Meski Kecewa, Cak Imin Minta Jokowi Tiru SBY Cuti untuk Kampanye
Jokowi tak menunjukkan sikap sebagai seorang pemimpin Indonesia yang mestinya berdiri di atas semua golongan, termasuk mengayomi semua kontestan
TRIBUNJATENG.COM, BADUNG - Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar meminta Presiden Jokowi meniru sikap Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jika ingin ikut berkampanye memenangkan paslon tertentu di pilpres 2024.
SBY diketahui sempat mengajukan cuti ikut berkampanye untuk memenangkan Partai Demokrat di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014. Saat itu, SBY masih menjabat presiden.
“Kalau (Jokowi) berpihak, harus cuti segera. Kami hormat kepada Pak SBY, dan Pak Jokowi tolong belajar dari Pak SBY,” ujarnya, di kawasan Badung, Bali, Jumat (26/1).
Ia juga kembali menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Jokowi yang mengatakan sebagai presiden punya hak untuk berkampanye dan berpihak di pilpres 2024.
Baginya, Jokowi tak menunjukkan sikap sebagai seorang pemimpin Indonesia yang mestinya berdiri di atas semua golongan, termasuk mengayomi semua kontestan pada pilpres 14 Februari nanti.
“Ya kami sangat bersedih kalau punya presiden, kemudian memilih jalan yang tidak untuk semua,” ucapnya.
Cak Imin menyebut, masyarakat pun protes dengan sikap Presiden Jokowi itu. Menurut dia, masyarakat ingin Jokowi tetap netral pada kontestasi elektoral 14 Februari.
“Kok tiba-tiba presiden enggak mau netral itu loh, kenapa? Tapi, hampir seluruh rakyat protes, presiden harus tetap netral dan tidak berpihak pada siapa pun,” tuturnya.
Baginya, penolakan ketidaknetralan Jokowi menunjukkan adanya gerakan perubahan di masyarakat. “Penolakan terhadap presiden tidak netral dan harus netral menunjukkan suara perubahan nyata, dan menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia,” bebernya.
Ia menekankan, semestinya Jokowi tetap berada di tengah semua pihak yang berkontestasi. Sebab, sebagai pemimpin tertinggi di Tanah Air, nantinya Jokowi bisa mendamaikan pihak-pihak yang berseteru karena pilpres 2024.
Namun, Cak Imin berujar, situasi itu tidak akan tercapai jika mantan Wali Kota Solo itu tak mengambil sikap sebagai negarawan. “Kalau ada pendukung A, pendukung B, bentrok. Presiden memihak, piye? Repot enggak?" tukasnya.
"Ini tanda-tanda zaman kebenaran akan terwujud, rakyat sudah berani bersuara. Oleh karena itu saya meyakini dan menyaksikan gelombang perubahan itu tidak bisa dibendung,” sambungnya. (Kompas.com/Tatang Guritno)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.