Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kasus Pabrik Narkoba di Semarang

Peracik Ekstasi Pabrik Narkoba di Palebon Semarang Minta Bebas, Berdalih Jadi Korban TPPO

eracik pil ekstasi di Palebon Pedurungan Kota Semarang, Aldina Rahmat Danny (ARD) dituntut pidana penjara  seumur hidup. 

Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Nasrul Saftiar Dongoran paparkan pembelaan terhadap peracik ekstasi Aldina Rahmat Danny (ARD) di Palebon Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Peracik pil ekstasi pabrik narkoba di Palebon Pedurungan Kota Semarang, Aldina Rahmat Danny (ARD) dituntut pidana penjara seumur hidup. 

Terdakwa melalui penasihat hukumnya Nasrul Saftiar Dongoran meminta agar dibebaskan dari jerat hukum.

Menurutnya kliennya itu merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berupa eksploitasi pemaksaan meracik bahan kimia. Terdakwa saat itu diperintah seseorang bernama Kapten yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"ARD harus dibebaskan karena dia adalah korban TPPO. Negara harus melindungi, harus memberi keadilan dan paling penting aparat penegak hukum bersama dengan ARD mengungkap pelaku utama, itu harapan kami," ujarnya saat di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (21/11/2023).

Baca juga: Pabrik Narkoba di Semarang & Tangerang Digerebek, 30 Menit Bisa Produksi 3 Ribu Pil Ekstasi

Baca juga: Cetak 3.000 Pil Ekstasi dalam 30 Menit, Tersangka Pabrik Ekstasi di Tangerang Belajar saat di Lapas 

Baca juga: Polisi Gerebek Pabrik Ekstasi di Semarang, Susilo Curiga Saat Penghuni ke Masjid dalam Kondisi Sakau

Menurutnya tuntutan hukuman seumur hidup kasus pabrik ekstasi di Semarang yang dilayangkan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa sangat menyakitkan. Sebab pada fakta persidangan terdakwa merupakan korban yang ditipu, dan diekploitasi untuk menjalankan bisnis haram.

"Penuntut umum, dan  hakim agar melihat posisi ini tidak seimbang. Posisi yang kemudian korban di ekploitasi ini harusnya dikedepankan sesuai dengan UU TPPO bahwa dia adalah korban. Harus dilakukan perlindungan rehabilitasi dan upaya perlindungan terhadap korban," jelasnya. 

Ia menyayangkan JPU tidak melihat fakta persindangan yang menyatakan bahwa ARD ini dipaksa dan diperintah oleh Kapten agar mengikuti perintahnya.

Kliennya  hidup dalam tekanan karena diawasi CCTV selama 24 jam di rumah produksi itu, serta diawasi juga oleh orang-orang dari Kapten. 

"Mereka memang merasa terancam, dan merasa takut. Dia bercerita ke ibunya dia sempat diancam, ketakutan saat peristiwa penangkapan," tandasnya.

Di sisi lain Nasrul mengatakan kliennya terjerumus bisnis haram itu berawal ketika mendapat tawaran dari terdakwa lain yakni MS untuk menjadi tukang bersih-bersih dan menjaga rumah di Kota Semarang.

Kliennya  menerima tawaran itu karena baru saja terkena PHK.

ARD niatnya mencari pekerjaan yang halal malah terjebak direkrut dan dieksploitasi memproduksi obat terlarang. 

Menurut Nasrul, karena hal itulah kliennya bisa disebut menjadi korban TPPO.

Dirinya menyebut terdapat beberapa aspek TPPO terpenuhi di antaranya korban ditipu, korban diancam, kemudian korban dieksploitasi bahkan tidak diupah.

Kliennya hanya mendapatkan makan selama berada di rumah Jalan Kauman No 10 Palebon. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved