bakery. Wanita yang akrab disapa Mbak Tul ini berinovasi membuat produk roti dan kue kering berbahan bekatul.

Ditemui tribunjateng.com di rumah produksinya yang terletak di Sawah Besar, Gayamsari Semarang, Mbak Tul bercerita. Ia memulai usaha itu sebelumnya untuk menyambung hidup karena suaminya terdampak PHK.

Ia yang mempunyai keahlian membuat roti roti kemudian membuat usaha roti dengan awal produk berbahan tepung terigu.

"Tahun 2011 saya mulai usaha roti. Latar belakangnya adalah suami korban PHK. Lalu saya meng-hire orang untuk bikin roti sama seperti roti lainnya dari terigu. Terus tahun berikutnya mentok tidak ada perubahan," kata Mbak Tul menceritakan awal usahanya kepada tribunjateng.com baru-baru ini.

Usaha tak selalu mulus, Ismiyati tetap tak patah semangat. Ismiyati mengatakan, ia ingin tetap membuat usaha roti meski saat itu belum terlihat menjanjikan. Hingga pada tahun 2013 ia mantap membuat rumah produksi dan merekrut sejumlah karyawan.

"Lalu tahun 2015, saya mulai mencoba penawaran ke ritel modern Semarang, semuanya menolak karena tidak ada perbedaan dengan roti lainnya. (Alasannya) Roti dari terigu sudah banyak dan tidak keren, tidak bangga makan roti yang belum terkenal.

Saya pulang, searching ke internet ada inkubator bisnis namanya Inspiring Womanpreneur Competition 2015 di Semarang.

Salah satu karyawan Super Roti Cake & Bakery tampak sedang melakukan proses produksi kue bagelen.
Salah satu karyawan Super Roti Cake & Bakery tampak sedang melakukan proses produksi kue bagelen. (Tribun Jateng/ Idayatul Rohmah )


Saya kemudian ikut di situ untuk punya produk yang berbeda dengan lainnya," kata Ismiyati.


Semangat Ismiyati untuk berinovasi semakin membara. Ia kemudian mencari-cari inspirasi untuk membuat roti yang berbeda.


Menurutnya, ia saat itu mulai konsultasi dengan rekannya yang merupakan seorang dokter. "Penyakit apa sih yang paling banyak di Indonesia? Katanya diabetes gitu. Saya tanya diabetes itu yang nggak boleh apa? yang dianjurkan apa? yang yang harus dibatasi konsumsinya apa? Ternyata tidak hanya gulanya, tapi karbohidrat. Terus saya mulai cari bekatul.

Kenapa saya mulai cari bekatul? Sudah 2 tahun saya ketemu teman UKM, tidak ada perubahan. Dia hanya seperti itu saja. Padahal bekatulnya enak, dari beras merah. Kandungan gulanya juga lebih rendah. Terus saya coba bikin roti," jelasnya mengungkap alasan memulai usaha produksi roti bekatul itu 

Memulai usaha roti bekatul memberikan tantangan bagi Ismiyati. Menurut dia, saat itu produk olahan berbahan bekatul sendiri dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang.

Selain banyak dicap sebagai pakan ayam, menurutnya roti buatannya saat itu cenderung biasa saja sehingga banyak ritel yang masih menolak.

"Bekatul yang pertama ditolak waktu memasarkan karena tidak ada pembeda.
Selain itu, kebanyakan orang pikirnya pakan ayam. Padahal bekatul adalah kulit ari bagian dalam yang timbul saat proses pemisahan beras dan kulitnya," ceritanya.

Tak putus semangat. Ia tak berhenti mencari peluang. Ia kemudian berupaya menciptakan produk, salah satu dengan melihat peluang seiring dengan tren gaya hidup sehat.

"Masyarakat Indonesia ini mulai hidup sehat, banyak penyakit degeneratif, mereka pengen sesuatu yang baru.

Bekatul tadi kemudian coba saya olah pakai gula jagung, pakai margarin, jadi saya bikinnya total di situ dan jadi pemenang pertama.

Dari situ mulai diliput media. Ritel yang awalnya menolak, kemudian minta (stok) sampai sekarang," katanya lega.

Dari situlah usaha roti bekatul milik Ismiyati ini kian berkembang. Sebagai produk awal, sebelumnya ia memproduksi roti manis bekatul dan roti tawar bekatul.

Kemudian seiring berjalannya waktu, ia kemudian membuat bagelen bekatul.

"Karena roti manis kering itu tidak bisa awet lebih dari 4 hari, jadi pemasaran mandek lagi.

Saya pengennya mengangkat super roti biar lebih kemana-mana, kalau cuma empat hari kan percuma. Itu akhirnya saya buat bagelen bekatul," ujarnya.

Ismi melanjutkan, roti bekatul produksinya itu memiliki beberapa varian, di antaranya ada pastry bekatul, tart bekatul, brownies bekatul, dan chiffon bekatul.

Namun, sebutnya, ada tiga paling laris yakni roti, pastri, dan bagelen.

Adapun disebutkan, ia juga membuat cookies atau kue kering. Namun produk itu ia buat kondisional. Menurutnya, kue kering banyak dicari terutama saat momentum jelang lebaran.

"Kalau jelang lebaran, yang dicari pasti parsel unik. Saya jual dari terigu dan bekatul, yang naik dari bekatul," ujarnya.

Di sisi lain, Ismiyati menyebutkan, produk-produk roti produksinya itu selain dijual di toko ritel juga ia jual melalui pameran-pameran hingga marketplace.

Menurut dia, pasar roti bekatul itu sendiri bukan di kota-kota kecil, melainkan di kota-kota besar dengan tingkat kepedulian terhadap kesehatan yang tinggi.

"Saya produksi massal mulai tahun 2016, jadi ini sudah tujuh tahun.

Pameran di Jakarta dan Makassar pasti habis. Kalau pameran pasti milih, karena cari pasar. Untuk memasarkan produk ini edukasinya lama sampai saya di ritel, dua tahun pertama itu buang duit saja. Tahun ketiga baru bisa dinikmati karena itu tadi awalnya mengenalkan.

Di marketplace, ramai itu di Tokopedia dan Shopee. Kemudian saya jual juga di WhatsApp bisnis, Facebook. Di luar daerah ada reseller di berbagai kota.

Kemudian di Belanda ada. Untuk Belgia berhenti dari tahun kemarin. Ini lagi ada di Singapura untuk tes pasar sambutannya luar biasa," ujarnya.

Ramainya pasar roti bekatul produksinya yang kini juga telah merambah pasar luar negeri itu, Mbak Tul tak menampik bahwa omzetnya bisa mencapai ratusan juta per bulan.

Ia menyebutkan, dari usahanya itu ia bahkan berhasil keluar dari masa sulit akibat pandemi Covid-19.

Mbak Tul mengatakan, usahanya itu telah menjadi penopang kehidupannya bersama keluarganya.

"Selama tahun 2020 dari uang Rp 100 lebih juta itu cuman dapat uang 39 juta. Ngeri, belum termasuk bahan baku dan lain-lain. Pandemi swalayan pada tutup. Sampai setahun baru dibayar tagihannya ada yang toko-toko tutupnya sales ada 30 perse  yang hilang.

Sedikit banyak memang banyak bekatul yang menyelamatkan pandemi kemarin bekatul. Usaha bekatul lumayan masih bisa jalan, jadi masih tidak merumahkan karyawan," ungkapnya.

Adapun terkait harga produknya sendiri, Mbak Tul menyebut tak jauh berbeda dari roti berbahan tepung terigu pada umumnya.

"Seharusnya kalau dari harganya lebih mahal, bekatul dan terigu harganya beda. Gula juga beda. Tapi karena saya produksinya banyak, belinya banyak. Harganya tidak begitu jauh," ujarnya.

Dalam produksi roti-roti itu, Mbak Tul dibantu oleh 17 karyawannya.

Menurutnya, sesuai dengan kapasitas produksi, untuk bagelen bekatul sendiri rumah produksinya itu mampu menghasilkan sekitar 25.000 toples.

"Terkait harganya, roti bekatul mulai Rp 8.000 sampai Rp 250.000. Kalau dari bahan terigu mulai Rp 2.500 sampai paket Rp 135.000," imbuhnya. (idy)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved