80 Ribu Pekerja Kena PHK hingga Desember 2024, 60 Perusahaan Menyusul akan PHK Karyawan
Sebanyak 80 ribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga Desember 2024
"Perusahaan tekstil yang statusnya kritis saat ini banyak, bukan hanya PT Sri Rejeki Isman Tbk saja. Kami akan melakukan diskusi dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan mitigasi," kata Noel.
Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Heru Widianto menjelaskan, tenaga kerja yang terkena PHK pada tahun ini berasal dari berbagai sektor. Meski demikian, ia menduga, sebagian buruh yang ter-PHK tahun ini telah kembali terserap di pasar kerja.
Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan data kebutuhan tenaga kerja yang diterbitkan Kementerian Investasi. Namun, ia memperkirakan, pekerja yang ter-PHK umumnya tidak kembali bekerja di sektor yang sama.
"Jadi, mereka terkena PHK pada tahun ini, tapi kembali bekerja di tempat yang baru," kata Heru.
Ekonomi Global
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo sebelumnya mengatakan sebanyak 108 ribu karyawan terkena PHK sepanjang 2024. Kondisi ini terjadi karena ekonomi global yang melemah, dampak pandemi Covid-19 yang mematikan industri, dan derasnya produk asing yang masuk ke Indonesia.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azzam mengatakan, tenaga kerja yang ter-PHK pada tahun ini umumnya berasal dari industri padat karya, seperti industri alas kaki.
Selain PHK, data Apindo juga menunjukkan ada tiga juta orang tahun ini yang berhenti membayar BPJS Kesehatan. Bob juga mengutip penelitian Litbang Universitas Indonesia yang menunjukkan dari 17 sektor industri unggulan, hanya enam sektor saja mengalami pertumbuhan positif. Sisanya mengalami tekanan.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) sebelumnya mengatakan terdapat 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil tutup sepanjang 2022 hingga 2024. Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, kondisi ini menyebabkan ratusan ribu orang terkena PHK.
“Sekitar 250 ribu karyawan mengalami PHK," kata Redma Gita dalam siaran persnya beberapa hari lalu.
Penutupan perusahaan-perusahaan tekstil ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal ke pasar domestik tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
Hal ini memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.
"Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik," ujarnya. (tribun network/riz/eip/dod)
Isak Tangis Keluarga Peluk Korban TPPO Setibanya di Brebes, Pemulangan Dibiayai Baznas |
![]() |
---|
Masih Kalah Dari Subang, Buruh Tuntut Kenaikan UMK 2026 Jadi Rp 3,7 Juta di Kota Semarang |
![]() |
---|
Ratusan Pekerja Geruduk DPRD Karanganyar, Curhat Upah di Bawah UMK Hingga Pesangon Tak Dibayar |
![]() |
---|
RUPSLB Tetapkan Pengurus Baru Perseroan, PGN Mantapkan Langkah Strategis Ekosistem Gas Bumi Nasional |
![]() |
---|
Godrej Consumer Products Indonesia Resmikan Pembangunan Pabrik Kendal: Layani Konsumen Lebih Baik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.