Pilkad 2024
Pengamat Ini Sebut Kotak Kosong di Pilkada Banyumas 2024 Karena Ulah Keputusan Elit Bukan Rakyat
Koalisi partai besar hanya mengusung satu orang calon, yaitu Sadewo - Lintarti di Banyumas dianggap sebagai keputusan elit bukan keputusan masyarakat.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Pilkada Banyumas 2024 kemungkinan hanya akan diikuti satu pasangan calon.
Pasangan calon Sadewo Tri Lastiono dan Dwi Asih Lintarti bakal melawan kotak kosong.
Namun demikian publik menyanyangkan, Banyumas yang melahirkan banyak tokoh penting nasional tidak mampu menampilkan calon-calon potensial dalam Pilkada 2024.
Baca juga: Bagaimana Jika Kotak Kosong Menang di Banyumas? Ini Kata Pakar Unsoed
Baca juga: Hanya Ada Calon Tunggal di Banyumas, Gerakan Koalisi Rakyat Siap Menangkan Kotak Kosong
Salah satu yang menyayangkannya calon tunggal adalah pengamat politik Fisip Unsoed Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo.
Dia berpandangan, semestinya Banyumas mampu menampilkan lebih dari satu pasangan calon atau bahkan banyak calon dalam Pilkada 2024.
"Banyumas banyak tokoh, mengapa hanya melahirkan satu pasangan calon di Pilkada 2024."
"Publik membaca ini adalah perilaku elit politik yang sangat kelihatan dan menimbulkan kejenuhan," katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (4/9/2024).
Dia berpandangan, semestinya ada ruang konsultatif di tingkat akar rumput yaitu ada komunikasi antara pengurus di tingkat kecamatan hingga ranting.
Ukurannya dilihat bukan hanya persoalan "isi tas", tapi juga elektabilitas pasangan calon.

Namun yang terjadi saat ini di Banyumas didominasi keputusan elit dan dipengaruhi oleh keputusan DPP masing-masing partai.
Keputusan koalisi partai besar hanya mengusung satu orang calon, yaitu Sadewo - Lintarti dianggap sebagai keputusan elit bukan keputusan masyarakat.
Menurutnya, dengan adanya keputusan MK, semestinya mampu memberikan ruang memunculkan alternatif berbagai calon potensial.
"Tapi mengapa mereka tidak berani, ada banyak nama sebelumnya ada Imanda, Gus Lukman, Ma'aruf, dan Saefudin, banyak muncul," jelasnya.
Secara garis besar, publik saat ini banyak melihat persoalan etika politik.
Fenomena ini ditandai saat Pilpres 2024 yaitu saat putusan MK yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.