Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pati

Warga Batangan lakukan Aksi Premanisme di PT HWP, Pengacara: Dipicu Janji yang Diingkari Perusahaan

Penangkapan dua orang terduga preman pemeras pengusaha di Batangan, Pati, beberapa waktu lalu, menimbulkan polemik.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rival al manaf
Dok. Pribadinya 
BANTAH TUDINGAN PREMANISME - Sugiarto, kuasa hukum warga Batangan yang ditangkap atas tuduhan melakukan tindakan premanisme terhadap pengusaha di lingkungan pabrik PT Hwaseung Indonesia 2 Pati (PT HWP). 

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Penangkapan dua orang terduga preman pemeras pengusaha di Batangan, Pati, beberapa waktu lalu, menimbulkan polemik.

Sebelumnya, pada Senin (19/5/2025) dini hari sekira pukul 00.30 WIB, polisi menangkap dua orang berinisial MN alias KU (60) dan SO (52). 

Keduanya merupakan warga Batangan, Kabupaten Pati, yang disebut sebagai preman lantaran menghalangi aktivitas seorang pengusaha di PT Hwaseung Indonesia 2 Pati (PT HWP).

Baca juga: Dikritik Kenaikan Pajak 250 Persen, Bupati Pati: Saya Hanya Jalankan Perda Pemerintah Sebelumnya

Baca juga: Ketua Umum DPP IKADIN Lantik DPC Blora, Pati dan Jepara Periode 2024–2029

Mereka dilaporkan menghalangi laju sebuah truk pengangkut limbah milik Ahsanudin (38), pemilik perusahaan vendor pengolahan limbah, yang hendak keluar dari area pabrik PT HWP.

Belakangan, muncul isu bahwa tindakan mereka dipicu konflik dengan PT HWP yang diklaim telah menjanjikan akan menyerahkan pengelolaan limbah kepada warga setempat.

Karena perusahaan justru menggunakan vendor dari Jepara, hal tersebut memicu kemarahan warga. Sehingga terjadilah tindakan yang dianggap sebagai premanisme.

Kuasa hukum warga Batangan, Sugiarto, membantah bahwa dua orang kliennya tersebut merupakan preman. 

Menurutnya, para kliennya itu tidak bisa dipidana. Sebab, mereka tidak melakukan tindakan pengrusakan maupun pemerasan.

"Perkara tersebut menurut kami tidak ada dugaan tindak pidana apa pun. Pengrusakan tidak ada, pemerasan tidak ada, hanya ucapan orang awam, kan, seperti itu," jelas dia.

Sugiarto mengatakan, saat kejadian, ada dua kendaraan bermuatan limbah keluar dari pabrik. 

Kemudian warga mengadang kendaraan tersebut karena mereka yakini belum mengantongi izin dari Pemerintah Desa (Pemdes) setempat.

”Sehingga warga sepakat mengamankan kalau ada truk yang membawa sampah karena memang tidak ada izin dari desa. Ada dua truk unit yang diberhentikan oleh warga,” jelas dia.

Meski diminta berhenti, sopir truk tak mau menghentikan kendaraan.

Akhirnya seorang warga melontarkan perkataan yang kemudian diduga ditafsirkan menjadi ancaman.

Kata-kata yang muncul kurang lebih ialah "Disuruh berhenti kok masih jalan. Tak obong (Kubakar)."

Sugiarto menilai tindakan warga itu tidak mengandung unsur pidana. Dia membantah narasi yang mengatakan bahwa kliennya melakukan tindakan premanisme.

Menurut dia, tindakan kliennya tersebut masih dalam batas wajar. Sehingga pihaknya akan siap memberikan pembuktian dan menghadapi tuntutan hukum yang dialami kliennya.

”Kewenangan nanti di pembuktian. Kalau saya menganggap peristiwa ini masih wajar-wajar saja. Karena unsur pemerasan tidak ada. Unsur Pengrusakannya pun tidak ada. Kesalahannya dalam taraf wajar,” ujar dia. 

Apalagi, menurut Sugiarto, sebelum pembangunan pabrik di Batangan, pihak PT HWP sepakat bakal menyerahkan pengelolaan limbah kepada warga Desa Ketitangwetan dan Desa Bumimulyo, Kecamatan Batangan.

Untuk diketahui, di luar konteks persoalan hukum yang dihadapi MN dan SO, warga Batangan juga sempat mengadukan persoalan terkait pengelolaan limbah ini kepada DPRD Pati.

Di ruang rapat gabungan DPRD Pati, Jumat (23/5/2025), puluhan warga dari wilayah Batangan menyuarakan aspirasi mereka terkait pengelolaan limbah non-B3 dari PT HWP.

Warga menyampaikan harapan agar limbah produksi seperti kardus dan sepatu gagal produksi tidak lagi dibawa keluar daerah, melainkan bisa dikelola oleh masyarakat setempat melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"Limbah ini sebenarnya bisa bernilai ekonomi jika dikelola dengan benar. Namun selama ini warga sekitar sama sekali tidak dilibatkan," ungkap Ketua Komisi C DPRD Pati, Joni Kurnianto, yang menerima aduan warga.

Joni mengatakan, selama ini pengelolaan limbah PT HWP ditangani vendor dari Jepara. Padahal, masyarakat dari desa-desa sekitar seperti Ketitangwetan, Raci, dan Klayusiwalan, juga punya potensi untuk mengelolanya jika diberi kesempatan dan pendampingan.

"Memang tidak bisa sembarangan mengolah limbah pabrik. Ada standar yang harus dipenuhi. Namun itu justru menjadi alasan kenapa warga perlu dilatih dan dibimbing,” jelas dia.

PT HWP diharapkan bisa membuka ruang pelatihan dan transfer pengetahuan kepada masyarakat. Tujuannya agar warga memiliki kompetensi dan memenuhi standar pengelolaan limbah yang ditetapkan perusahaan, serta tidak terus-menerus ditolak karena dianggap belum siap.

Langkah ini diharapkan bisa menjadi upaya konkret agar keberadaan PT HWP benar-benar membawa dampak positif secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. (mzk)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved