Berita Jateng
PROKONTRA TAPERA : Kelompok Menengah Butuh Subsidi Bukan Iuran Baru
Asosiasi pekerja buruh juga kompak menolak penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP)
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Asosiasi pekerja buruh juga kompak menolak penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Poinnya, pekerja swasta, buruh, ASN, TNI, dan Polri akan diwajibkan membayar iuran Tapera dengan mekanisme yang sama dengan penarikan uang setiap bulan seperti BPJS Ketenagakerjaan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menilai kebijakan pemerintah ini tidak sejalan dengan kondisi ekonomi pekerja buruh yang makin terpuruk karena dampak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang pada akhirnya membuat upah buruh semakin murah.
Belum lagi dampak Covid-19 yang masih terasa, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terjadi di mana-mana.
Kemudian lapangan pekerjaan juga minim ditambah harga pangan melambung tinggi dan otomatis daya belinya menjadi rendah karena upah terlalu rendah.
“Artinya ekonomi buruh sedang tidak baik-baik saja, di satu sisi terbitnya PP Tapera tersebut membuat buruh kecewa karena tidak ada keterlibatan stakeholder dalam hal ini pekerja buruh,” kata Mirah kepada Tribun Network, Rabu (29/5/2024).
Menurutnya, PP Tapera minim partisipasi publik.
Pemerintah tidak boleh menutup telinga atas reaksi yang terjadi.
“Waktu saya menjadi Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dari unsur pekerja tahun 2016 lalu saya sudah mendapatkan informasi terkait Tapera ini,” aku Mirah.
Hanya saja, Mirah bilang waktu itu masih sambil berlalu selayang pandang.
“Saya semoat menyampaikan agar dilibatkan serikat pekerja untuk membahas penerbitan Tapera ini sebab waktu itu kayanya masih digodok. Eh tiba-tiba tahun 2024 ini muncul PP,” tuturnya.
Mirah berpandang aturan Tapera ini terkesan pemaksaaan rakyat untuk menabung tetapi siapa yang berani menjamin.
Pemerintah seharusnya menjadikan kasus Jiwasraya dan Asabri kemarin sebagai bahan refleksi diri.
Di kasus kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu juga uang masyarakat hilang hingga saat ini belum dikembalikan.
Aspek Indonesia menyayangkan bahwa masih ada pejabat publik yang memberikan pernyataan bahwa uangnya tidak hilang. “Saya kira pemerintah lebih baik fokus saja bagaimana memperluas subsidi untuk pekerja buruh sebagai kelompok menengah,” bebernya
Pekerja buruh sebagai kelompok masyarakat menengah sudah sulit posisinya, berbeda kelas kelompok bawah yang sudah ada bantalan-bantalan dari pemerintah seperti bantuan sosial dan sebagainnya.
Tapi kalau kelas menengah pekerja ini tidak ada yang membantu. Artinya posisi kelas pekerja sudah luar biasa sulit kalau tabungan sudah tidak punya sekarang tidak bisa menabung karena upahnya rendah ditambah lagi dia harus menutupi pengeluaran dasar seperti pangan.
“Saya menduga kuat kalau Tapera ini bentuknya badan seperti BPJS Ketenagakerjaan dan ini hanya untuk bagi-bagi kekuasaan,” imbuh dia.
Sebuah badan ini akan ada direktur dan komisaris disitulah mereka dibayar dari iuran, belum lagi ada banyak peserta yang tidak bisa melakukan klaim sehingga uangnya menjadi tidak bertuan.
Dan itulah fakta yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan. “Untuk itu kami menolak,” tegas Mirah mewakili suara publik dan pekerja buruh.
Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat memandang pemerintah senang mengumpulkan uang rakyat untuk digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi.
“Kita masih ingat kan kasus Asabri dan Jiwasraya yang dikorupsi belasan bahkan puluhan triliun itu? Belum lagi dana BPJS Ketenagakerjaan yang sempat rugi walau disebut Unrealized Loss,” ujar Jumhur.
Dia melanjutkan, iuran dipotong dari buruh 2,5 persen dan pengusaha 0,5 persen dari nilai upah atau gaji, maka dengan rata-rata upah di Indonesia Rp2,5 juta sementara ada 58 juta pekerja formal.
Artinya akan terkumpul dana sekitar Rp 50 triliun setiap tahunnya untuk dikelola oleh BP Tapera.
“Ini dana yang luar biasa besar dan pastinya menjadi bancakan para penguasa dengan cara digoreng-goreng di berbagai instrumen investasi sementara kaum buruh wajib setor tiap bulannya yang sama sekali tidak tahu manfaat bagi dirinya. Buruh itu sudah banyak sekali dapat potongan dalam gajinya, masa mau dipotong lagi. Kejam amat sih Pemerintah ini”, tegas Jumhur
Menurutnya, kalau memang Pemerintah punya niat baik agar rakyat memiliki rumah maka banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga dan skema tanpa uang muka, bahkan bisa juga mecarikan teknologi material yang bagus dan murah untuk perumahan.
“Kalau di otaknya ngebancak duit rakyat ya begitulah hasilnya, aturan-aturan yang diterbitkan ujung-ujungnya ngumpulin duit rakyat yang bertenor puluhan tahun agar duitnya yang puluhan bahkan ratusan triliun bisa digoreng-goreng,” imbuh Jumhur.
Janji Pokok Simpanan Kembali
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan terbitnya beleid itu merupakan penyempurnaan dari aturan sebelumnya di mana proses pengelolaan Tapera dilakukan melalui penyimpanan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu.
Selanjutnya pembiayaan perumahan itu akan dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Menurut Heru, perubahan atas PP ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dan akuntabilitas pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat.
Beberapa hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 ini mengatur ketentuan diantaranya kewenangan pengaturan Kepesertaan Tapera oleh Kementerian terkait serta pemisahan sumber dana antara dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari dana Tapera.
“Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya,” jelas Heru. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Baca juga: Mencicipi Kuliner di Depan Pintu 333 Masjid Nabawi Buka 24 Jam, Ada Lontong hingga Ketoprak
Baca juga: Pengusaha Jateng Tolak Dibebani Tapera, Apindo Minta Tapera Tak Diberlakukan untuk Perusahaan Swasta
Baca juga: Jokowi Takziah ke Rumah Duka Habib Luthfi
Baca juga: Buah Bibir : Chacha Frederica Masih Suka Makan di Pinggir Jalan
Polda Jateng Gelar Sertijab PJU dan 5 Kapolres, Penyegaran Organisasi dan Peningkatan Pelayanan |
![]() |
---|
Gubernur Luthfi Jadi Sales Tawarkan Investasi di Jateng Pada Ajang CJIBF |
![]() |
---|
Dubes Inggris Tertarik Kerjasama dengan Jawa Tengah Usai Kegiatan CJIBF di Jakarta |
![]() |
---|
Penipuan Lomba Tari Catut Gubernur Jateng Naik Penyidikan, Kapan Mei Sulistyoningsih Jadi Tersangka? |
![]() |
---|
Harumkan Nama Jawa Tengah, Jaguar Taekwondo Semarang Raih Juara Umum 2 di Turnamen Kapolri Cup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.