Pemerintah Perlu Antisipasi Lonjakan Konsumsi Pertalite Akibat Kenaikan BBM Non-subsidi
ada potensi peralihan konsumsi BBM seiring dengan naiknya harga Pertamax yang merupakan BBM non-subsidi
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu segera merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 yang akan mengatur pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, satu di antaranya Pertalite.
Hal itu menyusul potensi peralihan konsumsi BBM seiring dengan naiknya harga Pertamax yang merupakan BBM non-subsidi, sehingga meningkatkan disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite yang kini mencapai Rp 4.000/liter.
Seperti diketahui, Pertamina telah menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000/liter per 1 Oktober 2023, sementara harga Pertalite masih tetap, yakni sebesar Rp 10.000/liter.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi mengatakan, aturan pembatasan pembelian Pertalite diperlukan untuk mengatasi potensi beralihnya pengguna BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi.
"Pemerintah harus melakukan pembatasan penggunaan BBM subsidi dengan mekanisme yang bisa diterapkan (applicable)," ujarnya, dalam keterangannya, Kamis (5/10).
Menurutnya, pemerintah perlu mengatur pembelian Pertalite dengan hanya memperbolehkan bagi kendaraan roda dua, serta kendaraan angkutan penumpang dan barang.
"Mekanisme pembatasan itu dengan menetapkan dalam Perpres bahwa konsumen BBM subsidi adalah kosumen pemilik sepeda motor dan kendaraan angkutan penumpang dan barang," sarannya.
Senada, anggota Komisi VII DPR, Mulyanto mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi lonjakan permintaan BBM jenis Pertalite usai kenaikan harga BBM non-subsidi.
Ia pun memperkirakan, akan ada masyarakat yang beralih mengonsumsi BBM dengan harga yang lebih murah pascakenaikan harga BBM non-subsidi .
"Ya saya rasa migrasi ini tetap berpotensi, apalagi revisi Perpres pembatasan penggunaan BBM bersubsidi belum diterbitkan. Itu sebabnya kami minta pemerintah segera mengantisipasi terjadinya migrasi ini, termasuk kemungkinan penambahan kuota BBM bersubsidi," katanya, dalam keterangannya, Rabu (4/10).
Mulyanto menyatakan, dari pertemuan terakhir Komisi VII DPR dengan Dirut Pertamina Patra Niaga, dilaporkan bahwa prognosis penyerapan Pertalite masih dalam batas aman kuota BBM bersubsidi tahun 2023.
Meski demikian, ia berujar, pemerintah perlu membuat rencana cadangan (contingency plan) untuk mengantisipasi lonjakan permintaan BBM bersubsidi. Jangan sampai ketika peristiwa itu terjadi, pemerintah justru panik dan tidak punya solusi.
"Rasanya Pemerintah perlu mempertimbangkan penambahan kuota BBM bersubsidi agar kebutuhan masyarakat terpenuhi," ujarnya.
"Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah harus bisa memberi solusi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM murah. Bukan malah menghapus atau mengurangi kuota. Yang ada nanti masyarakat antre di SPBU-SPBU," sambungnya.
Mulyanto mengungkapkan, opsi penambahan kuota BBM bersubsidi itu sangat terbuka. Dengan memperhatikan perkembangan situasi terbaru, pemerintah dan DPR bisa saja menetapkan kuota baru.
"Nantinya tinggal ditentukan berapa besaran penambahan kuota yang diperlukan, sambil melihat kemampuan keuangan negara untuk menunjang perubahan tersebut," jelasnya.
"Namun, kita lihat saja perkembangannya 3 bulan ke depan. Kalau dugaan saya, kelebihan kuota Pertalite ini tidak akan terlalu besar," sambungnya. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Tribunnews/Chaerul Umam)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.