Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Teror di Sumbersoko Sebelum Tragedi Sukolilo Pengeroyokan Bos Rental: Itu Bentuk Kemarahan

Tim Tribun menelusuri jejak-jejak kejadian di TKP dan mewawancarai dua tokoh masyarakat di Desa Sumbersoko

Editor: muslimah
Humas polda jateng
Penandaan Negatif di Sukolilo Hilang, Irjen Pol Ahmad Luthfi Himbau Masyarakat Jaga Citra Positif 

Dia berharap kejadian ini memberi hikmah agar masyarakat lebih hati-hati dalam bertindak.

"Sebetulnya ada ungkapan Jawa, 'Sak durunge njangkah, jongkonen' (sebelum melangkah, ukurlah). Tapi namanya manusia, bisa lupa dan luput. Semoga cukup sekali saja di Sumbersoko terjadi semacam itu," harap dia.

Sambil tetap berharap kepolisian menegakkan hukum seadil-adilnya atas kejadian ini, KH Jabaluddin juga menyayangkan mengapa korban tidak memberitahukan maksudnya terlebih dahulu kepada pemangku wilayah.

"Andaikan bos rental dari Jakarta permisi dulu di Koramil, Polsek, atau Pemdes, saya haqqul yaqin tidak akan terjadi. Dia datang mengambil miliknya tidak salah karena itu memang milik dia. Namun alangkah lebih baiknya permisi dengan pemangku wilayah dulu," ucap dia.

Tidak Ada Penadah

Youtuber dengan 720 ribu subscriber yang dulu mulai dikenal ketika memviralkan "Dimas dan Mbak Ruroh", Hajar Pamuji, sudah sekira 10 tahun menjadi warga Desa Sumbersoko, Sukolilo.

Sebelum pindah ke RT 4 RW 1 Desa Sumbersoko, Hajar merupakan warga Kecamatan Kayen.

Mengenai tragedi yang terjadi di desanya beberapa waktu lalu, Hajar mengaku prihatin. Dia sepakat bahwa tindakan main hakim sendiri itu salah dan kejam.

Karenanya, di satu sisi, dia bisa memaklumi jika warganet lantas melabeli warga Sukolilo dengan cap-cap negatif.

"Saya tidak bisa 100 persen menyalahkan netizen. Sebab, ada sebab tentu ada akibat. Namun, kalau semua orang Sukolilo disebut maling dan penadah, jelas itu salah besar. Orang Pati yang religius, berprestasi, dan bijak, masih banyak," kata pria yang juga berprofesi sebagai guru mata pelajaran Geografi di salah satu SMA ini.

Mengenai tuduhan kampung penadah, Hajar berani menjamin bahwa warga di sekitarnya tidak ada yang berprofesi demikian.

"Radius 500 meter keliling rumah saya, saya pastikan tidak ada itu (penadah). Di Sumbersoko ini, lebih banyak jadi petani karena secara geografis mereka di lereng pegunungan Kendeng. Kalau anak-anak muda ada tren baru kerja di koperasi," ucap dia.

Sebagai pendatang, Hajar sendiri merasa beruntung bisa tinggal di Sumbersoko. Menurut dia, warga setempat tidak antipati terhadap pendatang, justru sebaliknya. Masyarakat di desa Sumbersoko masih suka gotong royong, ramah dan persatuan kuat.

Hajar juga salut dengan kebiasaan warga yang mewajibkan diri menjenguk orang sakit dan mewajibkan diri mengikuti prosesi pemakaman ketika ada yang meninggal dunia.

"Kalau ada yang meninggal, satu desa libur kerja. Mereka merelakan diri tidak kerja sampai orang yang meninggal selesai dimakamkan. Orang yang berladang ke hutan berhenti kerja dulu untuk melayat," terang Hajar.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved