Berita Padang
Penutupan Kasus Afif Bentuk Arogansi kah? Kapolda Sebut Penyebab Kematian AM karena Patah Tulang Iga
Penutupan penyelidikan kasus penyiksaan Afif Maulana (12), seorang pelajar di Padang oleh aparat dianggap sebagai bentuk arogansi kepolisian.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Keputusan Polda Sumatera Barat menutup penyelidikan kasus penyiksaan Afif Maulana (12), seorang pelajar di Padang oleh aparat dianggap sebagai bentuk arogansi kepolisian.
”Menutup perkara tanpa ada penyelidikan yang komprehensif adalah arogansi,” ujar Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto saat dihubungi, Selasa (2/7/2024).
Menurut Bambang, tidak adanya rekaman CCTV yang terkait dengan penyiksaan Afif hanyalah alasan kepolisian.
Dia justru melihat kepolisian tidak ingin melakukan tindakan yang benar sebagai penegak hukum.
Bahkan, lanjut Bambang, Polda Sumbar terlalu tergesa-gesa menyikapi banyaknya pihak menyoroti kasus Afif Maulana.
Hal itu terlihat dengan pernyataan Polda Sumbar untuk mencari dan memeriksa pihak yang memviralkan Kasus tersebut.
“Keengganan atau ketidakmauan untuk bertindak benar dalam melayani masyarakat inilah yang menjadi problem kepolisian di HUT Bhayangkara ke-78. Kemampuan, sarana prasarana yang tersedia dan dibiayai dari uang rakyat, sebesar apapun tak akan berguna, bila ada problem keengganan manusianya untuk bertindak benar,” ujar Bambang.
Diduga Dianiaya
Seperti diketahui, Minggu (9/6/2024) polisi menemukan jenazah remaja laki-laki tanpa identitas sekitar pukul 12.00 WIB, yang kemudian teridentifikasi sebagai Afif Maulana.
Jenazah itu kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Padang, kemudian dijemput pihak keluarga yang sebelumnya kehilangan salah seorang anggota keluarganya.
Sebelum ditemukan tewas, Afif Maulana berada di jembatan Kuranji yang saat itu diduga sedang terjadi aksi tawuran.
Berdasarkan hasil investigasi LBH Padang, AM diduga dianiaya sebelum tewas dengan bukti luka-luka lebam di tubuh korban.
Dugaan kematian Afif akibat dianiaya polisi mencuat setelah keterangan 18 pemuda yang ditangkap anggota Sabhara saat berpatroli. Namun, Polda Sumbar membantah hal tersebut karena menyebut tidak ada saksi yang melihat penganiayaan itu.
Patah Tulang Iga
Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono mengeklaim tidak ada Afif saat polisi menangkap 18 orang diduga hendak tawuran di Jembatan Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024).
Dia kemudian menyatakan bahwa kasus kematian AM (12) di sungai Batang Kuranji Padang dianggap selesai. Kasus tersebut bisa dibuka kembali jika ada bukti baru. Sebab, hasil otopsi memperlihatkan adanya patah tulang iga belakang bagian kiri sebanyak 6 ruas dan patahannya merobek paru-paru.
"Penyebab kematiannya adalah karena patah tulang iga dan merobek paru-paru itu," kata Suharyono kepada wartawan di Mapolda Sumbar, Minggu (30/6/2024).
Sementara untuk hasil visum memperlihat adanya luka lecet, luka memar, dan lebam yang diduga akibat telah menjadi mayat.
"Keterangan dokter forensik itu lebam mayat akibat telah meninggal beberapa jam sebelumnya," jelas Suharyono.
Kendati penyelidikan kasus itu sudah selesai, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada seluruh pihak menyerahkan bukti baru sehingga kasusnya bisa dibuka kembali. "Bisa dibuka lagi kalau ada bukti baru. Kita tidak mau berdasarkan kata-katanya, tapi harus dengan bukti," jelas Irjen Suharyono.
Kronologi
Kapolda Sumbar mempertegas penyebab kematian remaja 13 tahun bernama Afif Maulana pada 9 Juni 2024 silam, bukan karena penyiksaan aparat kepolisian, melainkan karena melompat ke sungai.
Suharyono berkata pada saat kejadian, Afif diduga ikut tawuran dan kabur saat dibubarkan tim Sabhara Polda Sumbar hingga terjun ke sungai.
"Saat di TKP di Jembatan Kuranji, sepeda motor yang dibawa Aditia yang membonceng Afif terjatuh. Dan memang jatuh, dan memang ditendang anggota kami dua orang. Sudah kami periksa anggotanya. Jatuh di titik satu sampai 5 (sisi kiri jembatan), jadi memang kencang laju sepeda motornya," kata Kapolda di Mapolda Sumbar, Minggu (30/6).
Suharyono membeberkan kronologis peristiwa. Menurutnya, ketika sepeda motor Adit dan Afif jatuh, dua anggota yang menendang tetap melaju dan mengejar para pelaku tawuran lainnya. Di saat itulah, ada waktu 5 detik antara Aditia dan Afif berbicara.
"Sehingga ada limit waktu di situ. Tim swiper (anggota Sabhara) itu datang setelah mereka berdua (Aditia dan Afif) bercakap di atas jembatan. Waktunya tidak lebih lima detik, karena waktu itu cepat-cepat Afif mengajak melompat. Ini benar-benar Aditia sebagai saksi kunci dan polisi yang diajak bicara yakni tim swiper juga saksi kunci," kata dia.
Komnas HAM
Komnas HAM meminta Polda Sumatera Barat (Sumbar) untuk transparan memberikan keterangan penyebab kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun yang meninggal karena diduga disiksa 30 anggota Sabhara.
Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, transparansi perlu dilakukan agar kematian Afif dan delapan korban dugaan penyiksaan lainnya bisa diproses secara adil.
"Kami meminta kepada Polda Sumbar dan juga Polresta Padang untuk secara transparan dan terbuka serta mendahulukan prinsip fair trial dalam konteks penyelidikan dugaan kematian salah satu pelajar (Afif) dan juga dugaan penyiksaan yang dialami delapan orang itu," kata Hari di Menteng, Jakarta Pusat.
Hari mengatakan, berdasarkan laporan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Afif diduga dikeroyok oleh petugas polisi dan mengalami luka lebam hingga lima tulang rusuknya patah.
"Si anak ini mengalami luka-luka dan meninggal dengan leban di pipi maupun juga ada lima tulang rusuk di sekitar paru-parunya yang patah," ujar Hari.
Hari menyebut ada 18 orang yang ditangkap Polresta Padang dan diduga dianiaya. Ia menyebutkan, dari belasan orang itu, delapan orang dalam pendampingan LBH, dan dua orang termasuk keluarga almarhum Afif yang telah membuat surat kuasa hukum untuk LBH Padang.
Hari menerima laporan bahwa para korban ini disiksa oleh polisi yang menangkap mereka dengan alasan pembubaran jelang tawuran.
"Jadi mereka ada yang disetrum, menurut keterangan (LBH Padang) tadi ya, ada yang disundut rokok sampai lima kali di punggungnya," ujar Hari. Komnas HAM pun menyayangkan peristiwa itu terjadi dan menegaskan bahwa harus diusut tuntas.
"Kami akan terus memantau dan mengawasi kasus ini, dan untuk kantor perwakilan Komnas HAM (di Sumbar) sendiri sudah mengeluarkan surat permintaan keterangan kepada Polda maupun kepada Polres, namun sampai hari ini belum direspons oleh mereka," tandasnya. (tribun/kompas)
Baca juga: Kenapa Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Malaysia?
Baca juga: Strategi Koeman Saat Laga Romania vs Belanda, Main Malam Ini Kick Off Pukul 23.00 WIB
Baca juga: Video Bikin Iba, Siswi Kelas 3 SD Duduk Belajar Sambil Temani Ibunya Mulung
Baca juga: Bupati Fadia Sambut Kepulangan Jemaah Haji Kabupaten Pekalongan: Semoga Jadi Haji yang Mabrur
Detik-detik Siswi MTs Tertembak, Peluru masih Bersarang di Perutnya |
![]() |
---|
UPDATE Korban Terakhir Erupsi Marapi Sudah Dievakuasi, Operasi SAR Korban Gunung Marapi Ditutup |
![]() |
---|
Kisah Pilu Sang Ibu Setia Menanti Jenazah Putranya Bersama 7 Sahabatnya Korban Erupsi Gunung Marapi |
![]() |
---|
UPDATE : Cara Tim DVI Ante Mortem Identifikasi dengan Cepat Korban Erupsi Gunung Marapi, Ini Caranya |
![]() |
---|
TERBARU : Dua Jenazah Pendaki Korban Erupsi Gunung Marapi telah Tiba di Rumah Sakit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.