Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

UKT: Mimpi Kuliah yang Kian Mahal dan Tak Terjangkau

Opini Laelatul Maghfiroh, Mahasiswa Sarjana Terapan Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Harapan Bersama.

Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Laelatul Maghfiroh, Mahasiswa Sarjana Terapan Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Harapan Bersama. (Dok) 

UKT: Mimpi Kuliah yang Kian Mahal dan Tak Terjangkau

Oleh : Laelatul Maghfiroh
*Mahasiswa Sarjana Terapan Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Harapan Bersama

TRIBUNJATENG.COM - Pendidikan hingga perguruan tinggi menjadi impian banyak orang. Mereka beranggapan bahwa dengan memiliki gelar yang tersemat di belakang nama, akan memberikan prestise bagi si pemilik. Tentu mimpi ini tidak hanya dimiliki oleh orang-orang “bersendok emas”, mereka yang terlahir dari kalangan biasa juga menginginkan berkuliah dengan harapan dapat mengubah garis takdir.

Namun ada hal yang menjadi pertimbangan mereka yakni, mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tingginya UKT ini menimbulkan gejolak polemik di masyarakat karena terasa seperti belenggu yang dapat mencekik leher bagi si mahasiswa dan orang tua. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata biaya pendidikan tinggi di Indonesia meningkat
hingga sekitar 10 persen setiap tahun. Hal ini tentu tidak hanya menjadi beban finansial tetapi juga menimbulkan kecemasan tentang masa depan pendidikan mereka.

Pada saat yang sama, hal ini juga menimbulkan pertanyaan, apakah mahalnya biaya ini sebanding dengan kualitas pendidikan yang akan diterima? Pertanyaan ini merujuk pada
apakah biaya yang terus meningkat memberikan nilai tambah yang sesuai dengan peningkatan kualitas pembelajaran, fasilitas, dan sumber daya akademik yang akan diterima
mahasiswa. Selain itu, apakah sistem pendidikan tinggi yang sekarang memberikan kesempatan yang setara bagi semua lapisan masyarakat, atau justru menciptakan jurang yang
semakin lebar antara mereka yang mampu membayar biaya kuliah dan mereka yang tidak mampu.

Mahalnya UKT yang tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan serta fasilitas yang memadai akan mengakibatkan rasa kecewa dan tidak puas bagi mahasiswa.
Ketidakseimbangan antara biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dapat menimbulkan sebuah aksi protes mahasiswa. Hal ini mencerminkan adanya kegagalan
institusi pendidikan dalam memenuhi ekspektasi dan kebutuhan mahasiswa, yang pada akhirnya dapat menghambat upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Seharusnya, pendidikan dapat dijangkau bagi semua lapisan masyarakat. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan perkuliahan. Namun,
mahalnya UKT ini dapat menghambat akses pendidikan kuliah bagi calon mahasiswa yang kurang mampu. Tidak sedikit dari mereka yang terpaksa harus memendam impiannya karena melihat biaya masuk kuliah yang tidak sedikit jumlahnya. Fenomena ini tentu bertentangan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia. Mahalnya UKT ini menjadi bukti bahwa keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan telah dicederai. Hal ini berpotensi mereduksi intelektual bangsa, karena banyak orang berbakat yang terpaksa mengubur impiannya.

Tanpa langkah-langkah yang tepat dari pemerintah serta institusi pendidikan untuk menangani masalah ini, akan berisiko pada kemunduran angka pendidikan tinggi. Sehingga,
akan berdampak pada ketidakmampuan melanjutkan pendidikan tinggi dan hilangnya sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk memastikan bahwa setiap orang berhak memiliki akses yang adil dan setara terhadap pendidikan tinggi tanpa terbebani oleh kekhawatiran finansial. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved