Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Waisak 2025

Dalam Bhāvanā dan Doa di Tanahputih: Waisak yang Menjernihkan Batin

Gigih tiba di pelataran Vihara Tanahputih, Semarang, dibarengi burung-burung pipit bersenandung pelan.

|
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D
WAISAK- Ritual Keagamaan di Vihara Tanah Putih Semarang dihadiri oleh ratusan bhuddhis untuk memperingati waisak, Senin (12/5/2025) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Gigih tiba di pelataran Vihara Tanahputih, Semarang, dibarengi burung-burung pipit bersenandung pelan, seolah turut menyambut Hari Raya Waisak hari suci bagi umat Buddha di seluruh dunia. 

Dia mengenakan pakaian putih bersih, sederhana namun sarat makna simbol pelepasan, kesucian niat, dan kesiapan untuk menyelami kedalaman batin.

Langkahnya tenang, seperti ingin menyesuaikan diri dengan ritme alam. Gigih bukanlah seorang bhikkhu, bukan pula tokoh agama. 

Dia hanya seorang umat biasa, penganut Buddhisme Theravāda, yang menjadikan Waisak sebagai momentum tahunan untuk memulihkan hubungan dengan dirinya sendiri, dan dengan semesta.

"Waisak memperingati kelahiran, pencerahan, dan parinibbana (wafatnya). Ini menjadi momen penting bagi kami. Menjadi momentum untuk merenungkan ajaran Buddha, melakukan ritual keagamaan, dan berbuat kebajikan," kata Gigih, Senin (12/5/2025).

Pada ruangan utama Vihara di tanah putih sebelum berlangsungnya serangkaian ritual ibadah. Para bhuddhis membunyikan lonceng dan tambur untuk memanggil para Bhante sebagai tanda umat siap untuk melakukan ritual.

Ketika Bhante datang, para bhuddhis melakukan sikap anjali isyarat tangan sebagai tanda hormat dengan mengatupkan kedua telapak tangan. 

Di ruang utama vihara. Aroma dupa cendana melingkupi udara, menyatu dengan lantunan paritta atau doa-doa suci dalam bahasa Pali. Gigih duduk di antara puluhan umat lain, mengikuti Puja Bhakti (ritual penghormatan kepada Triratna: Buddha, Dhamma, Sangha).

Setelahnya, mereka memasuki sesi Bhāvanā atau meditasi sunyi yang dalam tradisi Buddhis berarti membina, membangun batin.

Di dunia yang penuh hiruk pikuk, keheningan menjadi barang langka. Namun di sini, keheningan justru menjadi pusat segalanya. Sejenak, waktu seolah berhenti.

Kepala Vihara Tanah Putih, Bhikkhu Cattamano Mahāthera, kemudian naik ke kursi kayu dengan ukiran rusa berada pada sebelah kiri patung Buddha. Suaranya rendah namun jernih, menyampaikan Dhammasesana (khotbah Dhamma) dengan nada kontemplatif, menceritakan perjalanan Siddhattha Gotama.

Setelah prosesi tersebut, saat ditemui. Bhikku Chattamano Mahāthera mengatakan tema Waisak tahun ini adalah kebijaksanaan sebagai dasar keluhuran bangsa.

"Orang bijaksana memiliki sīla (moralitas) yang luhur. Ia menahan diri dari ucapan yang kasar, fitnah, kebohongan. Dari tindakan yang melukai, mencuri, bahkan pikiran yang penuh kebencian.”

Selain itu kebijaksanaan jasmani menurutnya juga perlu seperti tidak melakukan penganiayaan makhluk lain hingga tidak menyebabkan makhluk lain kehilangan kehidupannya. 

"Sudah tentu itu orang yang mempunyai sifat yang luhur adalah orang yang bijaksana," ujarnya.

"Harapannya tiap momen waisak membawa berkah-berkah kedamaian. Kedamaian tidak hanya umat Buddha tapi kedamaian bagi dunia ini," sambungnya. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved