Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Internasional

Fenomena Kesepian di China: Anak Muda Rela Bayar Orang Asing untuk Sekadar Ngobrol lewat Ponsel

Kesepian yang semakin meluas mendorong mereka membayar orang asing untuk sekadar mengobrol melalui ponsel.

|
Kompas.com/Istimewa
Ilustrasi kesepian (Unsplash) 

TRIBUNJATENG.COM – Tren liburan dan gaya hidup hedonis berkembang pesat.

Namun, sejumlah anak muda di China justru rela mengeluarkan uang bukan untuk bepergian, tetapi untuk mencari teman bicara.

Kesepian yang semakin meluas mendorong mereka membayar orang asing untuk sekadar mengobrol melalui ponsel.

Baca juga: Penyerangan Sekolah di China Tewaskan 8 Orang dan Lukai 17 Lainnya, Pelakunya Mantan Siswa

Dilansir dari laman South China Morning Post, dalam beberapa tahun terakhir, platform media sosial di China, seperti Xiaohongshu, telah menjadi tempat bagi banyak orang untuk menawarkan jasa percakapan berbayar.

Dengan menggunakan tagar “teman mengobrol,” para pengguna mencari orang asing yang bersedia berbicara dengan mereka untuk mengatasi rasa kesepian yang mereka alami.

Salah satu unggahan yang menggunakan tagar ini menyebutkan, “Apakah ada orang yang bisa diajak mengobrol? Saya akan membayar berapa pun,” yang langsung mendapat banyak balasan dari orang yang menawarkan diri untuk mengobrol.

Tagar tersebut telah mendapatkan jutaan tampilan, mencerminkan meningkatnya kesediaan masyarakat China untuk membayar demi mendapatkan percakapan manusia yang bisa menghilangkan kesepian.

Besarnya Populasi Lajang

Fenomona ini disebut sebagai bentuk “konsumsi emosional,” yang semakin diminati seiring dengan meningkatnya jumlah individu yang merasa terisolasi, terutama di kalangan anak muda.

Menurut Wang Pan, seorang profesor studi China di University of New South Wales, fenomena ini adalah respons terhadap perubahan demografi di China.

Berdasarkan sensus terbaru, ada sekitar 134 juta orang di China yang berusia 20 hingga 49 tahun dan belum menikah, lebih banyak daripada seluruh populasi Jepang.

Angka pernikahan yang terus menurun dan peningkatan populasi lajang menjadi faktor utama berkembangnya industri "persahabatan".

Seiring dengan krisis pernikahan yang melanda China, para lajang mencari cara untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka. Hal ini menciptakan peluang bisnis bagi industri persahabatan, mulai dari percakapan online dengan orang asing hingga permainan peran virtual.

“China menjadi semakin kesepian, sehingga orang-orang memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan cinta, keintiman, dan kedekatan,” kata Wang.

“Hal ini menciptakan ruang untuk pertumbuhan bisnis ‘persahabatan’ dan ditambah lagi, ini adalah bisnis yang menguntungkan.” tambah dia.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved