Berita Nasional
Mahfud MD Minta Polisi Turun Tangan Usut Sumber Informasi Denny Indrayana Soal Pileg Tertutup
Menko Polhukam Mahfud MD meminta polisi menyelidiki informasi yang dimiliki Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana soal sis
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta polisi menyelidiki informasi yang dimiliki Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana soal sistem pemilu legislatif yang akan kembali menjadi sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Mahfud mengatakan informasi yang dimiliki Denny itu harus diselidiki agar tidak menjadi spekulasi yang mengandung fitnah.
"Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah. Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan," tuturnya.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," ujar Mahfud MD.
Meski menjadi rahasia, Mahfud MD mengatakan putusan tersebut harus terbuka untuk publik jika hakim sudah mengetuk palu vonis. "Harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi," kata dia.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit mengatakan pihaknya membuka opsi melakukan penyelidikan terkait rumor putusan MK soal sistem pemilu legislatif telah diputuskan.
Sigit mengaku telah mendengarkan situasi yang beredar di pemberitaan menyangkut rumor tersebut. Ia juga mengaku telah mendengar arahan dari Menko Polhukam RI Mahfud MD menyangkut hal tersebut.
“Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Menkopolhukam supaya tidak terjadi polemik yang berkepanjangan tentunya kalau memang dari situasi yang ada ini kemudian memungkinkan, sesuai dengan arahan beliau, untuk melakukan langkah-langkah penyelidikan,” kata Sigit.
"Kami saat ini sedang merapatkan langkah-langkah yang bisa kita laksanakan untuk membuat semuanya menjadi jelas. Tentunya kalau kemudian ada peristiwa pidana dalamnya tentunya kita akan mengambil langkah lebih lanjut," sambung dia.
Denny Indrayana sebelumnya mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup. Menurut Denny, putusan itu diklaim diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ujar Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5).
Denny mengaku memiliki sumber yang kredibel. Menurut Denny, informannya bukanlah seorang hakim di MK. Dirinya mengatakan sistem proporsional tertutup akan mengembalikan Indonesia ke zaman Orde Baru.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Pernyataan Denny itu kontan menimbulkan kehebohan. Termasuk dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menkopolhukam Mahfud MD. Mahfud sendiri mengaku telah bertanya kepada MK soal kabar MK akan mengabulkan gugatan dan memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau coblos partai.
"Sudah beredar isu di luar bahwa sudah ada putusan dan sebagainya, saya tadi memastikan ke MK apa betul itu sudah diputuskan? Belum," kata Mahfud saat Rapat Koordinasi di salah satu hotel Jakarta Selatan, Senin (29/5).
Mahfud menduga info soal putusan yang beredar merupakan analisis dari pihak lain yang melihat sikap-sikap Hakim MK.
"Mungkin melihat sikap-sikap para hakim MK, lalu dianalisis sendiri. Tapi sidangnya sendiri secara tertutup baru akan dilakukan besok lusa. Jadi belum ada keputusan yang resmi sudah diputus sekian, 6 banding 3 atau 5 banding 4 dan sebagainya, itu belum ada," kata dia.
Adapun juru bicara MK Fajar Laksono enggan mengonfirmasi pernyataan Denny yang menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai. Fajar menyebut kebenaran dari informasi itu harus dipertanyakan kepada Denny. "[Kebenarannya] Silakan tanya kepada yang bersangkutan (Denny Indrayana)," kata Fajar.
Senada dengan Mahfud, Fajar menjelaskan bahwa MK baru akan menerima kesimpulan dari berbagai pihak pada 31 Mei mendatang. Setelah itu, MK akan membahasnya untuk kemudian mengambil keputusan.
"Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak, setelah itu, perkara dibahas dan pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim," ucap dia.
Adapun Denny Indrayana menyebut pernyataannya yang membuat heboh soal putusan MK itu adalah hal yang harus diketahui oleh publik sebagai bentuk transparansi pengawalan terhadap MK.
"Setelah saya timbang-timbang informasi bahwa MK akan kembalikan sistem pemilu legislatif menjadi proporsional tertutup lagi, harus diketahui publik, ini bentuk transparansi, ini bentuk advokasi publik, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," kata Denny dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, dari Melbourne, Australia.
Denny turut mengungkap perihal kondisi keadilan di Tanah Air saat ini. Di mana menurut dia, suatu proses keadilan tidak bakal terwujud jika suatu persoalan itu tidak menjadi viral.
"Saya, kita, paham sekarang di Tanah Air, jika tidak menjadi perhatian publik, maka keadilan sulit untuk hadir, no viral no justice, maka kita perlu melakukan langkah-langkah pengawalan dengan mengungkapkan ini ke sosial media," ucap dia.
Atas hal itu, pengawalan perlu dilakukan, sebab jika MK nantinya akan memutuskan sistem pemilu dengan mekanisme proporsional tertutup, akan melanggar prinsip dasar open legal policy. Sebab menurut dia, seluruh keputusan terkait dengan sistem pemilu itu ranahnya pada pembuat Undang-Undang dalam hal ini DPR RI dan Presiden, bukan di MK.
"Karena apa? Karena satu, jika MK memutuskan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup, itu artinya MK melanggar prinsip dasar open legal policy. Soal pemilihan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka itu adalah kewenangan pembuat UU, Presiden, DPR, dan DPD, bukan MK," ucap dia.
Atas dasar itu, Denny menilai perlu adanya langkah-langkah advokasi, pencegahan, dan preemtif atas putusan MK. Sebab dikhawatirkan, kata dia, MK akan dijadikan alat pemenangan untuk kelompok tertentu di pemilu 2024. "Karena saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu," tukas dia.(tribun network/git/riz/riz/dod/tribun jateng cetak)
Kapolri Tegaskan Siap Berantas Judi Online, Polisi DIY Justru Tangkap 5 Orang yang Rugikan Bandar |
![]() |
---|
2 Anggota DPR Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi Dana CSR BI |
![]() |
---|
Minta Maaf Sambil Berlutut Tak Digubris, Scatter Bunuh Teman yang Memergokinya Mencuri |
![]() |
---|
2 Anggota OPM Tewas Disergap TNI di Lanny Jaya, Salah Satunya Tokoh Penting Buron sejak 2014 |
![]() |
---|
Mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas Hari Ini Diperiksa KPK Terkait Kuota Haji |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.