Opini
Utamakan Bangun Jiwanya, Bukan Bangun Perutnya
Metode pembelajaran berbasis proyek dicatat oleh Sutari Imam Barnadib (1983) sebagai sebuah pembaharuan pendidikan yang santer berkembang
oleh Setia Naka Andrian
TRIBUNJATENG.COM - Napas pendidikan yang kian harus digenjot pada masa kini dan selanjutnya adalah pendidikan yang menyuguhkan mata pelajaran atau mata kuliah berbasis Outcomes Based Education (OBE). Sebuah sistem pendidikan yang bermuara luaran pada apa yang dikerjakan, dan tentu segala itu menjadi pengalaman belajar yang tak terlupakan bagi para siswa dan mahasiswa. OBE mendorong terwujudnya pendidikan berbasis hasil, yang sudah pasti pada prosesnya adalah kerja-kerja pembelajaran yang ditekankan para praktik.
Setidaknya, mereka sepenuhnya menjadi subjek, bukan sebatas menjadi objek pendidikan. Itulah sebabnya, dalam gelaran kampanye pemilihan presiden 2024, ketiga calon presiden dan wakil presiden menjadikan pendidikan menjadi janji terpenting dalam program-program yang dikampanyekan. Dengan dalih, bahwa pendidikan merupakan investasi penting yang disiapkan untuk generasi penerus bangsa. Seperti halnya bagi Ganjar Pranowo, bahwasanya investasi pendidikan adalah kunci masa depan Indonesia. Maka tak ayal lagi, bersama Mahfud MD, Ganjar ingin sungguh-sungguh kerjakan program pada sektor pendidikan. Di antaranya, satu anak dari keluarga miskin dikuliahkan negara, setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia dibangun SMK berasrama gratis, siswa SD sampai SMA di seluruh Indonesia diberi hand phone (ponsel) gratis dan kuota internet bulanan gratis, wajib belajar 12 tahun gratis, guru-dosen sejahtera, berkualitas, dan kompeten.
Kali ini, dapat kita lihat pada fokus upaya strategis dalam bidang pendidikan yang digelorakan melalui program integrasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Bahwasanya, pendidikan vokasi menjadi penting jika kita menengok pada proses pembelajaran berbasis OBE. Oleh karena, proses pendidikan vokasi atau kejuruan tersebutlah yang menggenjot pada penguasaan keahlian tertentu hingga bermuara pada luaran. Tentu kita pahami, bahwasanya upaya tersebut sudah dilakukan oleh Ganjar Pranowo di Jawa Tengah sejak tahun-tahun awal menjabat gubernur pada 2014, awalnya didirikan SMK N Jawa Tengah di Semarang dan Kab. Pati, kemudian berlanjut pada 2017 di Kab. Purbalingga.
Metode pembelajaran berbasis proyek dicatat oleh Sutari Imam Barnadib (1983) sebagai sebuah pembaharuan pendidikan yang santer berkembang di seluruh Eropa sudah sejak abad 20, sebagai proyek yang bertumpu kegiatan itu siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memilih, merancang, dan memimpin pekerjaannya. Sudah tentu, segalanya hampir mendekati dengan keadaan yang sebenarnya yang dihadapi oleh pekerja atau praktisi ahli dalam bidang tersebut.
Hal tesebut tentu sejalan dengan perkembangan pandangan belajar generasi saat ini yang sudah pasti mereka dapat sepenuhnya mendapatkan apa saja di luar kelas. Segala informasi dapat dengan mudah diakses mereka. Sebab saat ini, guru atau pengajar di kelas bukan lagi segala-galanya sumber bagi siswa dalam menimba informasi. Mereka sudah kian bosan melihat teori-teori yang terlalu banyak diluapkan di ruang kelas. Setidaknya, proses pembelajaran dengan penggemblengan menuju outcome (hasil) tadi menjadi keutamaan mereka. Pendidikan dikembalikan menjadi sebenar-benarnya kawah candradimuka yang menempa siswa dengan berbagai pengalaman nyata dan yang terpenting adalah perlu atau penting untuk dilakukan mereka dalam proses belajarnya.
Jadi, sudah pasti segala itu merupakan upaya berarti mengenai program pendidikan yang ditawarkan pada salah satu program unggulan Ganjar - Mahfud melalui program pendidikan SMK berbasis asrama untuk masyarakat tidak mampu yang akan dikembangkan ke seluruh Indonesia. Terlebih pada program penunjang pendidikan melalui kuota internet bulanan gratis dan hand phone (ponsel) gratis kepada segenap siswa di seluruh Indonesia dari jenjang SD hingga SMA.
Tawaran program pendidikan yang dijanjikan itu tentu lebih berarti. Nalar membangun yang diutamakan pada pembangunan jiwa, bukan perutnya. Apalagi jika kita simak kembali bagaimana penggalan lagu Indonesia Raya: bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk indonesia raya. Sederhananya dalam kita maknai, bagaimana terlebih dahulu berupaya membangun jiwanya, kemudian membangun badan atau raganya. Pembangunan ‘pendidikan’ jiwanya itulah sebagai modal utama.
Seseorang akan ditempa melalui ‘pembangunan’ pendidikan dalam jiwanya, melalui penempaan dari dalam, melalui motif-motif batin dalam diri manusia. Kemudian, seseorang jika sudah terbentuk jiwanya, berhasil terbangun pendidikan dalam dirinya, maka sudah pasti urusan perut dan segala macam mengenai kebutuhan hidupnya akan selesai atas skill (keterampilan) yang dimiliki. Jika memang, dalam upaya proses pendidikannya pula didasarkan pada kerja-kerja yang diupayakan pada kemampuan mencipta sesuai bidangnya masing-masing. Sesuai dengan pilihannya masing-masing.
Mereka akan lebih mandiri menentukan arah kemampuan dan kreativitas yang dimiliki. Tugas pemerintah adalah memberi fasilitas, memberi modal pada prosesnya, bukan lagi sebatas pada kebutuhan perutnya. Misalnya saja, tidak sedikit di antara anak-anak usia sekolah mulai SD hingga SMA, ketika ditanya cita-citanya, jawabannya sudah sangat beragam. Bukan lagi jawaban cinta-cita ingin menjadi PNS, Polisi atau TNI saja. Mereka sudah lantang menjawab ingin melabuhkan diri pada kerja konten kreatif, usaha kreatif, dan pekerjaan-pekerjaan lain di sekitar upaya kemandirian menciptakan lapangan kerja sesuai dengan kegemarannya.
Pemberian kuota gratis dan ponsel gratis tentu menjadi jawaban terbaik dan lengkap. Tidak hanya diberi ponsel saja atau diberi kuota internet saja. Sebab bisa jadi, masyarakat kurang mampu tidak semua memiliki ponsel. Atau jika memiliki, bisa jadi hanya satu atau terbatas tiap-tiap keluarga kurang mampu itu, yang berujung rebutan antara anak satu dengan anak lainnya. Hanya saja, tentu regulasi dan pengawasannya harus benar-benar terpantau baik serta harus tepat sasaran. Kuota internet bulanan gratis dan ponsel gratis tersebut harus benar-benar diberikan kepada para siswa dari keluarga kurang mampu.
Terlebih, niat baik itu akan terealisasikan jika nanti dimulai dengan upaya Ganjar-Mahfud untuk menciptakan SMK boarding (asrama) ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Segenap siswa akan hidup bersama-sama. Semua kebutuhan hidup dan kebutuhan sekolah pun disediakan gratis. Mulai dari asrama gratis, makan-minum, seragam, sepatu, buku, tas, praktikum hingga untuk keperluan wisuda ketika mereka lulus sekolah. Akan kian lengkap, jika mereka diberi kuota internet bulanan gratis dan ponsel gratis. Mereka akan menangkap berbagai informasi dan peluang lebih untuk melihat laku-laku kerja kreatif yang dilakukan oleh siswa atau generasi bangsa di seluruh dunia melalui ponsel dengan internet yang menjangkau dunia itu.
Jika menyimak kembali apa yang ditegaskan Barnadib tadi, bahwasanya upaya terbaik pemerintah adalah menyiapkan generasi muda menjadi manusia Indonesia seutuhnya melalui penempaan ‘kawah candradimuka’ pendidikan yang kemudian sepenuhnya mampu menghadapi segala tantangan zaman. Bagaimana mereka sudah sejak proses belajar diberi ruang seluas-luasnya untuk memilih, merancang, dan mengelola pekerjaannya. Sudah pasti, mereka akan bertanggung jawab atas segala yang telah dipilih dan digemarinya itu. Sebab, mereka telah benar-benar mendapatkan kesempatan untuk menentukan pilihannya. Mereka pula yang kemudian akan mendapati persoalannya masing-masing dalam menjalani proses. Maka, dengan sendirinya mereka akan melewati rangkaian pembentukan pengetahuan dan watak dalam dirinya. Dalam jiwanya, bukan dalam perutnya!***
| Kampus: Wahana Kaderisasi Pemimpin Bangsa |
|
|---|
| Bukan Lagi Sembako, Tapi Bahan Nasi Goreng yang Pengaruhi Ekonomi Indonesia |
|
|---|
| Janji Manis Makan Bergizi Gratis: Antara Populisme dan Realita Pahit |
|
|---|
| Strategi Komunikasi Digital: Membangun Pesan Efektif dan Berdaya Saing Global |
|
|---|
| Menghidupkan Tradisi Bertanya di Kelas |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Setia-Naka-Andrian-akademisi-dan-penulis-sastra-Buku-esainya-Remang-Remang-Kontemplasi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.