Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E : Pancasila, Ekonomi Bangkit, dan Jalan Masa Depan

Pancasila, Ekonomi Bangkit, dan Jalan Masa Depan menurut Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E

Editor: Editor Bisnis
Ist
Pancasila, Ekonomi Bangkit, dan Jalan Masa Depan 

Oleh: Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E
Akademisi UIN Saizu Purwokerto


Tanggal 1 Juni bukan sekadar hari libur nasional. Ia adalah momen reflektif atas kelahiran satu mahakarya terbesar bangsa ini: Pancasila. Digali oleh Bung Karno pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Pancasila telah menjadi pondasi hidup bernegara yang bukan hanya menyatukan keberagaman etnis, agama, dan budaya, tetapi juga membingkai arah pembangunan ekonomi Indonesia yang khas dan kontekstual.


Di tengah dinamika global yang penuh gejolak dan ketidakpastian mulai dari perang dagang, krisis energi, hingga perubahan iklim Indonesia justru menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi yang menggembirakan. Momentum Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025 menjadi sangat strategis untuk merefleksikan kekuatan dasar ideologis bangsa dalam menopang arah pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional.


Pancasila dan Fondasi Ekonomi Gotong Royong


Sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, bukanlah sekadar slogan. Ia adalah prinsip etis sekaligus visi ekonomi. Di tengah sistem kapitalisme global yang makin rakus, Pancasila menawarkan model alternatif: ekonomi gotong royong. Model ini tidak mendewakan pasar bebas secara mutlak, namun menempatkan nilai kemanusiaan, keadilan, dan solidaritas sosial sebagai poros pembangunan.


Bukti keberhasilan pendekatan ini tampak dari bagaimana pemerintah mendorong ekonomi inklusif pasca pandemi: program UMKM naik kelas, digitalisasi keuangan desa, hingga hilirisasi industri berbasis sumber daya alam. Semua langkah ini menyasar pemerataan, bukan sekadar pertumbuhan. Di sinilah watak Pancasila bekerja: bukan ekonomi yang membuat yang kaya makin kaya, tapi ekonomi yang memungkinkan semua orang bangkit bersama.


Indonesia dan Timur Tengah: Jalan yang Berbeda


Menarik jika kita membandingkan Indonesia dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah. Meski sama-sama mayoritas Muslim, arah pembangunan dan stabilitas politiknya berbeda jauh. Sejak kejatuhan Kekhalifahan Utsmani tahun 1924, banyak negara di Timur Tengah gagal memadukan nasionalisme dengan nilai-nilai agama. Hasilnya adalah instabilitas politik berkepanjangan, konflik sektarian, dan lemahnya institusi ekonomi.


Indonesia mengambil jalur berbeda, berkat visi pendiri bangsa yang jauh ke depan. KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), memberi satu teladan penting: bahwa agama dan nasionalisme bisa saling memperkuat, bukan saling meniadakan. Pancasila menjadi jembatan, bukan tembok. Di sinilah letak kekuatan Indonesia—sintesis antara modernisme dan spiritualisme, antara demokrasi dan ketuhanan.


Proses Historis Penetapan 1 Juni


Penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila juga bukan tanpa perjuangan. Tahun 2016 menjadi tonggak penting. Dimulai dari seminar PWNU Jawa Timur pada 1 Maret 2016 yang menyerukan “Kembali ke Pancasila”, lalu berlanjut dengan surat resmi ke PBNU dan kemudian ke Presiden. Pada 1 Juni 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, yang secara resmi menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan hari libur nasional. Ini bukan hanya keputusan administratif, tapi simbol kemenangan atas lupa sejarah.


Dengan pengakuan resmi ini, Pancasila tidak hanya diabadikan dalam teks pembukaan UUD 1945, tapi juga dalam kesadaran kolektif bangsa. Ini menjadi pengingat bahwa arah pembangunan bangsa—termasuk ekonomi—harus selalu berpijak pada nilai-nilai luhur Pancasila.


Ruang Publik, Mahasiswa, dan Akal Sehat yang Terbuka


Namun, kebangkitan ekonomi dan semangat Pancasila tak bisa dilepaskan dari kebebasan berpikir. Sayangnya, kini kita menyaksikan kecenderungan yang mengkhawatirkan: akal kritis dikekang, diskusi akademik dicurigai, dan mahasiswa dibungkam atas nama stabilitas.


Pertanyaannya: bagaimana mungkin ekonomi bisa bangkit, jika ruang intelektual justru dikerdilkan? Pendidikan tinggi bukanlah pabrik ijazah. Ia adalah rumah bagi perdebatan gagasan, tempat para mahasiswa belajar membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, antara kritik dan makar.


Dalam semangat Pancasila, terutama sila keempat—Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan—semua warga negara, terutama kaum muda, punya hak untuk bersuara, berdiskusi, dan menyuarakan aspirasi. Demokrasi tanpa akal kritis hanyalah tirani yang ditutup dengan selimut “ketertiban”.


Jalan Menuju Kebangkitan Ekonomi


Kebangkitan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa dipisahkan dari konsistensi pada nilai-nilai Pancasila. Ada beberapa langkah yang bisa terus dikuatkan:
 1. Memperkuat Koperasi dan UMKM sebagai pilar ekonomi rakyat, bukan hanya pelengkap ekonomi nasional.
 2. Mendorong inovasi berbasis nilai kebangsaan, agar teknologi tidak menjauh dari akar budaya dan identitas lokal.
 3. Menjamin kebebasan akademik dan berpikir, karena dari sanalah lahir gagasan-gagasan baru untuk pembangunan.
 4. Menjaga stabilitas politik dan pluralisme, sebagai fondasi keberlanjutan investasi dan kepercayaan publik.


Momentum 1 Juni adalah pengingat bahwa fondasi kita bukan sekadar angka-angka pertumbuhan ekonomi, melainkan nilai-nilai luhur yang menghargai kemanusiaan, kebhinekaan, dan keadilan sosial.


Pancasila bukan warisan beku di rak-rak sejarah. Ia adalah api yang harus terus dijaga nyalanya. Ia bukan ide utopis, tapi panduan realistis bagi arah pembangunan bangsa yang adil, berdaulat, dan mandiri. Ketika dunia semakin terpolarisasi antara kapitalisme serakah dan fundamentalisme sempit, Indonesia menawarkan jalan ketiga: Pancasila, yang membumi sekaligus membebaskan.


Mari jadikan Hari Lahir Pancasila sebagai momentum kebangkitan ekonomi nasional yang inklusif dan berkeadilan. Dan mari pastikan bahwa dalam jalan itu, akal sehat tidak dibungkam, dan suara mahasiswa tetap menggema. Karena tanpa kritik, pembangunan hanya akan jadi propaganda.


Jayalah Indonesiaku, dalam semangat Pancasila yang abadi. ***

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved