Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

DPR Sahkan RUU Kesehatan, Nakes Honorer Khawatir Kena PHK

Pengesahan RUU Kesehatan itu melalui pengambilan keputusan tingkat II yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Sen

Editor: m nur huda
Tribunnews.com/Naufal Lanten
Tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, Tenaga kesehatan hingga dokter demo di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023.

Pengesahan RUU Kesehatan itu melalui pengambilan keputusan tingkat II yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).

Pengesahan tersebut mendapat penolakan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menurut Ketua PPNI, Harif Fadhillah PPNI dan organisasi profesi menganggap RUU Kesehatan dibuat secara sembunyi-sembunyi. Sebab hingga hari ini pihaknya tidak mendapatkan draf resmi dari RUU Kesehatan Omnibus Law itu.

“Sampai hari ini kami tidak mendapatkan akses terhadap draf yang dibahas. Kami tenaga kesehatan, khususnya perawat yang (jumlahnya) 60 persen dari seluruh jumlah nakes adalah stakeholder yang akan menjalankan UU itu bila sudah jadi,” kata Harif.

Harif merasa bahwa ia dan jajarannya adalah pihak yang penting dalam RUU ini sehingga harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam pembuatannya.

“Kami ingin ada partisipasi dan dalam berbagai kesempatan. ami melakukan lobi, advokasi, audiensi, dan sebagainya terhadap aspirasi kami. Tapi belum ada yang diterima aspirasi kami itu," ujarnya.

Berikutnya adalah isu menghilangkan mandatory spending atau anggaran belanja yang sebelumnya sudah diatur UU. Mandatory spending semula 5 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan 10 persen anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

"Apa yang terjadi kalau dihilangkan? Hari ini tenaga perawat itu lebih dari 80 ribu orang bertatus honor dan sukarelawan. Yang di daerah bahkan negara tidak mampu memberikan kompensasi untuk kerja mereka di daerah terpencil," paparnya.

Menurutnya, jika mandatory spending dihilangkan situasi akan semakin parah.

"Tidak mendapat kejelasan bagaimana mereka dibayar, sementara mereka sudah mengabdi puluhan tahun, belasan tahun kepada faskes milik pemerintah,” tambah Harif.

Menghilangkan mandatory spending dapat membuat para tenaga honor diberhentikan. Sementara di daerah-daerah jumlah PNS-nya lebih sedikit.

Hal ini dapat berpengaruh pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat, ujar Harif. Ketiga, menurutnya, mengesahkan RUU Kesehatan sama dengan mencabut UU No 38 Tahun 2014.

UU ini tentang sistem keperawatan yang menyangkut pengembangan kapasitas perawat Indonesia yang sudah dikembangkan sejak lama. Secara umum, UU ini berisi perkembangan kompetensi, menjaga mutu dan praktik perawat.

"Jika dicabut tanpa ada pasal pengganti yang spesifik bagi perawat, maka dampaknya adalah pada pengaturan delegasi blanko nanti. Kita tidak tahu aturan seperti apa yang akan dibuat oleh pemerintah nanti," tutupnya.

Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan seluruh hak-hak bagi tenaga kesehatan (nakes) tidak akan hilang dalam UU Kesehatan yang telah disahkan DPR.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved