Pencalonan Gibran sebagai Cawapres Prabowo Terus Jadi Sorotan
pencalonan Gibran disebut sebagai bentuk political disobidience atau ketidaktaatan politik terhadap konstitusi.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM) terus menuai sorotan.
Hal itu terutama terkait dengan umurnya yang masih 36 tahun, tidak sejalan dengan UU Pemilu yang menetapkan batas usia capres-cawapres 40 tahun, meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberi peluang bagi kepala daerah yang dipilih lewat pemungutan suara.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut pencalonan Gibran sebagai bentuk political disobidience atau ketidaktaatan politik terhadap konstitusi.
"Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia," katanya, dalam keterangan tertulis, Minggu (29/10).
Ia pun menyinggung fakta keterangan yang didapatnya dari sejumlah ketua umum parpol, yang merasakan kuatnya tekanan kekuasaan dalam mata rantai pencalonan Gibran.
Adapun, politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengecam putusan MK yang membolehkan capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun asalkan pernah punya pengalaman menjadi kepala daerah, yang membuka jalan bagi pencalonan Wali Kota Solo itu.
Menurut dia, putusan itu adalah putusan kaum tiran. “Ini bukan persoalan menang kalah. Putusan MK itu adalah putusan kaum tiran yang ingin memaksakan pelanggengan kekuasan tadi," ujarnya, dalam dialog yang digelar di Jakarta, Minggu, (29/10), dikutip dari tayangan di kanal YouTube Kompas TV.
Ketika ditanya tentang arti tiran, Masinton berujar bahwa tiran adalah orang yang ingin memaksakan kehendaknya. Ia meyakini putusan itu membahayakan demokrasi di tanah air.
“Itu bukan putusan atas nama konstitusi, tetapi itu putusan kaum tirani yang menggunakan tangan-tangan Mahkamah Konstitusi. Bahayanya apa? Bahayanya adalah kita semua tidak ada kepastian dalam menyelenggarakan proses demokrasi," tukasnya.
Masinton menganggap kondisi demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. "Tadi sudah saya sampaikan juga skenario. Artinya apa? Bahwa kini kita sedang tidak baik-baik saja. Kita tidak ingin pemilu ini hanya menjadi ajang ritual, ajang prosedural formal. Hari ini ada ancaman yang sangat serius terhadap amanat reformasi dan tegaknya konstitusi dan demokrasi," paparnya.
Digugat
Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) oleh seorang warga bernama Demas Brian Wicaksono. Demas merasa KPU melanggar hukum karena menerima berkas pendaftaran bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka.
Ini bukan kali pertama Demas menggugat tahapan kepemiluan. Sebelumnya, ia juga pernah menggugat ke MK soal sistem proporosional. Judicial review ke MK itu diajukan pada 6 Desember 2022 lalu dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Demas diketahui adalah kader PDI Perjuangan. Demas juga tercatat sebagai dosen sekaligus Wakil Dekan I Fakultas Hukum di Universitas 17 Agustus (Untag) Banyuwangi.
Dalam gugatan ke PN Jakpus, Demas menilai perbuatan yang dilakukan oleh KPU RI bertentangan atau melanggar ketentuan pasal 13 ayat (1) huruf q Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 19/2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur syarat batas usia paling rendah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden adalah minimal berusia 40 Tahun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.