Opini
Warisan yang Takkan Lekang untuk Dikenang
RASAKAN, dan jangan kalian amati hanya dari indera penglihatan. Tak jarang, warisan akan dikenang tanpa mengenal lekang
TRIBUNJATENG.COM - RASAKAN, dan jangan kalian amati hanya dari indera penglihatan. Tak jarang, warisan akan dikenang tanpa mengenal lekang. Akan ada pengakuan sebagai “kondisi”, dan bukan sekadar tinggalan berupa “bangunan-bangunan”. Akan ada rasa sebagai “keadaan”, dan bukan sekadar cahaya mercusuar.
Saya termasuk yang percaya, dalam praksis kepemimpinan warisan bisa memiliki dua parameter, yakni “tongkrongan fisik” dan “soft legacy” atau warisan yang bersifat lembut. Di masa lalu, candi-candi fenomenal, istana megah dan eksepsional, atau infrastruktur yang menembus zaman menjadi ukuran eksistensi kepemimpinan, simbol kemaharajaan.
Seorang raja akan dirasakan kehadirannya manakala meninggalkan simbol-simbol bangunan fisik yang luar biasa. Seorang raja akan mudah dirunut dalam jejak sejarah manakala menandai kekuasaannya dengan tinggalan-tinggalan mercusuar yang akan dikenang.
Dalam artikel di kompas.com (22/11-2022) saya menulis, parameter kemanfaatan melekat pada warisan-warisan fisik, karena kebutuhan yang memang menuntut pada zamannya. Namun, yang acapkali luput dari percaturan adalah “tinggalan” berupa soft legacy, dalam ekspresi transformasi ide, sikap, atau elan (spirit), untuk perubahan perilaku. Warisan dalam kategori ini boleh jadi tidak teramati secara inderawi, karena kehadirannya yang “soft”, tak terpanggungkan gagah sebagai “candi-candi masa kini”.
Penanda Sejarah
Eksistensi yang sesungguhnya dirasakan adalah capaian realitas “reformasi”. Legacy dari parameter ini, pada titik tertentu akan menandai pemahaman orang pada kesadaran perjalanan sejarah pembangunan, “Oh, itu gagasan Pak Moenadi...”. Atau, “Soal itu Pak Pardjo jagonya...”. Atau, “Pak Ismail yang memprakarsai...”. Juga, “Kalau mengenai itu sih Pak Ganjar Pranowo yang punya ide...”
Ya, ada sejarah yang tak lekang. Ada pengakuan yang tak terbantahkan. Ada kenyataan yang terhamparkan.
Anda simaklah, pasti sejumlah gubernur di Jawa Tengah punya “tinggalan” dalam bentuk fisik maupun citra sebagai “kesan tak terbandingkan”.
Tanpa harus menyebut nama pun, semua orang Jawa Tengah yang mengikuti perjalanan sejarah pembangunan provinsi ini pada 1960-an hingga 1970-an akan paham tentang tagline pembangunan Modernisasi Desa, ide fokus membangun desa agar beranjak dari sikap-sikap tradisional yang dihela oleh kepemimpinan Gubernur Moenadi. “Modes” identik dengan Pak Moen yang bersama timnya rajin “blusukan” ke pelosok-pelosok desa.
Sementara itu, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) menjadi representasi “wari- san” Gubernur Soepardjo Rustam lewat keaktifan luar biasa Ibu Kardinah Soepardjo membangun lembaga tersebut hingga ke desa-desa dengan antara lain memberdayakan peran perempuan.
Sebagian dari contoh ide dan kiprah itu menjadi warisan transformatif yang diakui atau tidak diakui telah mereformasi sendi-sendi kehidupan masyarakat, bahkan membentuk kultur.
Dalam konteks yang sama, simaklah apa yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo sejak memimpin Jawa Tengah pada 2013 hingga 2023. Langkah-langkah meng-“kasualisasi” birokrasi pemerintahan lewat akselerasi pelayanan yang memintas (short-cut) adalah gagasan reformatif yang cukup revolusioner, yang bahkan harus diakui sempat menciptakan semacam “gegar birokrasi” ketika menggugah kiprah aparat-aparat jajarannya.
Reformasi pelayanan publik tak hanya mengapung sebagai jargon politik lewat berbagai statemen, akan tetapi betul-betul dijadikan praksis birokrasi. Semboyan Ganjar, “Tuanku Rakyat, Gubernur Hanya Mandat” ditransformasi ke dalam praksis kasualisasi pelayanan birokrasi.
Lewat berbagai kanal pengaduan yang disiapkan, masyarakat bisa sesegera mungkin menyampaikan pe- ngaduan berupa keluhan, koreksi, dan aneka ketidakberesan pelayanan oleh aparat pemerintah. Seolah-olah warga dikoneksikan langsung dengan gubernur, yang juga me-mention aduan ke organisasi perangkat daerah (OPD, atau dinas-dinas) terkait. Misalnya, yang paling sederhana adalah soal jalan atau jembatan rusak.
Kasualisasi birokrasi yang melibatkan berbagai platform media sosial ini, pada akhirnya menjadi budaya pelayanan publik dengan fondasi komit- men dan fungsionalisasi medsos.
Karena sifat fungsionalnya, tudingan pencitraan karena sibuk bermedsos bisa terjawab dengan nyata, karena ada target yang menjadi orientasi, yakni mempercepat jangkauan pelayanan, tak perlu menunggu jadwal formal penyelesaian persoalan.
Reformasi birokrasi de- ngan adaptasi total terhadap perkembangan teknologi in- formasi ini pun akhirnya memberi image “Ganjar banget”. Setiap kali Anda ingat birokrasi berbasis platform media sosial, pasti tak terelakkan akan teringat Ganjar Pranowo.
Pada sisi yang lebih jauh, reformasi birokrasi pelayanan publik ini memuat transformasi kultural, bukan hanya bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pelayan masyarakat, melainkan juga mengedukasi warga masyarakat untuk semakin memahami hak dan kewajibannya. Pun memancarkan aura keteladanan yang juga mengikuti, yakni masyarakat merasa bangga memiliki pemimpin sebagai pengayom yang betul-betul fungsional.
Yang juga patut dicatat adalah “warisan nilai” berupa kasualisasi gaya pendekatan ke kantung-kantung masyarakat. Warga akan bergembira memiliki pemimpin yang akrab, punya pesona personal, dan karismatis. Hal ini memudahkan dalam memersuasi masyarakat, semisal ketika menyampaikan kebijakan yang menyentuh kebutuhan publik pada masa-masa pandemi Covid-19.
Aura kecerdasan, keakraban kasual, dan empati gestural, bagaimanapun patut pula dicatat sebagai determinan dalam men-support transformasi nilai-nilai dari setiap gagasan reformasi sikap yang dipancarkan oleh komitmen reformasi pelayananm publik.
| Dari Hafalan Rumus ke Logika Kehidupan: Menata Ulang Pembelajaran Numerasi |
|
|---|
| Memantabkan Lir Ilir Sebagai Warisan UNESCO |
|
|---|
| Kampus: Wahana Kaderisasi Pemimpin Bangsa |
|
|---|
| Bukan Lagi Sembako, Tapi Bahan Nasi Goreng yang Pengaruhi Ekonomi Indonesia |
|
|---|
| Janji Manis Makan Bergizi Gratis: Antara Populisme dan Realita Pahit |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Amir-Machmud-NS-Ketua-PWI-Provinsi-Jawa-Tengahfds46545.jpg)