Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Dua Saksi Buka-bukaan di Persidangan, Uang Korupsi BTS Mengalir ke Komisi I DPR

ua saksi kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya, Irwan Hermawan dan Windi Purnama, buka-bukaan di persidan

Editor: m nur huda
Kejagung
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dan menahan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kominfo. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dua saksi kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya, Irwan Hermawan dan Windi Purnama, buka-bukaan di persidangan mengenai aliran uang haram proyek tersebut.

Dalam kesaksiannya, Irwan dan Windi membeberkan bahwa uang korupsi itu ikut dicicipi oleh Komisi I DPR RI, BPK RI, hingga Menpora Dito Ariotedjo.

Untuk Komisi I DPR RI, Irwan dan Windi menyebut ada aliran uang Rp70 miliar. Uang itu diberikan kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR.

"Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya.

Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9).

Irwan merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, sedangkan Windi adalah Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga kerabat Irwan.

Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Fahzal Hendri lantas bertanya kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, Windi menyebut pihak dimaksud ialah Nistra Yohan.

"Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi.

"Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawabnya.

"Nistra tuh siapa?" cecar hakim.

"Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1," terang Windi. "K1 itu apa?" lanjut hakim.

"Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," terang Windi.

Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.

"Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim.

"Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media," jawab Irwan.

"Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR," tandasnya.

"Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim. "Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan.

Dalam kesempatan ini, Irwan turut menyampaikan alasannya baru bisa berterus terang menyampaikan informasi perihal aliran uang terkait proyek BTS 4G di muka persidangan. Hal itu berbekal nasihat pengacaranya.

Sebelumnya, selama proses penyidikan, Irwan mengaku keluarganya sering mendapat teror dari orang tak dikenal sehingga ia takut jujur memberikan keterangan di hadapan tim penyidik Kejagung.

Dalam sidang ini, Windi mengaku juga turut menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang diserahkan senilai Rp40 miliar.

"Nomor [telepon] dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windi.

"Berapa?" tanya hakim Fahzal.

"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," tutur Windi.

"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim menegaskan.

"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi.

Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing. "Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim.

"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya Pak," kata Windi.

"Berapa Pak?" tanya hakim lagi.

"Rp40 M," ucap Windi.

"Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" lanjut hakim terkaget-kaget.

"Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," ungkap Windi.

Dalam penyerahan itu, Windi ditemani dengan sopirnya. Uang puluhan miliar yang tersimpan dalam koper diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin.(tribun network/aci/dod/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved