UIN SAIZU Purwokerto
UIN Saizu Bahas Etika Komunikasi dan Bisnis Digital dalam Perspektif Syariah
UIN Saizu bahas etika komunikasi dan bisnis digital syariah, pentingnya menjaga nilai, akhlak, dan tanggung jawab di ruang maya.
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO – Perkembangan teknologi digital telah merevolusi cara manusia berkomunikasi, berinteraksi, hingga menjalankan aktivitas bisnis.
Media sosial kini tidak hanya menjadi sarana berbagi informasi, tetapi juga menjadi ruang transaksi ekonomi dan ekspresi diri.
Namun, seperti ruang publik lainnya, dunia digital juga membutuhkan etika agar tetap menjadi lingkungan yang sehat dan produktif.
Isu ini menjadi fokus dalam kuliah bertajuk "Etika Komunikasi dan Bisnis Digital Syariah" oleh Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, Dosen FEBI UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto.
Dr. Ash-Shiddiqy menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai etis dalam setiap interaksi digital.
“Ruang maya bukanlah tempat netral. Ia bisa menjadi lahan kebaikan atau sebaliknya, tergantung bagaimana kita menggunakannya,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa komunikasi digital tetap melibatkan manusia sebagai subjek utama.
Batasan etis seperti menghormati privasi, menghindari perundungan, serta tidak membuka aib orang lain harus tetap dijaga.
Menurutnya, menjaga etika digital adalah bagian dari tanggung jawab sosial setara dengan etika dalam dunia nyata.
Dr. Ash-Shiddiqy memaparkan tiga prinsip utama dalam menggunakan media sosial secara etis.
Pertama, konsistensi nilai yaitu etika di dunia nyata harus sama di dunia maya.
Kedua, penghargaan terhadap keberagaman mengingat pengguna berasal dari berbagai latar belakang.
Ketiga, menolak kekerasan digital seperti hoaks, ujaran kebencian, pelecehan, dan perundungan daring.
Dalam ranah bisnis digital, Dr. Ash-Shiddiqy menyoroti prinsip syariah yang tidak hanya menekankan aspek kehalalan, tetapi juga kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas.
“Etika bisnis digital berbasis syariah tidak berhenti pada penghindaran riba dan gharar. Ia juga melarang praktik manipulatif yang bisa merusak kesehatan mental konsumen,” ujarnya.
Ia mencontohkan strategi pemasaran digital yang memicu kecanduan terhadap notifikasi, like, dan komentar sebagai praktik tidak etis jika dilakukan berlebihan.
Menurutnya, tujuan utama syariat Islam adalah menjaga lima aspek dasar kehidupan: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Setiap praktik bisnis yang merusak salah satu dari lima aspek tersebut tetap tidak dibenarkan secara etika meski legal secara hukum.
Mahasiswa juga diingatkan tidak menyebarkan konten hoaks, pornografi, radikalisme, atau isu SARA.
Termasuk larangan membagikan informasi internal lembaga tanpa izin.
Dalam sesi tanya jawab, Dr. Ash-Shiddiqy menggarisbawahi prinsip tabayyun sebagai kunci membedakan konten yang baik dan benar.
“Kita harus mengecek sumber, konteks, waktu, dan latar belakang informasi. Jangan mudah tergoda membagikan konten hanya karena terlihat menyentuh secara emosional,” jelasnya.
Perkuliahan ini menjadi bagian dari upaya UIN Saizu dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Khususnya tujuan nomor 4 (Pendidikan Berkualitas), 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh), serta 17 (Kemitraan Global).
Mahasiswa diajak untuk menerapkan etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Etika menjadi kompas moral yang membimbing manusia tetap bertanggung jawab kepada sesama, masyarakat, dan Tuhan.
KKN Kelompok 30 UIN Saizu Latih Kader PKK Desa Pagelak Bikin Totebag Ecoprint Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Fakultas Dakwah dan Saintek UIN Saizu Susun RPS Berbasis OBE untuk Cetak Lulusan Unggul dan Adaptif |
![]() |
---|
10 Dosen Fakultas Syariah UIN Saizu Aktif di Konferensi Internasional Hukum Keluarga Islam 2025 |
![]() |
---|
UIN Saizu Purwokerto Menjadi Pilot Project Tata Kelola Wakaf Uang PTKIN |
![]() |
---|
Teknologi dan Transparansi: Kunci Emas Perkembangan Zakat di Era Digital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.