Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Anwar Usman Gantian Bongkar Borok Konflik Kepentingan Era Jimly Sampai Mahfud MD di MK

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengklarifikasi bahwa konflik kepentingan dalam memutus perkara bukan hal yang baru terjadi.

TRIBUNNEWS
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). Anwar Usman angkat bicara usai dirinya diberhentikan secara tidak hormat dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Anwar merasa menjadi objek politisasi atas berbagai keputusan tersebut. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNJATENG.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengklarifikasi bahwa konflik kepentingan dalam memutus perkara bukan hal yang baru terjadi.

Contohnya, pada masa kepemimpinan Jimly sebagai Ketua MK pada tahun 2003, juga pernah terjadi konflik kepentingan.

Pada saat itu, Jimly memutus perkara Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, dan Putusan Nomor 5/PUUIV/2006 yang membatalkan Pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap Hakim Konstitusi.

Kemudian, pada era kepemimpinan Prof Mahfud MD, terdapat putusan nomor 48/PUU-IX/2011 dan putusan nomor 49/PUUIX/2011.

Selanjutnya, di era kepemimpinan Hamdan Zoelva, terdapat putusan nomor 97/PUUXI/2013 dan putusan nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK.

Anwar menjelaskan bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi atau individual serta privat.

Oleh karena itu, sesuai dengan yurisprudensi dan norma hukum yang berlaku, Anwar tetap memutus perkara 96/PUU-XVIII/2020.

Anwar menegaskan bahwa jika ia melakukan sebaliknya, maka itu sama saja dengan menghukum dirinya sendiri, karena tidak sesuai dengan keyakinannya sebagai Hakim dalam memutus perkara.

Menurut Anwar, keputusan tentang lolos atau tidaknya salah satu Capres-Cawapres terkait batas usia tidak ditentukan oleh para hakim MK yang mengusungnya dalam Pilpres 2024.

Keputusan tersebut akan ditentukan oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Sebelumnya, Anwar sudah mengetahui rencana politisasi dan pemecatan dirinya dari jabatan Ketua MK.

Namun, ia tetap menjalankan kewajibannya untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai tanggung jawab jabatannya.

Meski ia yang membentuk MKMK untuk mengadili pelanggaran etik, MKMK justru melanggar peradilan etik dengan membuat proses sidang etik terbuka untuk umum, yang seharusnya tertutup.

Ini dianggap melanggar aturan dan tujuan dibentuknya MKMK untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi.

Anwar Usman juga menegaskan bahwa ia tidak akan mengorbankan jabatan, martabat, dan kehormatannya hanya untuk meloloskan salah satu pasangan Capres maupun Cawapres.

Ia menganggap perkara PUU Pemilu yang ia tangani hanya menyangkut norma dan pengambilan putusan perkara itu bersifat kolektif dan kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan hanya oleh seorang Ketua MK.

Sumber: WartaKota

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved