Ramadan 2025
Makna Pembagian Kue Ganjel Rel dan Munculnya Warak Ngendok saat Dugderan di Semarang
Sebanyak 5.000 kue ganjel rel dibagikan kepada masyarakat pada momen Dugderan, di Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang, Jumat (28/2/2025)
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sebanyak 5.000 kue ganjel rel dibagikan kepada masyarakat pada momen Dugderan, di Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang, Jumat (28/2/2025).
Kue ganjel rel memiliki makna tersendiri pada momen menyambut bulan suci Ramadan.
Sekretaris Bidang Ketakmiran Masjid Agung Semarang, MS Muhaimin mengatakan, pembagian ganjel rel tahun ini memang tidak sebanyak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Biasanya, ada 8.000 - 10.000 biji kue ganjel rel yang dibagikan, namun pada tahun ini hanya 5.000 biji karena efisiensi anggaran. Menurut dia, ganjel rel memiliki sebuah sanepo atau filosofi.
"Ganjel rel berasal dari kata ganjel dan rel. Kalau masuk ke puasa, hati jangan ganjel tapi rela. Menerima dengan baik," ungkap Muhaimin, usai pelaksanaan Dugderan di Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang.
Diakuinya, pembagian ganjel rel memang tidak ada pada masa Bupati Tumenggung Aryo Purboningrat. Budaya ini berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Tak hanya kue ganjel rel, Masjid Agung Semarang juga membagikan air khataman.
"Itu air yang kami bacakan 30 jus dua khataman secara hafalan. Kami laksanakan dari hari Rabu," katanya.
Hal unik lainnya dari tradisi Dugderan adalah adanya Warak Ngendok. Warak Ngendok ini juga budaya yang berkembang muncul. Binatang imajiner ini hanya muncul saat trafisi dugderan.
"Ketika ada warak ngendok, berarti dugderan," Warak ngendok hanya ada saat dugderan saja. Itu sanepo," ucap Muhaimin.
Dia menjelaskan, warak ngendok berasal dari kata waraq yang bermakna mengebdalikan diri. Maksudnya, masyarakat diingatkan untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu pada bulan suci Ramadan.
Menurut dia, warak ngendok dibuat seolah seperti binatang ganas yang menandakan penggambaran nafsu.
"Kalau tidak dikendalikan, akan makan apa saja. Jadi, dibutuhkan usaha. Warak ngendok empat kakinya tegak atau dalam bahasa Jawa mececeng. Bulunya juga ikut mekrok. Itu perlu usaha untuk mengendalikan nafsu dengan puasa," jelasnya.
Muhaimin melanjutkan, ada tiga unsur pada warak bgndok yaknu ngeden yang berarti berusaya sekuat tenaga, ngendit yang menandakan harus mengendalikan nafsu dengan baik, serta ngendok yang menjadi hasil dari upaya yang dilakukan. (eyf)
Baca juga: Sejarah Dugderan di Kota Semarang, Rekonstruksi Budaya Yang Terjadi Pada 1881
Baca juga: Rukyatul Hilal di Semarang Gagal, Langit Berawan Hambat Pengamatan
Baca juga: Gubernur Jateng Cari Solusi PHK Massal 8.475 Karyawan Sritex Sukoharjo
Mana yang Lebih Utama: Qodho Puasa Ramadan atau Puasa Syawal 6 Hari? Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
Salat Idulfitri di Alun-Alun Purbalingga, Forkopimda Ajak Warga Jaga Silaturahmi |
![]() |
---|
Jelang Lebaran, Penjual Ayam Merah Hidup Banjiri Pinggir Jalan Kendal |
![]() |
---|
Jadwal Imsak dan Buka Puasa Hari Ini Terakhir Jakarta, Ramadhan Hari ke-30 Minggu 30 Maret 2025 |
![]() |
---|
Jadwal Imsak dan Buka Puasa Hari Ini Terakhir Banda Aceh, Ramadhan Hari ke-30 Minggu 30 Maret 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.