Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Imlek 2024

Kongco Kelenteng Tertua, Resep Obat Penyembuh dan Perekat Toleransi di Bumi Kartini 

Meski agamanya beda tapi kita tak ada masalah. Toleransi bahkan kita perkuat. Kalau di sini toleransi itu tak sekadar teori, tapi langsung praktik

Penulis: Muhammad Olies | Editor: Muhammad Olies
Tribun Jateng/Muhammad Olies
Warga terlihat beraktivitas di Kelenteng Hian Thian Siang Tee Welahan Jepara jelang Imlek 2575, Jumat (9/2/2024) 

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Dicky Sugandi, Suwoto dan Sutikno terlihat sibuk menyiapkan berbagai hal terkait kegiatan Sembahyang Menyambut Malam Imlek 2575, Jumat (9/2/2024) siang.

Kegiatan sembahyang "menjemput harapan" tahun baru China di Kelenteng Hian Thian Siang Tee yang berada di Desa/Kecamatan Welahan, Jepara itu akan dilaksanakan pada Jumat malam mulai pukul 23.00 WIB - 00.00 WIB. Lalu setelah itu dilanjutkan dengan penyalaan lilin dan pelita yang memiliki filosofi untuk pencerahan kehidupan.

Ketiga orang yang usianya masing-masing sudah setengah abad lebih ini merupakan sosok penting di Kelenteng Welahan Jepara yang didirikan pada tahun 1600. Dicky Sugandi merupakan Ketua Yayasan Kelenteng Welahan, Suwoto Sekretaris sedang Sutikno merupakan Biokong atau juru kunci kelenteng yang disebut tertua di Indonesia ini.

Uniknya meski beraktivitas di kelenteng, namun agama yang dianut ketiga orang ini berbeda. Dicky dan Suwoto beragama Buddha, sedang Sutikno penganut agama Islam.

Selain mereka bertiga, ada belasan warga dengan beragam latar belakang agama yang juga mengabdi di Kelenteng Welahan. Ada yang beragama Buddha, Islam hingga Kristen Katolik.

"Meski agamanya beda tapi kita tak ada masalah. Toleransi bahkan kita perkuat. Kalau di sini toleransi itu tak sekadar teori, tapi langsung praktik sehari-hari," kata Dicky Sugandi.

Dicky Sugandi hingga Suwoto saat beraktivitas di Kelenteng Welahan, Jepara. Kelenteng ini bisa menjadi contoh praktik toleransi yang berjalan alami dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dicky Sugandi hingga Suwoto saat beraktivitas di Kelenteng Welahan, Jepara. Kelenteng ini bisa menjadi contoh praktik toleransi yang berjalan alami dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. (Tribun Jateng/Muhammad Olies)

Baca juga: Perayaan Imlek 2575 di Klenteng Hok Tek Bi Jepara, Lilin-lilin Pelita Dinyalakan

Baca juga: Semarak Barongsai dan Leang Leong Tahun Baru Imlek, Kelenteng Hok Tik Bio Pati Doakan Pemilu Damai

Kegiatan Dicky, pengurus yayasan dan elemen lain di Kelenteng Welahan, tak melulu urusan peribadatan, namun ada juga aktivitas sosial kemasyarakatan hingga membantu pengobatan ala Sinse China yang telah eksis sejak ratusan tahun lalu. Pengobatan ini gratis tanpa dipungut sepeserpun.

Pengobatan tradisional ini yang membedakan Kelenteng Welahan dengan lainnya. Bahkan aktivitas pengobatan ini sudah dilakukan saat Kelenteng Welahan didirikan oleh dua bersaudara, yaitu Tan Siang Hoe dan Tan Siang Djie. 

Mereka membangun Kelenteng Welahan sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan karena diberi anugerah dapat menyembuhkan orang.

"Sejak awal berdiri, kelenteng ini sudah dikenal dengan pengobatannya. Itu juga bagian bakti untuk masyarakat," kata Dicky Sugandi.

Salah satu kisah ikonik pengobatan ala Kelenteng Welahan terjadi pada tahun 1886. Saat itu, RA Kartini yang masih berusia 7 tahun sakit keras. Ayahnya Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ariososroningrat lantas mendatangkan dokter Belanda untuk mengobati Kartini. Namun sayangnya tenaga medis modern itu angkat tangan. Kartini kecil tetap sakit. Badannya menggigil hebat.

Kartini akhirnya disarankan menjalani pengobatan ala Sinse Kelenteng Welahan. Ternyata berkat pengobatan di Kelenteng Welahan, Kartini sembuh. 

Kartini merekam dan membagikan pengalaman yang dialaminya itu melalui surat yang dikirimkan ke sahabatnya, Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, Agama dan Industri Hindia Belanda. 

Dalam surat tertanggal 27 Oktober 1902 itu, Pahlawan Emansipasi Perempuan Indonesia ini menceritakan kesan dan pandangannya terkait praktik pengobatan ala Sinse di Jepara.

"Apa yang tak berhasil dengan obat-obatan kaum terpelajar ternyata berhasil dengan obat tukang jamu," tulis Kartini dalam suratnya yang kelak dikumpulkan menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Baca juga: Silsilah Keluarga RA Kartini, Pahlawan Nasional Asal Jepara

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved