UMKM
Abimanyu Presto: Bisnis Olahan Bandeng yang Lahir dari Air Mata Anak TK
“Kalau Mama terus kerja, aku nggak mau sekolah," kalimat itu meluncur dari mulut anak TK yang sedang rewel, ringan tapi tajam.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - “Kalau Mama terus kerja, aku nggak mau sekolah," kalimat itu meluncur dari mulut anak TK yang sedang rewel, ringan tapi tajam dan membuat seorang ibu terus kepikiran.
Saat itu, Yuli Hastuti (44) bekerja di pabrik garmen di Semarang. Hidupnya dikunci dalam ritme kerja dari pagi hingga petang, rumah menjadi tempat singgah, bukan tempat tinggal.
Uang ada, tapi kehadiran tiada, kalimat anaknya, yang baru duduk di TK waktu itu, mengguncang pikirnya.
Hal itu yang membuat Yuli Hastuti mulai berfikir dan menimbang untuk mencoba keluar dari pabrik garmen. Yuli Hastuti biasa memperoleh penghasilan dari kerjaannya, hal itu yang membuat dia maju-mundur untuk keluar atau tetap bekerja.
Baca juga: Butuh Uang untuk Modal UMKM? KUR BNI Rp 1 Juta- Rp 500 Juta, Ini Tabel Angsuran Plafon 5 Tahun
Baca juga: Bupati Jepara Ngantor di Desa Banyuputih Kalinyamatan, Berharap Setiap Kecamatan Punya Potensi UMKM
"Dahulunya pekerja garmen, kalau keluar kerja saya bingung karena biasanya pegang uang. Tapi anak saya bilang aku ga mau sekolah kalau mama ga mau di rumah," kenangnya pada kejadian di tahun 2017-an itu.
Dari situ, ibu dua anak itu menata ulang hidup. Melakukan persiapan sebelum keluar dari pabrik garmen, disitu dia mengingat ayahnya yang bekerja pada pengolahan pabrik bandeng presto.
Ayahnya yang di bagian produksi mengingat aroma tajam dari dapur pengukusan ikan, serta beragam menu olahan dari bandeng presto.
Diskusi panjang dia lakukan bersama ayahnya, Yuli mencoba membuat satu menu simpel terlebih dahulu, yakni galantin bandeng: daging bandeng dibumbui, dibentuk bulat pipih seperti steak.
Dia coba bikin sendiri, sekadar uji coba. Enam kilo pertama dia bagikan ke teman-teman, secara gratis. Seminggu kemudian, mereka datang lagi. Bukan untuk meminta, tapi untuk memesan.
Dari situ, Yuli mulai memusatkan perhatiannya pada usaha kecilnya. Perlahan, dia meyakinkan diri bahwa segalanya akan baik-baik saja ketika meninggalkan pekerjaannya di pabrik garmen pada 2018 bukanlah keputusan yang salah.
"Setelah mulai ada pesanan, saya mulai berani untuk keluar (pabrik garmen). Semakin lama banyak yang minat, terus ada yang pesan otak-otak bandeng dan bandeng presto, dulu saya belum buat tapi saya coba terima pesanannya," jelas ibu dua anak itu.
Secara perlahan pengusaha bandeng itu mengubah sudut kecil rumahnya menjadi dapur produksi.
Tak ada kompor gas industri atau oven stainless besar. Yang ada hanya kompor dua tungku di pojok dapur, meja kayu tua yang diberi alas plastik, dan panci presto berkapasitas 6 liter yang dia beli dari tabungannya.
Semua dikerjakan manual. Bandeng dia olah sendiri mulai mengupas durinya, dicampur telur dan rempah-rempah rahasia, lalu dibentuk menjadi galantin atau otak-otak. Tanpa kelapa dan tanpa pengawet.
Belajar Dari Gagal, Bertumbuh Dari Pesanan
Untuk Bandeng presto dia masak dengan sistem sterilisasi sederhana. Dia belajar dari video daring, pelatihan dari Rumah BUMN, dan coba-coba yang tak terhitung.
“Pernah gagal total. Bandeng saya hancur semua karena salah tekan. Tapi saya belajar. Saya simpan uang sedikit-sedikit buat beli alat baru,” katanya.
Dari dapur mungil di gang sempit yang tiap hari digetarkan deru kereta, lahirlah Abimanyu Presto, sebuah nama yang Yuli sematkan dari lingkungan yang menempanya. Tempat bising dan sempit itu, justru jadi ruang lahirnya harapan.
Pada awal 2019, Yuli menitipkan produknya di warung-warung belanja sekitar rumah. Tapi tak ada yang membeli, padahal untuk produk yang dijual tergolong lebih murah daripada harga saat ini.
"Banyak yang kembali, saya dahulu bertanya-tanya padahal lebih murah, ternyata bukan pasar saya. Saya sadar waktu coba jual melalui media sosial, dengan harga yang sedikit lebih mahal malah laku keras," ujarnya.
Puncak kenaikan Abimanyu Presto terjadi pada 2020, saat pandemi COVID-19 melanda. Di tengah keterbatasan gerak dan ketidakpastian ekonomi, bahkan sang suami sempat dirumahkan tanpa upah, justru pesanan mulai berdatangan.
Bagi Yuli, masa krisis itu berubah menjadi momentum untuk bangkit. Memanfaatkan fasilitas media sosial, dirinya mulai melebarkan sayapnya.
"Pas itu saya banyak yang pesan, justru lewat media sosial. Pesanannya banyak kebanyakan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya," ujarnya.
Rasa yang jujur tak perlu banyak iklan. Dari dapur mungil Yuli, testimoni lahir dari mulut-mulut yang puas.
Seperti indah yang mengaku menyetok di rumahnya sebagai menu ataupun bekal sarapan keluarganya.
“Bandeng prestonya empuk banget, sampai ke tulangnya. Saya biasa beli buat stok di rumah , masaknya juga gampang karena tahan lama dan praktis,” ujar Indah, pelanggan asal Semarang Barat yang datang ke Abimanyu Presto, beralamat di Jalan Abimanyu V No 25 D Pindrikan Lor Kecamatan Semarang Utara.
Indah mengaku terkadang ketika berkunjung ke tempat sanak saudaranya yang diluar Kota Semarang, Produk Abimanyu Presto menjadi pilihan tepat sebagai buah tangan.
Berkembang Bersama Rumah Kreatif BUMN BRI
Di tahun 2023, Yuli Hastuti mulai bergabung ke Rumah Kreatif BUMN BRI. Disitu banyak manfaat dan fasilitas yang didapatkan oleh Yuli Hastuti untuk melebarkan penjualannya.
Mulai dari pelatihan pembuatan konten media sosial, promosi, hingga pembukuan semua dirancang agar pelaku UMKM seperti Yuli bisa menjalankan bisnisnya dengan lebih mudah dan terarah.
Selain itu, Yuli Hastuti juga lebih banyak mengikuti kesempatan untuk berkembang melalui bazar atau pameran yang dia ikuti, setelah bergabung dengan Rumah Kreatif BUMN BRI.
Dari situ, produk-produknya selain dikirim di pulau Jawa juga dikirim ke berbagai kota di beragam pulau Indonesia, seperti Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan Papua. Bahkan pernah dibawa reseller ke Singapura.
"Bandengnya tahan enam hari di suhu ruang, dan hingga tiga bulan di freezer," ujarnya.
“Biasanya reseller saya bawa ke luar kota pakai cargo. Kalau lokal, orang pesannya via GoFood dan GrabFood,” tambahnya.
Yuli mempekerjakan dua karyawan. Ia punya tujuh reseller aktif. Produksi bandeng mencapai 150–200 kilogram per bulan, dan melonjak saat Lebaran. Saat mengikuti Bazaar ataupun pameran, stan kecilnya tak pernah sepi dari pengunjung.
Untuk produk yang Yuli jual, mulai dari bandeng presto dengan kemasan satu dus isi dua dari harga Rp50.000 hingga Rp70.000 tergantung besar kecilnya.
Untuk otak-otak bandeng satunya Rp35ribu, tahu bakso udang dan lumpia Rp20ribu isi lima.
Di usia 44 tahun, Yuli telah membuktikan bahwa dapur sempit pun bisa menjadi ruang revolusi. Bahwa dari tekanan ekonomi, dari tangisan anak, dan dari aroma bandeng, bisa lahir keteguhan yang menyuapi bukan hanya perut, tapi juga martabat.
Kini, anaknya tak lagi menolak sekolah.
Ibunya, sudah ada di rumah. Tapi lebih dari itu ibunya kini juga pengusaha pengolah bandeng.
Terpisah, Koordinator Rumah Kreatif BUMN BRI Semarang, Endang Sulistiawati menjelaskan bahwa BRI hadir untuk membantu pelaku UMKM dan membimbing ataupun mendampingi sebagai wujud komitmen BRI.
Saat ini sekitar 3.000 pelaku UMKM telah dinaungi oleh Rumah Kreatif BUMN BRI Semarang. Beragam fasilitas tentunya bisa diakses, agar pelaku UMKM bisa berkembang dan tidak stak.
Selain itu, pihaknya terus berkomitmen dalam membuat komunitas yang sehat dalam membantu perkembangan UMKM, untuk saling tukar pikiran ataupun ilmu.
Bantuan itu untuk mewujudkan agar UMKM bisa lebih go modern, go online, go digital, bahkan go global, dengan tujuan untuk membantu para pelaku usaha agar tidak stak dan bisa terus berkembang.
"Tentu para UMKM, juga mendapat beragam fasilitas yang diberikan rumah BUMN meliputi pelatihan gratis, modul gratis, dan pendampingan," katanya.
"Termasuk juga memfasilitasi bazaar, untuk memperkenalkan produk UMKM dan fasilitas penunjang lainnya seperti bantuan legalitas," tambahnya. (Rad)
Ketika Pelaku UMKM Dapat Ilmu Mengubah Resep Tradisional Dengan Inovasi Masa Kini Oleh Para Chef |
![]() |
---|
UMKM Di Jateng Didorong Perluas Pasar, Ini Cara Agar Bisa Masuk Toko Oleh-Oleh |
![]() |
---|
Mendulang Rupiah Lewat Kerajinan Kayu, Kisah Arif Eko Cahyo Bertahan di Tengah Usaha Mebel Kian Sepi |
![]() |
---|
Jadi Daya Tarik Mancanegara, Kerajinan Anyaman Jateng Tembus Pasar Ekspor |
![]() |
---|
Kreativitas Berkelanjutan di Semarang, Pili Sulap Koran Bekas Jadi Produk Bernilai Jual |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.