Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Dokter Tewas di Kos Semarang

"Seret Semua yang Terlibat" Ketua Komisi X DPR Dukung Ungkap Kasus Dokter Aulia PPDS Undip

Kasus perundungan yang memicu kematian mahasiswa PPDS Undip dokter Aulia Risma Lestari menjadi perhatian Komisi X DPR RI.

Editor: Muhammad Olies
istimewa
Dokter Aulia Risma dan Surat Kemenkes 

TRIBUNJATENG.COM - Kasus perundungan yang memicu kematian mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) dokter Aulia Risma Lestari menjadi perhatian Komisi X DPR RI.

Wakil rakyat yang membidangi urusan pendidikan ini mendorong aparat penegak hukum menyeret semua pihak yang terlibat dalam praktik bullying berupa iuran Rp 20-40 juta per semester di PPDS anestesi Undip tersebut. 

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, praktik perundungan yang memicu korban bunuh diri merupakan tindak pidana. 

"Kami mendesak agar aparat penegak hukum menyeret semua pihak yang terlibat dalam praktik bullying di PPDS Undip ke meja hijau. Dalam pandangan kami, praktik perundungan pemalakan yang memicu korban depresi hingga bunuh diri merupakan tindak pidana yang harus disanksi maksimal," ujar Huda, Senin (16/9/2024). 

Baca juga: Siap-siap, Pelaku Bully yang Tewaskan Dokter Aulia Risma Sedang Dicari: Memanfaatkan Posisi

Baca juga: 3 Fakta Guru Amalia Dinonjob Gegara Tegur Kadisdikbud yang Merokok-Sandal Jepitan Saat Rapat

Huda menjelaskan, iuran Rp 20-40 juta per bulan yang harus disetor mahasiswa baru merupakan bentuk pemalakan. 

Selain dijerat dengan Pasal 345 KUHP terkait dorongan orang untuk bunuh diri dengan ancaman 4 tahun, pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal 368 Ayat 1 terkait pemalakan dengan ancaman 9 tahun.

Huda juga mendorong harus ada sanksi akademis sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku.

"Kami tentu sangat prihatin dengan bukti nyata adanya praktik bullying di lingkungan pendidikan tinggi termasuk di kampus PPDS Universitas Diponegoro. Pendidikan tinggi yang harusnya melahirkan para cendikiawan ternyata justru menjadi tempat subur praktik perundungan yang merupakan dosa besar dalam pendidikan," tuturnya.

Menurut Huda, para pelaku bully pasti menyadari bahwa iuran Rp 20-40 juta per bulan itu merupakan pemalakan dari praktik perundungan.

Dia merasa ironis dengan adanya indikasi bahwa praktik bully ini sudah berlangsung lama dan telah menjadi tradisi hingga dianggap sebagai kewajaran.

"Kami mendorong ada langkah terobosan agar penanggulangan praktik perundungan dilakukan secara komprehensif. Tidak lagi menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga saja. Harus dibentuk satgas lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah hingga aparat penegak hukum untuk mencegah perilaku bullying ini," imbuh Huda.

Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko mengakui adanya perundungan atau bullying berupa iuran Rp 20-40 juta per semester di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi.

Pungutan itu mewajibkan mahasiswa baru PPDS Undip membayar iuran makan selama 1 semester atau 6 bulan.

Yan Wisnu mengakui pungutan uang dari junior itu digunakan untuk kebutuhan mahasiswa baru dan para seniornya selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi.

Dia mengatakan, ada sekitar 7 sampai belasan mahasiwa baru yang masuk di PPDS Anestesi Undip setiap semester.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved