Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Deli Serdang

Pengamat Militer : Serius Tangani Akar Masalah Soal Penyerang 33 Oknum TNI di Deli Serdang

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berharap TNI lebih serius dalam menangani akar masalah

KOMPAS.com/GOKLAS WISELY
Panglima Kodam I Bukit Barisan Letjen Mochammad Hasan saat memberi hormat ke jenazah Raden Barus (61) di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang pada Minggu (10/11/2024). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berharap TNI lebih serius dalam menangani akar masalah jika bersinggungan dengan masyarakat.

Menurut Khairul, kasus kekerasan oleh personel TNI sering kali berakhir dengan penjelasan sama, yakni kesalahpahaman atau kelalaian dari prajurit yang terlibat.

"Namun, ini hanya mengulang pola yang membuat masyarakat justru merasa terancam. Saya merasa bahwa TNI perlu lebih serius dalam menangani akar masalah, bukan hanya menanggapi setelah insiden terjadi," kata Khairul, Senin (11/11/2024).

Khairul menyebutkan, dalam kasus kekerasan personel TNI seperti yang terjadi di Deli Serdang, selalu ada dinamika tertentu yang mendorong prajurit hingga akhirnya terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap warga.

Ia menjelaskan, biasanya ada situasi pemicu yang menjadi titik awal ketegangan, lalu terjadi identifikasi massa, hingga kemudian para prajurit TNI merasakan peran sosial yang seolah menuntut mereka melakukan kekerasan sebagai sesuatu yang layak dan patut.

"Ketika faktor-faktor ini hadir, proses depersonalisasi kerap muncul—artinya prajurit mulai kehilangan pandangan personal terhadap target dan melihatnya sebagai ancaman kelompok," kata Khairul.

"Dalam kondisi ini, sering kali muncul peningkatan emosi, desensitisasi terhadap kekerasan, dan bahkan dehumanisasi terhadap target, yang bisa menyebabkan tindakan 'penghakiman' secara kolektif," imbuh dia.

Main Hakim Sendiri

Khairul mengatakan, fenomena ini mirip dengan kecenderungan masyarakat yang secara impulsif main hakim sendiri ketika mendapati seorang pelaku kriminal tertangkap basah.

Namun, menurut dia, TNI perlu memerhatikan satu hal untuk membedakan suatu tindakan prajurit yang dianggap heroik dan yang dianggap gegabah. "Inilah yang menjadi batas atau ambang etis dalam pelaksanaan tugas seorang aparat negara," kata Khairul.

"Seharusnya, prajurit TNI yang sudah ditempa melalui pendidikan dan latihan, memiliki ketahanan mental serta integritas yang cukup untuk tidak mudah dipengaruhi oleh situasi apapun, apalagi sampai bertindak berlebihan," ujar dia.

Oleh karena itu, Khairul berpendapat bahwa proses seleksi yang ketat dalam rekrutmen prajurit TNI menjadi hal amat penting, dengan mencantumkan tes mental dan psikologi dalam proses seleksi.

Namun, ia tidak memungkiri bahwa seiring waktu kondisi moral dan mental prajurit setelah pendidikan tidak selalu tetap sama.

"Lingkungan kedinasan, pergaulan, dan dinamika pengasuhan senior memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku prajurit sehari-hari. Intensitas pengawasan dan keteladanan pimpinan juga memainkan peran penting," kata Khairul. (kompas.com)

Baca juga: Panglima: 33 Prajurit Armed Deli Serdang Jalani Pemeriksaan Buntut Penyerangan, Ini Penyebabnya

Baca juga: Kapolri Bakal Pecat Polisi yang Minta Uang Damai Kasus Guru Supriyani

Baca juga: Hari Ini Prabowo Bertemu Joe Biden, Presiden RI Tiba di Amerika setelah Terbang dari Beijing

Baca juga: Kisah Tio dan 7 Anggota Keluarga Selamat dari Laka di Tol Cipularang KM 92, Kondisi Mobil Ringsek

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved