Berita Nasional
Akan Diguyur Kenaikan Tukin 50 Persen oleh Jokowi, Bola Panas Kini di Tangan KPU, Ikut MK atau DPR?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini memegang bola panas terkait pengaturan Pilkada 2024
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini memegang bola panas terkait pengaturan Pilkada 2024.
Mana yang akan diikuti, DPR atau MK?
Hal ini setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ll "menganulir" putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Pilkada.
Dua putusan yang dianulir yakni menyangkut pelonggaran ambang batas pencalonan pilkada yang mencegah Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mendominasi Pilkada 2024 serta penegasan usia calon kepala daerah yang dapat merugikan peluang Kaesang Pangarep maju tahun ini.
Baca juga: Demokrasi Dikangkangi dengan Vulgar Munculkan Protes, Ray: Saya Tak Tahu Apa Ini Pilihan Pak Jokowi
Kini tinggal KPU memilih, mengikuti putusan MK yang final dan mengikat sebagaimana mereka lakukan saat memproses pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024, atau manut DPR.
Hal ini semakin rumit karena ayah Gibran dan Kaesang, Presiden Joko Widodo, baru saja mengumumkan akan mengguyur KPU dengan iming-iming kenaikan tunjangan kinerja 50 persen dalam Rapat Konsolidasi Pilkada 2024 yang digelar KPU bertepatan dengan pembacaan 2 putusan MK itu, Selasa (20/8/2024).
Setidaknya ada 2 momen krusial saat KPU dihadapkan dengan ketidakpastian hukum, namun lembaga penyelenggara pemilu itu setia pada putusan MK.
Ini sekaligus pengingat bahwa dalam kasus saat ini pun, KPU seharusnya melakukan hal yang sama sebab putusan MK memang final dan mengikat.
Terhangat, ketika MK mengubah syarat usia minimum capres-cawapres ada 16 Oktober 2023, KPU dengan tegasnya bahkan enggan merevisi peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan Pilpres 2024.
"(Putusan MK) kan sudah berlaku, bahkan rumusan normanya sudah dirumuskan MK. Kita ikuti saja rumusan yang dirumuskan dalam amar putusan MK tersebut," ujar eks Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan di RSPAD Gatot Subroto, Rabu (18/10/2023).
Akhirnya, pencalonan Gibran di KPU pun berlangsung mulus, meskipun akhirnya KPU merevisi PKPU secara terlambat.
Lagi-lagi, karena putusan MK final dan mengikat.
Sebelumnya, pada 2018, KPU juga sempat dihadapkan pada situasi sejenis terkait pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang melibatkan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta.
Saat itu, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sampai Mahkamah Agung (MA) memenangkan Oesman, sedangkan MK telah lebih dulu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh rangkap jabatan di partai politik sehingga Oesman harus mundur dari Hanura.
KPU pada akhirnya bertindak tepat dengan tetap bersikukuh pada putusan MK dan mencoret Oesman dari daftar calon anggota DPD yang akan berlaga di Pileg 2019.
30 September: Melintasi Sejarah Kelam G30S/PKI dan Merayakan Hari Podcast Internasional |
![]() |
---|
Istri Diplomat Kemenlu Arya Daru Minta Bantuan Presiden Prabowo: Selesaikan Kasus Secara Jujur |
![]() |
---|
Kabar Gembira! Tarif Listrik PLN Per 1 Oktober 2025 Dipastikan Tetap, Daya Beli Masyarakat Terjaga |
![]() |
---|
PLN Pasang Tiang Listrik di Lahan Warga Tanpa Izin, Bisakah Digugat? |
![]() |
---|
Eks Anggota DPRD Wahyudin Pamer Gaji Pertama Setelah Dipecat, Rp200 Ribu dari Angkut Semen dan Arang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.