Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Tak Terima Dikambinghitamkan, 2 Panitia Lomba Tari Semarang Berencana Laporkan Mei Sulistyoningsih

Kasus gagalnya lomba tari Piala Gubernur di Kota Semarang yang melibatkan Mei Sulistyoningsih memasuki babak baru.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis
IST
Sejumlah peserta lomba tari menunggu di Taman Indonesia Kaya, Jumat (20/12/2024) lalu. 

Mei sebelumnya menyebut, gagalnya lomba tari tersebut akibat sabotase Ketua Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil Menengah Mandiri Indonesia (Apmikimmdo) Jawa Tengah Ariyanto, panitia lomba tari Wasi Darono dan anaknya bernama Putri Hana

Sementara, Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Mei Sulisyoningsih   melalui layanan pesan singkat. Namun, konfirmasi tersebut belum direspon.

Diberitakan sebelumnya, lomba tari yang memperebutkan Piala Gubernur Jawa Tengah itu gagal diselenggarakan di Taman Indonesia Kaya, Kota Semarang pada Jumat, 20 Desember 2024. Para korban dalam kejadian tersebut sebanyak 178 penari dari 35 sanggar. 
Lomba tersebut diselenggarakan oleh Semarang Economy Creative (SEC) dengan ketua Mei Sulistyoningsih.

Buntut gagalnya lomba, Mei Sulistyoningsih sebelumnya dilaporkan oleh para peserta lomba tari ke Polda Jawa Tengah soal kasus penipuan pada Senin, 30 Desember 2024.

Namun, Mei menyiapkan laporan balasan. Hal itu terkonfirmasi melalui Kuasa Hukum Mei Sulistyoningsih, Lukman Muhadjir.

Pihak Mei akan melaporkan balik sejumlah nama terkait kasus pencemaran nama baik dan laporan palsu. Nama-namanya yang hendak dilaporkan masih digodok.


Versi Para Korban


Satu korban Juju Jumarni mengatakan, para korban tidak mengetahui soal sabotase tersebut. Namun, dia menilai, isu sabotase adalah upaya dari ketua panita untuk mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahannya.

"Setahu saya dia (Mei) tahu masalah teknisnya tapi pura-pura saja tidak tahu malah menyalahkan panitia lain," bebernya. 

Soal tawaran ganti rugi, dia membenarkan ada tawaran dari Mei sebesar Rp250 ribu, padahal setiap sanggar alami kerugian dari Rp500 ribu sampai Rp1 juta.

"Kami menolak itu karena untuk lomba itu sanggar harus sewa pelatih dan sewa tempat, belum biaya lainnya," terangnya.
Koordinator korban Fandy Susilo menjelaskan, lomba batal digelar karena informasi dari panitia terkendala sound system dan juri. "Mereka saling lempar tanggung jawab. Kemudian tidak ada itikad baik untuk ganti rugi," katanya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved