Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jawa Tengah

Kisah Hanif dan Yesi, Anak Muda Jateng Mengejar Asa di Negeri Matahari Terbit

Senyum Lutfhi Hanif Mashadi tampak mengembang meski matanya menyimpan kegelisahan kecil.

Penulis: budi susanto | Editor: rival al manaf
(TRIBUN JATENG/BUDI SUSANTO)
HADIRI DIKLAT - Lutfhi Hanif Mashadi dan Yesisetya Ningsih saat ditemui Tribunjateng.com di MG Setos Hotel Semarang, Minggu (11/5/2025). Keduanya tengah mengikuti diklat yang digelar oleh gabungan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) se-Jateng-DIY untuk menjadi pekerja migran ke Jepang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -  Senyum Lutfhi Hanif Mashadi tampak mengembang meski matanya menyimpan kegelisahan kecil. 

Di usianya yang ke-29, pria asal Kendal ini akan meninggalkan kampung halaman dan keluarga tercinta demi satu harapan yaitu masa depan yang lebih baik di negeri orang.

Dalam empat pekan ke depan, Hanif dijadwalkan terbang ke Jepang sebagai pekerja migran. 

Baca juga: Ada Ribuan Pekerja Migran Asal Jateng, Ahmad Luthfi Siapkan Role Model Pendampingan dan Pelatihan

Baca juga: Jenazah Yetty Pekerja Migran Asal Banyumas Terlantar 2 Bulan di Peru, Begini Curhat Pilu Sang Adik

Ia tak sendiri. Gelombang pemuda-pemudi Indonesia yang mengadu nasib ke luar negeri kian hari semakin deras.

Namun, bagi Hanif, ini bukan sekadar soal upah yang menggiurkan.

“Saya ingin punya masa depan yang lebih baik, bukan cuma untuk saya, tapi juga keluarga dan mungkin orang lain nanti,” ucap Hanif saat ditemui di sela pelatihan di MG Setos Hotel Semarang, Minggu (11/5/2025).

Lulusan SMKN 6 Kendal jurusan pertanian ini sempat mencicipi kerja di perkebunan kelapa sawit. 

Namun, kehidupan tak banyak berubah. Gajinya pas-pasan.

Hingga akhirnya ia memutuskan mengikuti jejak teman-temannya yang lebih dulu sukses bekerja di Jepang.

“Kalau sesuai kontrak, gaji saya nanti sekitar Rp 18 juta per bulan,” ujar Hanif.

Namun, jalan menuju negeri Matahari Terbit itu bukan tanpa ongkos dan perjuangan. 

Hanif harus merogoh kocek hingga Rp 33 juta untuk pelatihan dan kursus bahasa Jepang di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). 

Prosesnya memakan waktu lebih dari enam bulan, termasuk pelatihan teknis sebagai operator ekskavator pekerjaan yang akan ia geluti di Jepang.

“Sekarang tinggal menunggu keberangkatan. Dokumen kelayakan kerja sudah keluar,” katanya.

Lebih dari sekadar mengubah nasib, Hanif memendam mimpi besar. Ia ingin kembali suatu hari nanti dan membangun usaha di kampung halamannya. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved