Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UKSW Salatiga

UKSW Satukan Delapan Negara dalam Human Origins Heritage, Dari Situs Purba Menuju Masa Depan Global

Langkah konkret dalam menjembatani masa lalu dan masa depan diwujudkan melalui program Human Origins Heritage (HOH) yang diselenggarakan UKSW

Editor: muslimah
istimewa
Sambutan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian, Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy dalam pembukaan Human Origins Heritage (HOH). 

TRIBUNJATENG.COM - Langkah konkret dalam menjembatani masa lalu dan masa depan diwujudkan melalui program Human Origins Heritage (HOH) yang diselenggarakan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Program lintas disiplin ini secara resmi dibuka pada Senin (28/4/2025) di Ruang Probowinoto, Gedung G UKSW oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian, Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy.

HOH merupakan program kolaborasi antara Fakultas Interdisiplin UKSW, Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan UKSW, dan mitra dari dalam serta luar negeri. Tahun ini, program akan berlangsung pada 27 April hingga 16 Mei 2025 di kawasan situs prasejarah Sangiran, Jawa Tengah, dan diikuti oleh 28 peserta yang berasal dari UKSW dan Universitas Andalas (UNAND) serta sejumlah negara seperti Prancis, Namibia, Spanyol, Peru, India, Brasil, dan China. Keberagaman latar belakang peserta ini memperkaya dinamika pertukaran ilmu dan budaya dalam program.

Program ini didukung oleh berbagai lembaga prestisius, antara lain Muséum national d'Histoire naturelle (MNHN), Indonesia Heritage Agency, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Erasmus+, Erasmus Mundus IMQP, Kedutaan Besar Prancis di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), National Geographic, CHEADSEA, hingga Alliance Sorbonne Université.

Dalam sambutannya, Profesor Yafet menyampaikan rasa bangganya atas terselenggaranya program ini dan menyambut hangat seluruh peserta, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ia berharap mahasiswa bisa memaksimalkan kesempatan ini untuk belajar langsung dari sejarah dan masyarakat. “Belajar dari sejarah membuat kita lebih manusiawi. Kita bisa memahami bagaimana memperlakukan sesama dengan lebih baik,” ujarnya.

Tak hanya sekadar menggali pengetahuan arkeologi, HOH tahun ini menggandeng Sangiran International Youth Forum dan mengusung konsep riset partisipatoris. Peserta tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga terjun langsung ke lapangan, bekerja bersama masyarakat lokal dalam proses pengambilan data, analisis, hingga diseminasi hasil penelitian.

Kolaborasi, Budaya, Keberlanjutan

Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan UKSW, Dr. Titi Susilowati Prabawa, menjelaskan bahwa HOH menggabungkan berbagai disiplin ilmu. “Program ini bukan hanya soal arkeologi. Kita ingin membahas juga tentang bagaimana menjaga keberlanjutan pembangunan lewat pendekatan kolaboratif,” jelasnya.

Dukungan terhadap program ini juga datang dari tokoh internasional, salah satunya Profesor Francois Semah dari Muséum National d'Histoire Naturelle, yang menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak yang terlibat.

Salah satu peserta, Larissa Docal Spina, mahasiswa Università Degli Studi di Ferrara asal Brasil, mengaku sangat antusias mengikuti program ini. Ia tertarik belajar langsung dari masyarakat dan budaya Indonesia. “Saya ingin mendapatkan pengalaman nyata dan merasakan sendiri kehidupan di sekitar situs budaya,” ujarnya.

Melalui HOH, mahasiswa tidak hanya diajak memahami teori, tetapi juga dilatih untuk memiliki kepekaan sosial dan kemampuan praktis dalam melestarikan budaya. Pendekatan HOH juga menjadi langkah strategis dalam menjalin kerja sama internasional yang memperkuat peran akademisi di bidang konservasi budaya dan pembangunan berkelanjutan.

Dengan semangat kolaboratif, HOH menjadi wadah belajar lintas budaya dan ilmu untuk menciptakan perubahan nyata dari warisan masa lalu menuju masa depan yang lebih baik.

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 28 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai "Creative Minority" yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved