Pengungsi Rohingya
BAB di Tambak Ikan Warga, Pengungsi Rohingya Kini Dipindahkan Jauh dari Pekampungan Warga
Gara-gara buang air besar sembarangan 180 pengungsi Rohingya yang ditampung di pinggir Pantai Gampong Blang Raya, Kabupaten Pidie, dipindahkan.
TRIBUNJATENG.COM - Gara-gara buang air besar sembarangan 180 pengungsi Rohingya yang ditampung di pinggir Pantai Gampong Blang Raya, Kabupaten Pidie, dipindahkan.
Mereka dipindahkan jauh dari pemukiman warga setempat yang kesal dengan ulah mereka yang BAB sembarangan.
Keuchik Gampong Batee Zakaria menyatakan bahwa pemindahan tersebut dilakukan karena pengungsi Rohingya telah mengganggu masyarakat setempat dengan tindakan buang air besar (BAB) ke tambak milik warga.
Baca juga: 20 Kapal Pengungsi Rohingya Menuju Aceh, Terkuak Lewat Percakapan Viral di Media Sosial
Baca juga: 8 Pengungsi Rohingya Diamankan di Perbatasan Indonesia-Timor Leste, Pakai KTP Palsu
"Tentu saja, tindakan tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan potensi konflik antara pengungsi dan masyarakat lokal," terangnya.
Namun, perlu diakui bahwa masalah ini mungkin merupakan hasil dari kurangnya persiapan infrastruktur dan koordinasi yang memadai dalam menanggapi kehadiran pengungsi.
Keuchik Zakaria menegaskan bahwa masyarakat sebelumnya menolak kedatangan etnis Rohingya, namun, mereka setuju untuk menampung sementara atas permintaan Pemerintah Kabupaten Pidie.
Dalam kondisi ini, mungkin perlu dipertanyakan apakah pemerintah setempat telah menyediakan infrastruktur yang memadai untuk menangani kebutuhan dasar pengungsi, seperti tempat buang air.
Sementara itu, Protection Associate UNHCR Yance Tamaela menjelaskan bahwa pihaknya telah berusaha mencari solusi bersama kepolisian dan tokoh masyarakat.
Meskipun ada kesepakatan untuk menempatkan pengungsi di tenda di pesisir, keluhan warga terkait perilaku pengungsi menunjukkan bahwa perlu tindakan lebih lanjut.
Dalam melihat permasalahan ini, perlu diambil pendekatan holistik.
Pertama, pemerintah setempat harus bekerja lebih keras untuk menyediakan fasilitas dasar, termasuk tempat buang air, sehingga pengungsi dapat hidup dengan layak tanpa mengganggu masyarakat setempat.
Kedua, komunikasi yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat, dan UNHCR harus dibangun untuk mengatasi ketidaksetujuan awal dan membangun pemahaman bersama.
Pentingnya memberikan pendidikan kepada pengungsi tentang norma-norma dan budaya lokal juga tidak boleh diabaikan.
Dengan pendekatan ini, diharapkan ke depannya dapat tercipta kerjasama yang harmonis antara pengungsi Rohingya dan masyarakat Gampong Blang Raya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.