Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Ramai Soal Penghapusan Outsourcing, Pengusaha Jateng Pasang Badan Tolak Rencana Prabowo Subianto

Pengusaha di Jawa Tengah mengemukakan penolakan terhadap penghapusan sistem outsourcing yang diwacanakan Presiden Prabowo Subianto.

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/Rifqi Gozali
PENGHAPUSAN OUTSOURCING - Ketua Apindo Jateng Frans Kongi menilai, penghapusan sistem alih daya bisa mengganggu fokus pengusaha dalam kegiatan bisnis dan mengganggu iklim investasi di provinsi ini. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pengusaha di Jawa Tengah mengemukakan penolakan terhadap penghapusan sistem outsourcing yang diwacanakan Presiden Prabowo Subianto.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi menilai, penghapusan sistem alih daya bisa mengganggu fokus pengusaha dalam kegiatan bisnis dan mengganggu iklim investasi di provinsi ini.

"Jangan hapus, karena kita ini sudah masuk ke suatu kondisi modern di mana pengusaha itu lebih konsentrasi kepada pengembangan core business 'bisnis inti'. Sedangkan yang bukan core itu kan bisa di-outsource," kata Frans saat dihubungi, Selasa (13/5/2025).

Baca juga: Pekerja Desak Penghapusan Outsourcing, Pemerintah Masih Kaji Ulang

"Dampak kepada iklim investasi, bpasti. Kalau dihapuskan, tenaga kerja yang begitu banyak di outsourcing mau ke mana kan? Pasti ada dampak terhadap investasi," lanjut Frans.

Dia menyatakan, outsourcing sekarang ini sudah menjadi satu bagian penting di dalam perusahaan dan sudah berjalan cukup lama.

Menurutnya, tidak hanya di Indonesia, tenaga outsource sudah cukup lumrah di luar negeri seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina.

"Semua itu kan biasa. Apalagi Amerika, mereka sudah lama. Jadi kami harap ya, kalau pemerintah melihat ini ada kekurangan, ya disempurnakan. Tapi jangan hilangkan outsourcing, sebab itu sudah merupakan satu kebutuhan sekarang; menyerap banyak tenaga kerja," katanya.

Ia di sisi itu menyoroti terkait kemungkinan adanya vendor abal-abal dalam sistem outsourcing. Frans menyatakan, hal ini memang ada dan perlu diatasi.

"Mereka tidak punya badan hukum dan biasanya juga meskipun sudah dapat upah dari management fee dari perusahaan yang pakai (jasa) mereka, tapi mereka masih potong dari karyawan juga. Ada yang kasih upah itu dibawah upah minimum, itu tidak boleh," ungkapnya.

Frans lebih menekankan pentingnya pengawasan terhadap praktik outsourcing.

Ia berharap kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk dapat mengkaji ulang mengenai wacana tersebut.
 
"Sebenarnya, jika ada demikian, pegawai pengawas dari dinas tenaga kerja setempat itu harus mengambil tindakan. Semua perusahaan outsourcing juga harus mendaftar di dinas tenaga kerja dan melaporkan semua perjanjian kerja dengan karyawan. Jika ada yang tidak benar, ya harus diluruskan," tambahnya.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Apindo Jawa Tengah, Dedi Mulyadi menambahkan, sistem outsourcing sudah mulai banyak diterapkan di dunia kerja.

Seperti di sektor padat karya, sebutnya, ada bagian-bagian tertentu yang menggunakan sistem outsourcing seperti tenaga keamanan, kebersihan, dan sopir.

"Tapi sekarang ini sudah mulai merambah, artinya sudah mulai masuk ke sektor-sektor bagian produksi juga. Tenaga-tenaga produksi di-outsourcing juga keluar. Jadi menurut saya harusnya sih lebih fleksibel," katanya.

Dedi menambahkan, sulit untuk mengambil tenaga kerja secara permanen karena sifat pekerjaan yang tidak menentu.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved