Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hukum dan Kriminal

Warga Demak dan Semarang Dalangi Bisnis Handphone Bodong di Jateng, Sebulan Untung Rp15 Juta

MI warga Demak dan IMB penduduk Kota Semarang ditangkap polisi karena menjual handphone bodong alias ilegal.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Muhammad Olies

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - MI warga Demak dan IMB penduduk Kota Semarang ditangkap polisi karena menjual handphone bodong alias ilegal.

Aktivitas itu sudah dijalani kedua tersangka selamaenam bulan terakhir. 

Handphone terbukti bodong lantaran tidak memiliki sertifikasi pengujian dari  lembaga Sumber Daya  dan Perangkat  Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo RI.

Selain itu,  ada ketidaksesuaian nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI). 

"Handphone diperoleh pasar gelap atau black market dibeli secara online dari Jakarta. Kami cek alamatnya di sana ternyata fiktif," ungkap Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio saat konferensi pers di kantornya, Kamis (20/7/2023) siang.

Baca juga: Ditreskrimsus Polda Jateng Bongkar Penyelundupan Handphone Bodong, 1 Orang Ditangkap

Kasus itu terungkap bermula saat anggota Ditreskrimsus menemukan adanya konter handphone di Kabupaten Demak tidak memenuhi standar persyaratan teknis yakni tidak menempelkan label SDPPI dari Kemenkominfo RI.

Total ada sebanyak 36 unit handphone.

Dari pengembangan tersebut, penyidik juga mendapati konter handphone lain di wilayah Semarang yang juga menjual Handphone tidak terdapat label SDPPI. 

"Modusnya tersangka membeli handphone dari berbagai merek dan tipe melalui online. Kemudian dijual di konter milik tersangka baik secara online maupun dijual langsung. Wilayah pemasaran di Semarang, Demak dan daerah Jateng lainnya," ungkap Dirreskrimsus.

Dalam menjalankan aksi, ungkapnya, kedua tersangka menjual Handphone ilegal dengan menawarkan garansi selama satu bulan, dan terkait dengan device (perangkat) apabila lewat 1 bulan garansi tidak berlaku.

Handphone baru yang dijual tersangka adalah Handphone keluaran lama yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrik Handphone. 

Handphone tidak dilengkapi dengan sertifikat SDPPI tersebut dibelinya dengan harga dari Rp 300 ribu hingga Rp1,3 juta.

"Lalu Handphone tersebut dijual dengan harga bervariasi tergantung merek dan tahun keluaran, yaitu antara Rp 700 ribu hingga Rp 1,5 juta," jelasnya.

Baca juga: 3 Handphone Raib Hitungan Detik, Aksi Pencuri di Desa Megawon Kudus Terekam CCTV

Baca juga: Sertijab Pejabat Utama Polda Jateng dan Para Kapolres, Ini Janji Kabid Humas yang Baru

Tersangka MI sudah memperdagangkan Handphone ilegal tersebut selama 6 bulan.

Sedangkan tersangka IMB dari  Semarang sudah memperdagangkan Handphone tersebut selama 5 bulan.

Kombes Dwi melanjutkan, berdasar hasil penyidikan diketahui keuntungan yang diperoleh para tersangka cukup besar.

Omzet penjualan handphone yang diperoleh dari penjualan handphone tersebut cukup besar yakni Rp108 juta. 

"Keuntungan bersih sekira Rp 15 juta per bulan," jelasnya.

Handphone baru yang dijual tersangka tak dilengkapi dengan label SDPPI yang membuat harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan handphone baru yang resmi yang memiliki label SDPPI.

Dalam kasus ini, penyidik berhasil mengamankan barang bukti Handphone berbagai merek dan jenis dengan total ada 173 unit. 

"Total nilai barang yang diamankan sejumlah Rp. 259 juta," tuturnya. 

Kasubdit 1 Indagsi Ditreskrimsus, AKBP Rosyid Hartanto meminta warga masyarakat membeli handphone yang resmi dan tidak mudah tergiur harga murah. 

Apalagi dengan jaminan garansi yang cuma satu bulan.

Ia menyebut, karena Handphone belum memiliki sertifikasi pengujian dari SDPPI maka tingkat radiasi signal beserta konsumsi daya baterainya tidak dapat dipertanggungjawabkan

Dari setiap perangkat yang tidak memiliki sertifikat SDPPI, terhadap perangkat tersebut tidak terjamin keterhubungan jaringannya, sehingga sering blank atau kehilangan sinyal..

"Untuk itu masyarakat agar teliti sebelum membeli handphone. Harus dilihat apakah Handphone yang dibeli sudah dilakukan sertifikasi, yang dapat dilihat dalam kardus/perangkat Handphone yang sudah tertempel label SDPPI," katanya. 

Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stevanus Satake Bayu mengatakan, atas perbuatannya para tersangka Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 52 jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

"Para tersangka diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar," terangnya. (iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved