Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Palembang

Kisah Dalang Generasi Terakhir Lestarikan Wayang Palembang, Meski Tidak Menjanjikan Tetap Mendalang

Bahasa Palembang banyak kesamaan dengan bahasa Jawa. Maka tak heran Wirawan mendalang menggunakan Bahasa Palembang saat pentas

Penulis: iswidodo | Editor: Catur waskito Edy
IST
Ilustrasi wayang kulit 

Meski bermain di luar daerah, Iwan tetap menggunakan bahasa asli Palembang.

“Kalau di Jawa memakai bahasa asli Palembang orang lebih paham. Karena bahasa Palembang sama dengan bahasa Jawa. Tapi kalau di Palembang pakai bahasa asli hanya ada beberapa orang saja yang mengerti, atau paling tidak orangtua,” jelasnya.

Sebagai dalang tunggal, Iwan sebetulnya telah berusaha keras agar wayang Palembang dikenal masyarakat.

Sanggar Sri Wayang Kulit Palembang milik keluarganya itu kembali ia hidupkan agar anak-anak di kampung tempatnya tinggal di Jalan Pangeran Sido Ing Lautan RT 10 Nomor 234, Lorong Ceklatah, Kelurahan 36 Ilir, Kecamatan Gandus, Terminal Tangga Buntung Palembang dapat mengenal tokoh para pewayangan Palembang.

Hanya saja, sampai saat ini profesi dalang wayang Palembang dianggap tidak menjanjikan. Sehingga, para anak muda tidak terlalu tertarik untuk menjadi dalang. Sebab, untuk satu kali pentas, wayang Palembang hanya dihargai sekitar Rp 2 juta sampai Rp 5 juta.

Hal itu berbanding terbalik dengan kebutuhan alat serta karakter wayang yang dimiliki. Untuk harga satu karakter wayang kulit saja, paling murah di jual Rp 1,5 juta. Setidaknya, satu dalang minimal memiliki 500 karakter tokoh pewayangan.

“Sayapun hanya ada 100 (karakter wayang). Sosok dalang wayang Palembang dan Jawa ini berbeda, begitu juga dari penghasilan. Sehingga, hal itu yang menjadikan dalang di sini tidak diminati,” ujarnya.

Bukan hanya bayaran manggung yang masih belum mencukupi. Namun, pagelaran wayang di Palembang hanya akan dipentaskan pada acara tertentu, seperti acara instansi pemerintahan atau pun komunitas seni.

Guru Bahasa

Dalam satu kali pentas, setidaknya minimal lima orang kru yang akan ikut. Mereka akan berbagi peran, yakni bermain gamelan, set panggung, lampu dan lain sebagainya.

“Karena banyaknya alat yang dibawa sehingga harus sewa mobil, sisanya baru dibagikan ke kru. Jadi ini juga membuat profesi dalang tidak diminati,” ungkap dia.

Selain sebagai dalang, Iwan adalah sosok seorang guru bahasa Palembang di salah satu sekolah swasta.

Penghasilannya sebagai guru, dapat menutupi kebutuhan keluarga harian keluarganya. Meski menjadi dalang tidak menjanjikan, Iwan tetap berniat akan tetap bermain wayang Palembang sampai akhir hayat. Sehingga budaya asli Palembang itu tetap hidup dan dikenal oleh masyarakat.

“Dulu niat saya sampai umur 50 tahun saja jadi dalang. Namun, karena tidak ada yang menggantikan saya akan tetap jadi dalang sampai akhir hayat,” ungkap Iwan.

Wayang Palembang peninggalan almarhum bapak Iwan ternyata telah ada sejak abad ke 17. Hal ini terungkap setelah peneliti melakukan pengecekan secara langsung ke karakter wayang yang dimiliki oleh Iwan. Wayang kulit itu sempat diminta untuk dihibahkan untuk dimasukkan ke dalam museum. Namun, Iwan menolaknya dan ingin tetap merawat sendiri wayang peninggalan dari keluarganya tersebut.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved