Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Beda Agama tapi Tetap Mau Nikah? Hukum Penundukan Diri Jadi Solusi

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jawa Tengah, Hasannudin memberikan solusi bagi yang kekeh melangsungkan pernikahan beda agama

Editor: muslimah
via Kompas.com
Ilustrasi pengantin 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama mendapat respon positif dari berbagai kalangan.

Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah mengimbau warga taat aturan pernikahan. Baik secara negara maupun agama.

Kakanwil Kemenag Jateng, Mustain Ahmad merespon aturan nikah beda agama dari Mahkamah Agung.

Pernikahan sudah diatur dalam Undang-undang yang harus dipatuhi.

"Maka Undang-Undang kita sudah menentukan, no 1 tahun 1974 bahwa pernikahan sah bila dilaksanakan menurut ajaran agama," katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (26/7/2023).

Baca juga: Tujuh Polisi Jadi Tersangka dan Ditahan, Buntut Aniaya Terduga Pelaku Narkoba Hingga Tewas

Baca juga: Pemuda di Jakarta Nekat Tanam Ganja di Rumahnya, Modal Tutorial Video di YouTube

Menurutnya, pernikahan tak sekedar urusan antar manusia. Melainkan berkaitan erat dengan hukum dan agama.

"Ternyata memang semua agama kita mengatakan menikah itu harus seagama. Maka sebaiknya kita taat peraturan Undang-undang sekaligus taat aturan agama masing-masing," jelasnya.

Mustain menambahkan, aturan nikah beda agama dibuat untuk menciptakan keharmonisan dalam beragama dan bernegara.

Menurut dia, apa yang menjadi keputusan Mahkamah Agung harus dihormati sebagai keputusan pengadilan.

"Kita di sini bukan bicara sah tidak sah, kita bicara tentang bagaimana hidup bernegara dan berhukum sekaligus hidup beragama. Ayo kita taati Undang-undang, dalam hal ini UU perkawinan. Dan ayo kita taati aturan agama kita masing-masing," harapnya.

Kabid Urusan Agama Islam Kemenag Jateng, Zaenal Fatah mengatakan, pernikahan beda agama tidak diatur dalam undang undang perkawinan Indonesia.

Jika terjadi perbedaan keyakinan antar dia orang yang hendak menikah, maka satu di antaranya harus tunduk pada satu keyakinan yang sama.

"Bagi yang beragama Islam dicatat di Kantor Urusan Agama, sedangkan bagi non-muslim dicatat oleh Kantor Catatan Sipil," katanya, Rabu (26/7/2023).

Sementara Bertahan

Tribunjateng.com menemui seorang perempuan, sebut saja Bunga (21) warga Kabupaten Karanganyar.

Dia saat ini sedang bingung karena menjalin hubungan asmara dengan Raja (20) warga Bali. Kedua mahasiswa ini sudah dua tahun pacaran.

Perkenalan keduanya bermula dari media sosial. Kini keduanya menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship (LDR).

Hubungan beda agama tersebut telah diketahui oleh orang tua masing-masing.

Selama LDR, Bunga dengan Raja telah bertemu selama 4 kali. Pertemuan tersebut dilangsungkan di Bali dan Karanganyar.

Menurutnya, menjalin hubungan beda agama selama 2 tahun ini ada nilai positif yang diperolehnya, di antaranya soal toleransi.

Bunga menjadi mengerti agama Hindu. Begitu juga Raja yang mulai memahami Islam.

"Orang tua sama-sama tahu kalau beda agama. Kalau orang tua sih mendukung tapi bilang, kok nggak cari yang satu keyakinan saja. Kalau bisa cari yang satu keyakinan," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Selasa (25/7/2023).

Meski ada pertentangan dari orang tua, terang Bunga, sementara ini tetap berkomitmen untuk menjalin hubungan asmara meski beda agama.

Dia berpegang kalau semua agama itu mengajarkan tentang kebaikan.

Di samping itu adanya surat edaran terbaru dari Mahkamah Agung (MA) sempat membuat Bunga bingung terhadap masa depan hubungannya.

"Sempat bingung, karena selama menjalin hubungan, soal itu (beda agama) tetap jadi yang mengganjal. Sementara ini tetap mengalir dulu," terangnya.

Humas PN Kelas IB Karanganyar, Al Fadjri mengatakan, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan berbeda agama dan kepercayaan berlaku untuk seluruh Pengadilan Negeri.

Lanjutnya, surat edaran tersebut menjadi pedoman bagi hakim agar memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan perncatatan perkawinan berbeda agama dan kepercayaan.

"Berdasarkan data dari awal tahun 2023 hingga Juli ini, belum ada yang mengajukan permohonan pencatatan perkawinnan berbeda agama dan kepercayaan di Pengadilan Negeri Kelas IB Karanganyar," tuturnya.

Dia menjelaskan, apabila nantinya ada masyarakat yang hendak mengajukan permohonan pencatatan perkawinnan berbeda agama tentu akan diberi pemahaman sesuai dengan surat edaran terbaru tersebut.

Penundukan Diri

Calon pasangan yang beda agama tak perlu berkecil hati. Tetap ada solusi.

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jawa Tengah, Hasannudin memberikan solusi bagi yang kekeh melangsungkan pernikahan beda agama.

Ia mengatakan, pasangan nikah beda agama bisa menggunakan hukum penundukan diri.

Penundukan diri adalah asas yang diberlakukan kepada orang-orang atau badan hukum yang menundukkan diri pada sistem hukum Islam atau sistem hukum tertentu.

Syaratnya, satu di antara calon pasangan harus mengikuti agama pasangannya.

"Solusinya bisa dengan ada penundukan diri hukum. Bisa penundukan diri sepenuhnya atau sebagian. Kalau ingin nikah beda agama menundukkan diri sebagian, artinya kalau di KUA ya harus baca syahadat, atau sebaliknya. Nanti setelah itu proses pribadi masing-masing," katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (26/7/2023).

Secara aturan, perkawinan beda agama adalah hal yang tidak dapat dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam. Pasal 2 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebut, perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

Menurut Hasan, hukum perkawinan yang dibolehkan selain perkawinan pada umumnya adalah perkawinan campuran.

Aturan perkawinan campuran telah termaktub di pasal 57 UU Nomor 1 tahun 1974, yakni perkawinan dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

"Hal itu dilakukan untuk menghindari timbulnya keburukan atau kerugian yang lebih besar. Pun begitu dengan kebaikan atau keuntungan yang diperoleh," terangnya.

Pihaknya juga belum menemukan kasus pengajuan dispensasi nikah yang dilatarbelakangi perbedaan agama. "Di Jateng kita belum menemukan," ujarnya.

Meski begitu, ia memprakirakan bahwa fenomena nikah beda agama di Jateng ibarat gunung es. "Mungkin ya mungkin, di Jateng ini seperti gunung es, yang muncul yang di pengadilan. Kalau yang tidak di pengadilan kita tidak tahu, karena di negara kita kan mengakui berbagai macam agama," jelasnya.

Langkah Tepat

Mahkamah Agung resmi melarang hakim mengizinkan nikah beda agama, sebagaimana SEMA No Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Keputusan MA tersebut, menyudahi kontroversi nikah beda agama dari berbagai daerah.

Ketua PW Muhammadiyah Jateng, Tafsir mengatakan langkah yang diambil MA sudah tepat.

Menurutnya, pernikahan beda agama menjadi dilematis yang harus segera diselesaikan.

"Apapun keputusan pemerintah pasti kontroversi. Jadi itu soal pilihan dan keberanian. Pemerintah mengambil langkah itu untuk melarang," katanya, Rabu (26/7/2023). Ia menambahkan, nikah beda agama bisa menimbulkan konversi agama.

Konversi agama adalah pernyataan seseorang yang pindah dari agama yang lama, untuk masuk atau pindah ke agama yang baru. Konversi agama akan membuat perubahan sikap individu dalam masalah-masalah keagamaan yang ada dalam agamanya.

"Nikah beda agama ini merupakan salah satu keputusan dilema yang harus diambil. Di satu sisi bisa mengkhawatirkan terjadinya konversi agama. Tapi realita sosialnya banyak orang mengalami hal itu," terangnya.

Jika tak segera diteken, ia khawatir banyak pihak menyelenggarakan nikah beda agama dengan dalih moderasi beragama. Padahal, definisi moderasi beragama tak bisa digunakan untuk menilai persoalan itu.

"Moderasi itu terbuka dan toleran. Tetapi tidak berarti kemudian kehilangan identitas," tegasnya. (tim)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved