Berita Aceh
Ditolak Masuk Wilayah Malaysia, Pengungsi Palestinanya Asia Berduyun-duyun Masuk Indonesia
Terhitung sepekan periode 14-21 November 2023, sebanyak 1.084 pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar, mendarat di beberapa daerah di Aceh
TRIBUNJATENG.COM, ACEH - Terhitung sepekan periode 14-21 November 2023, sebanyak 1.084 pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar, mendarat di beberapa daerah di Aceh dengan menggunakan perahu kayu.
Meski warga setempat menolak kedatangan mereka, namun pengungsi ini nekat berenang ke daratan pulau-pulau di provinsi Aceh.
Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Aceh telah mendata semua imigran Rohingya tersebut. Pada 14 November 2023, mendarat Rohingya di Pidie sebanyak 194 orang dengan rincian 40 pria dewasa dan 49 wanita dewasa serta 105 anak-anak.
Esoknya, 15 November, Pidie kembali kedatanganpengungsi etnis Rohingya 147 orang dengan rincian 30 pria dewasa, 38 wanita dewasa serta 79 anak-anak.
Untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, gelombang Rohingya kembali mendarat di Pidie pada 19 November 2023. Kali ini berjumlah 232 orang dengan rincian 67 pria dewasa, 87 wanita dewasa dan 78 anak-anak.
Pada hari yang sama, 19 November, Rohingya juga mendarat di Bireuen sebanyak 256 orang dengan rincian 62 pria dewasa, 69 wanita dewasa serta 125 anak-anak.
Pada 19 November di Aceh Timur juga kedatangan imigran Rohingya sebanyak 36 orang dengan rincian 7 pria dewasa, 7 wanita dewasa dan 22 anak-anak.
Gelombang lain terjadi pada 21 November 2023 di Sabang sebanyak 219 orang dengan rincian 72 pria dewasa, 91 wanita dewasa serta 57 anak-anak.
Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Aceh, Ujo Sujoto, mengatakan pentingnya kolaborasi unit pelaksana teknis Imigrasi di dalam wilayah kerja masing-masing.
Dalam penanganan pengungsi di lapangan dilaporkan oleh unit pelaksana teknis keimigrasian bahwa koordinasi terus dilakukan dengan pemerintah daerah dan juga pihak-pihak lain, yaitu kepolisian setempat, angkatan laut setempat, IOM dan UNHCR.
Sebagai salah satu wujud kolaborasi saat ini, Divisi Keimigrasian bersama dengan beberapa pemerintah daerah di Aceh yang bertindak sebagai penanggung jawab penampungan pengungsi telah menyepakati untuk menempatkan pengungsi di gedung eks Kantor Imigrasi Kelas II TPI Lhokseumawe di Kota Lhokseumawe.
"Adapun penggunaan gedung eks Kantor Imigrasi Kelas II TPI Lhokseumawe ini disetujui oleh Direktorat Jenderal Imigrasi," kata Ujo Sujoto.
Penampungan itu akan dilakukan selama tiga bulan. Saat ini dari keseluruhan pengungsi ditampung di penampungan eks gedung Kantor Imigrasi.
Kelas II TPI Lhokseumawe adalah sebanyak 292 orang dan sedang dalam perjalanan menuju eks gedung Kantor Imigrasi Kelas II TPI Lhokseumawe sebanyak 219 orang pengungsi dari Sabang.
Dengan demikian jumlah total yang ditampung saat ini akan menjadi 511 orang, sementara sisanya yang berjumlah 573 orang masih tersebar di Mina Raya di Pidie sebanyak 341 orang, serta di kulee Pidie sebanyak 232 orang.
Tunggu Kebijakan
Sejak pertama kali kedatangan para pengungsi Rohingya pada 14 November lalu, Pemerintah Kabupaten Pidie menyatakan bahwa mereka “masih menunggu kebijakan dari pemerintah pusat” soal bagaimana menangani para pengungsi.
Ratusan pengungsi yang tiba di wilayah Pidie kini ditempatkan sementara di tenda yang didirikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sedangkan konsumsi mereka ditanggung oleh UNHCR.
“Pemerintah daerah sedang menunggu kebijakan pemerintah pusat karena sudah beberapa kali meeting melalui Zoom tapi belum ada kepastian,” kata Penjabat Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto, Rabu (22/11). Wahyudi juga mengutarakan “akan menolak” jika ada pengungsi lainnya yang mendarat di wilayah Pidie.
Kebingungan soal mekanisme penanganan pengungsi ini juga disuarakan oleh Ketua Komisi 1 DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Falarky. Menurutnya, sikap pemerintah pusat yang belum jelas membuat penanganan pengungsi oleh pemda pun menjadi tidak maksimal.
“Misalnya soal penggunaan anggaran, tidak ada peraturan baku mengenai penanganan pengungsi Rohingya anggarannya dari mana? Pemerintah daerah tidak bisa menggunakan anggaran karena regulasinya juga tidak jelas,” papar Usman.
Palestina-nya Asia
Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Ann Mayman, menyebut situasi di lapangan sudah “lebih stabil” dan pihaknya mengupayakan agar para penduduk lokal bisa memahami situasi yang dihadapi oleh para pengungsi Rohingya.
“Penting untuk memahami siapa para pengungsi Rohingya ini. Beberapa pihak menyebut mereka sebagai Palestina-nya Asia, tapi mereka tidak mendapat perhatian yang sama seperti yang kita berikan kepada orang-prang Palestina. Di sini lah masalahnya,” kata Mayman.
“Semua orang berpaling dan menganggap mereka kriminal, dan itu sangat tidak tepat. Mereka adalah orang-orang yang rentan. Mereka tidak punya kewarganegaraan. Mereka membutuhkan perlindungan,” kata dia.
Chris Lewa dari Arakan Project mengatakan rentetan kedatangan pengungsi Rohingya ini tak lepas dari memburuknya situasi keamanan di Cox’s Bazaar setelah enam tahun mereka ditempatkan di sana.
Menurutnya, terdapat sejumlah kelompok bersenjata yang bertikai satu sama lain di kamp pengungsian. Sebagian pengungsi dan pemilik toko diminta untuk membayar “pajak” kepada kelompok bersenjata ini. Krisis global juga membuat lebih sedikit dana didonasikan kepada para pengungsi Rohingya.
Uang makan yang sebelumnya diberikan sebesar US$12 per bulan untuk per orang, telah dikurangi menjadi US$8.
ASEAN Belum Berperan
Menurut Lewa, upaya ASEAN untuk mengatasi krisis di Myanmar tak terlihat berprogres hingga saat ini. Situasi di Myanmar justru semakin kompleks dengan munculnya berbagai faksi yang berkonflik.
ASEAN selama ini mengacu pada lima poin kesepakatan (five points consensus/5C) terhadap situasi di Myanmar.
“Militer Myanmar mulanya setuju untuk mengeimplementasikan kesepakatan itu, tapi sekarang saya rasa ASEAN pun sudah benar-benar buntu, mereka hanya mengulang-ulang kesepakatan yang sama, tapi tidak ada progres,” jelas Lewa.
Jika tidak ada mekanisme dan kesepakatan regional yang jelas untuk menangani pengungsi, dia khawatir negara-negara ASEAN akan kewalahan ketika situasi ini mencapai puncak krisisnya.
Dalam posisi itu, Indonesia yang selama ini masih mengizinkan para pengungsi untuk mendarat bisa saja menerapkan kebijakan untuk menghalau dan mengembalikan para pengungsi ke laut, seperti yang dilakukan Malaysia. “Kalau Indonesia menerapkan itu, maka itu akan menjadi bencana. Lalu ke mana lagi mereka harus berlabuh?” katanya.
Baca juga: Gus Samsudin Pamer Uang Jatah Istri Seminggu Rp 100 Juta: Cari Uang Sampean Pikir Susah, Mudah Tahu
Baca juga: Firli Tersangka : Abraham Samad, Harun Al Rasyid sampai Novel Baswedan Cukur Gundul
Baca juga: Menengok Desa Bentangan Klaten Penghasil Aneka Gerabah Berbahan Tanah Liat Asli Tanpa Cat
Baca juga: Permendag soal E-commerce Sebabkan Banyak PHK, Kok Bisa? Ini Alasannya
Skandal Cinta Terlarang Camat di Mobil Dinas Gegerkan Warga Aceh |
![]() |
---|
Dinding Kamar Jadi Saksi, Herawati Tewas Diduga Dicekik Suami Akibat Cemburu Chat Medsos |
![]() |
---|
Tiga Pelaku Penyelundupan Rohingya Ditangkap di Aceh , 25 Pengungsi Kabur dari Tempat Penampungan |
![]() |
---|
Kapal Tenggelam di Belawan, Satu Balita Tewas dan Satu Hilang |
![]() |
---|
Gara-gara Berkokok terlalu Keras, Hakim Perintahkan Sang Ayam Ini Disembelih, Ini Cerita Lengkapnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.