Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Jangan Sampai Kasus Kabasarnas Menguap, TNI-KPK Diminta Bentuk Tim Koneksitas

Kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi bergulir menjadi polemik. Puspom TNI menilai keputusan KPK yang mengumumkan Hen

Editor: m nur huda
KOMPAS.COM/IDON
Kepala Basarnas RI Marsdya TNI Henri Alfiandi - Kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi bergulir menjadi polemik. 

Menurutnya, pembentukan tim itu bakal lebih menjamin rasa keadilan, menghindari disparitas, dan memudahkan proses penanganan perkara.

“Dibandingkan, cara kedua, diselesaikan sendiri-sendiri. KPK menyelesaikan (perkara dugaan korupsi) orang sipilnya, TNI menyelesaikan anggotanya,” kata Zaenur, Sabtu (29/7/2023).

Zaenur juga menyinggung soal penanganan kasus tindak pidana korupsi pengadaan Helikopter Augusta Westland (AW) - 101.

Dalam pandangannya, publik tidak puas dengan penyelesaian kasus tersebut. Sebab, hanya pihak sipil yang akhirnya divonis bersalah.

Sementara itu, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengeluarkan menghentikan penyidikan pada lima anggotanya yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi tahun 2015-2017 itu.

“Kasus ini penuh tanda tanya, publik mempertanyakan pada TNI, apakah kasus tersebut sudah tuntas atau belum,” ujarnya.

Nggak Perlu Minta Maaf

Nasir Djamil anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS mengatakan, KPK sebenarnya tidak perlu meminta maaf usai menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Nasir menyebut KPK hanya merendahkan dirinya sendiri jika meminta maaf dan mengaku khilaf.

Terlebih, lembaga antirasuah itu memiliki Undang-Undang (UU)-nya sendiri dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Koordinasi antara KPK dengan TNI sudah sebelum OTT. Lalu, di mana salahnya KPK? Menurut saya, enggak perlu juga minta maaf. Karena ini juga akan membuat posisi KPK itu, istilahnya itu seperti merendahkan diri sendiri," ujar Nasir.

Menurut Nasir, karena KPK dan TNI memiliki UU-nya masing-masing maka seharusnya tinggal berkoordinasi saja.

Nasir menegaskan bahwa KPK memang membidik para penyelenggara negara yang melakukan korupsi.

"TNI kan penyelenggara itu. DPR penyelenggara negara. Cuma TNI punya undang-undang tersendiri. KPK juga punya undang-undang sendiri. Jadi, menurut saya, enggak ada yang perlu yang diminta maafkan soal ini. Apalagi, terdengar kabar bahwa sebelumnya sudah ada komunikasi antara kedua belah pihak dari itu," ujar Nasir.

Menurutnya, KPK sudah on the track ketika menetapkan Kepala Basarnas sebagai tersangka hingga melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap prajurit TNI aktif.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved