Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kementerian PPPA Dorong Perusahaan Media Implementasikan UU TPKS

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong perusahaan media mengimplementasi Undang-undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan

Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: m nur huda
TRIBUN JATENG / EKA YULIANTI FAJLIN 
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Agung Budi Santoso memberikan sambutan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertemakan Desiminasi Melalui Media Engagement untuk Media Konvensional di Hotel MG Setos, Kota Semarang, Jumat (20/9/2024).  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong perusahaan media mengimplementasi Undang-undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Hal itu disampaikan langsung Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Agung Budi Santoso saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertemakan Desiminasi Melalui Media Engagement untuk Media Konvensional di Hotel MG Setos, Kota Semarang, Jumat (20/9/2024). 

Menurut Agung, media mempunyai peran penting mengedukasi masyarakat perihal UU TPKS. Sehingga, media juga perlu memahami kaidah-kaidah maupun pedoman dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. 


"Dari hasil kajian Dewan Pers, ranting pemberitaan atau minat orang baca terkait kasus kekerasan seksual sangat tinggi. Tapi jika media tidak hati-hati dalam menarasikan sebuah berita akan ada asas-asas yang dilanggar," sebutnya. 


Dia memaparkan, asas paling utama yang harus dipatuhi oleh media yaitu tidak boleh menuliskan identitas korban secara gamblang. Media juga tidak perlu menceritakan kronologis secara detail terkait kasus kekerasan seksual. 


Selain melindungi privasi maupun identitas korban, media juga perlu melindungi identitas pelapor dan pendamping hukum korban. 


"Para pelapor dan pendamping korban harus ekstra mendapat perlindungan. Setidaknya, perlu mengatur etika dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual," terangnya. 


Pihaknya pun membuka diri apabila perusahaan media ingin memberi masukan  kepada pemerintah pusat mengenai implementasi UU TPKS sebagai payung hukum korban kekerasan seksual. Langkah ini sebagai upaya memberi rasa aman kepada para korban yang ingin melapor. 


Kementerian PPPA saat ini sedang fokus membuat aturan turunan baik berupa PP maupun Perpres. Dia menyebut dukungan dari para pemangku kebijakan jadi angin segar untuk menegakkan UU TPKS bagi korban. 


"Makanya kami dorong dengan pelibatan media mengedukasi masyarakat supaya tidak takut untuk melapor. Pemerintah juga hadir dengan lembaga layanannya dan siap memberikan penanganan," ucapnya.


Sementara itu Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu sangat menyayangkan masih banyaknya media massa maupun online yang tidak ramah ketika memberitakan kasus kekerasan seksual. 


Dia pun mengingatkan para jurnalis atau redaksi media untuk tidak abai terhadap kaidah-kaidah pemberitaan kasus kekerasan seksual. 


"Masih banyak ditemukan pemberitaan kasus kekerasan seksual sangat vulgar. Narasi-narasi yang ditulis secara detail itu justru merugikan korban. Dalam sebuah laporan isu kekerasan seksual memang menjadi topik dengan nilai jual berita yang sangat tinggi," kata Ninik, saat menjadi pembicara dalam acsrs tersebut. 


 
Dia mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir banyak masyarakat yang keberatan dengan sajian berita yang tayang di media-media online. Sampai bulan September 2024, pihanya mencatat ada 600 aduan dari masyarakat terhadap pemberitaan online. 


"Siapa yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Sebanyak 93 persen itu pelanggaran yang dilakukan media online dan perusahaan pers yang tidak terverikasi oleh dewan pers," katanya. (eyf)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved