Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kendal

Baju Kotor Ayah Jadi Awal Cuan Widji di Patebon Kendal, Harga Batik Lumpur Termurah Rp900 Ribu

Inovasi pewarna batik berbahan lumpur swah ini tercipta 6 tahun silam saat ayah Widji Astutik warga Patebon Kendal ini pulang dari sawah.

TRIBUN JATENG/AGUS SALIM IRSYADULLAH
JEMUR BATIK - Widji Astutik menjemur batik yang menggunakan pewarna berbahan dasar lumpur di rumah produksinya Desa Lanji, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Selasa (13/5/2025). Batik jenis ini menjadi salah satu yang paling diburu pecinta batik dari luar daerah. 

TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Terinspirasi dari hal sederhana, perajin batik di Kabupaten Kendal ini semakin dikenal secara nasional.

Inovasi menarik telah diciptakan Widji Astutik, perajin batik asal Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal ini.

Melalui tangan kreatifnya, perempuan berusia 45 tahun itu mampu membuat karya batik yang terbuat dari lumpur sawah.

Baca juga: Sosok Widji Astutik Perajin Batik Kendal, Gunakan Pewarna Lumpur Sawah, Terinspirasi Baju Kotor Ayah

Baca juga: Sempat Ditutup Sementara, TPA Darupono Kendal Kembali Dibuka: Truk Mulai Beroperasi

Inovasi itu tercipta 6 tahun silam saat ayahnya baru saja pulang dari sawah.

Waktu itu, celana ayahnya penuh dengan kotoran lumpur yang membuat warnanya menjadi coklat.

Widji begitu disapa, yang saat itu sudah mendirikan usaha batik pada 2011, seketika terbersit keinginan untuk membuat gebrakan baru.

Ditemani anak-anaknya, Widji menggunakan lumpur sawah sebagai bahan dasar pewarna kain batik.

"Dulu terinsipirasi dari ayah saya yang pulang dari sawah terus lihat bajunya kotor."

"Setelah lumpurnya mengering, kok ada bekas degradasi di baju ayah saya."

"Nah dari situ terpikirkan ide," kata Widji ditemui di rumah produksi batik Jalan Sunan Abinawa, Karangturi, Desa Lanji, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Selasa (13/5/2025).

Proses pembuatan batik menggunakan pewarna berbahan dasar lumpur ini cukup menguji kesabaran.

Dibutuhkan 15 kali perendaman untuk membuat hasilnya maksimal.

Setelah direndam, batik kemudian dikeringkan langsung di bawah sinar matahari.

Kain batik yang sudah kering itu pun lagi-lagi harus direndam, lalu dijemur kembali.

"Prosesnya memang lama, kalau cuma rendam 5 kali itu hasil warnanya kurang bagus."

"Nah kalau sudah jadi itu warnanya gelap, tapi bisa juga terang jika ada yang minta terang," ungkapnya.

Meskipun terlihat sederhana, layaknya mengotori pakaian sendiri, tak semua lumpur bisa digunakan sebagai bahan dasar pewarna batik.

Widji menjelaskan, dia menggunakan lumpur dari sarang kepiting air tawar yang hidup di area persawahan.

Lumpur jenis itu dinilai memiliki kualitas lebih bagus dibanding yang lain.

"Tidak bisa lumpur sembarangan, harus dari sarang yuyu (ketam)."

"Lumpurnya dikeluarkan dari dalam tanah, nah itu yang bagus hasilnya sebagai pewarna batik," jelasnya.

BATIK LUMPUR SAWAH - Widji Astutik perlihatkan batik pewarna lumpur di rumah produksinya di Desa Lanji, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Selasa (13/5/2025). Batik jenis ini menjadi salah satu yang paling diburu pecinta batik dari luar daerah.
BATIK LUMPUR SAWAH - Widji Astutik perlihatkan batik pewarna lumpur di rumah produksinya di Desa Lanji, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Selasa (13/5/2025). Batik jenis ini menjadi salah satu yang paling diburu pecinta batik dari luar daerah. (TRIBUN JATENG/AGUS SALIM IRSYADULLAH)

Baca juga: Bupati Tika Instruksikan Kades di Kendal Sukseskan Program Bersatu Siaga

Baca juga: Operasi Layanan Katarak Gratis Diapresiasi Bupati Kendal: Menjawab Kebutuhan

Dalam proses ini, Widji kerap bereksperimen dengan bahan-bahan alami untuk menjadi pewarna batiknya.

Bahan alami yang dia gunakan yakni daun mangga, daun kersen, kayu secang, kayu tingi, kulit mahoni, hingga daun jati.

Warna dan corak batik yang dihasilkan dari pewarna berbahan lumpur terlihat lebih natural. 

Widji juga selalu paten menggunakan motif Kendal sebagai ciri khas dalam setiap karya batiknya. 

"Warna ini bagus, tapi malah jarang disukai oleh warga lokal."

"Justru ini banyak dicari oleh warga luar daerah," paparnya.

Paling Murah Rp900 Ribu

Meskipun diproduksi dari bahan dasar lumpur sebagai pewarna, harga kain batik ini bisa mencapai Rp2,5 juta.

Harga itu sebanding dengan proses panjang untuk mencapai hasil maksimal.

"Paling murah Rp900 ribu, itu tidak bisa diselesaikan dalam satu hari," sambungnya.

Dikatakannya, batik jenis ini menjadi salah satu yang terlaris di lapak miliknya yang kerap diincar kalangan menengah ke atas.

"Ini baru saja dibeli oleh orang China dari Jakarta, dia beli lewat online," tuturnya.

Saat ini, karya batik milik Widji telah didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), sehingga dia tak khawatir jika ada yang meniru atau mengeklaim karya miliknya.

"Dulu saya pernah buat batik, tapi bukan yang lumpur ini."

"Itu karya saya diklaim oleh orang lain."

"Sejak saat itu, saya mendaftakan hak produk dan merek saya," paparnya.

Di tangan kreatifnya pula, Widji telah meraih berbagai penghargaan hingga tingkat nasional. (*)

Baca juga: Gedung MWC NU Buaran Mulai Dibangun, Simbol Sinergi NU dan Pemkab Pekalongan

Baca juga: Jenazah Kopda Eri Dwi Priambodo Tiba di Rumah Duka, Bakal Dimakamkan di TPU Banjarsari Temanggung

Baca juga: Inilah Aiptu Ahmad Syaifudin Sosok Polisi Inspiratif, Pelajar Pekalongan Dilatih Pencak Silat

Baca juga: Ahmad Dani Korban Begal di Semarang, 2 Pelaku Sudah Ditangkap, Ini Tampang Mereka

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved