Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Poltek Harber Tegal

Menjadi Insinyur Informatika Seutuhnya

Di tengah gelombang transformasi digital yang kian masif, peran insinyur informatika tidak lagi sekadar sebagai pelaksana teknis.

|
Poltek Halber
Ginanjar Wiro Sasmito, Wakil Direktur Bidang Humas dan Kerja Sama Politeknik Harapan Bersama / Pengurus Pusat BK Informatika – Persatuan Insinyur Indonesia 

Oleh :  Ginanjar Wiro Sasmito
(Wakil Direktur Bidang Humas dan Kerja Sama Politeknik Harapan Bersama / Pengurus Pusat BK Informatika – Persatuan Insinyur Indonesia)

Di tengah gelombang transformasi digital yang kian masif, peran insinyur informatika tidak lagi sekadar sebagai pelaksana teknis.

Mereka kini menjadi pilar utama dalam memastikan tata kelola sistem digital yang aman, etis, dan berpihak pada kepentingan publik.

Dunia saat ini makin bergantung pada algoritma, data, dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: siapa yang merancang dan mengendalikan teknologi tersebut? Jawabannya jelas: para insinyur informatika.

Oleh karena itu, yang perlu kita renungkan bukan sekadar berapa banyak insinyur informatika yang dibutuhkan, melainkan seperti apa profil insinyur yang benar-benar dibutuhkan. Apakah
cukup dengan kemampuan menyusun sintaksis program, membaca struktur algoritma,
mengelola sistem cloud, atau memahami machine learning?

Tentu tidak. Kemampuan teknis hanyalah satu sisi dari profesi ini. Yang lebih mendesak adalah menghadirkan insinyur informatika yang seutuhnya—yaitu mereka yang menjunjung tinggi kode etik profesi, mematuhi ketentuan perundang-undangan keinsinyuran, serta memiliki kesadaran etis terhadap dampak sosial dari setiap keputusan teknologi yang mereka ambil.

Profesionalisme dan Etika: Dua Sisi Mata Uang

Indonesia saat ini telah memiliki landasan hukum yang jelas melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran.

Undang-undang ini menegaskan bahwa insinyur harus bersertifikasi, memiliki kompetensi yang diakui secara profesional, dan menjunjung Kode Etik Keinsinyuran Indonesia. Etika keinsinyuran tidak dapat dinegosiasikan, karena setiap produk teknologi dapat membawa resiko jika dibangun tanpa pertimbangan sosial dan moral. Mengutip apa yang telah disampaikan oleh Heru Dewanto.

Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) 2018 - 2021, “Insinyur bukan hanya pencipta, tetapi juga penjaga nilai. Mereka harus menyadari bahwa karya mereka bisa mempengaruhi kehidupan jutaan orang.”

Pernyataan ini menjadi sangat relevan ketika AI digunakan untuk keputusan-keputusan penting: dari sistem keadilan pidana, sistem Pemantauan Keamanan dan Pengawasan Publik hingga diagnosis kesehatan.

Berdasarkan laporan McKinsey Global Institute tahun 2024, teknologi kecerdasan buatan generatif (generative AI) diperkirakan dapat menambah nilai ekonomi global sebesar $2,6 triliun hingga $4,4 triliun per tahun. Di Indonesia sendiri, data dari Kementerian Kominfo menunjukkan bahwa adopsi AI telah meningkat hingga 30 persen dalam dua tahun
terakhir, terutama di sektor keuangan, pemerintahan, dan pendidikan. Namun, semakin kompleks dan berdayanya AI, semakin besar pula risiko penyalahgunaannya.

Kasus bias algoritma, pelanggaran privasi, dan manipulasi informasi semakin sering terjadi. Di sinilah peran insinyur informatika yang memahami konsekuensi sosial teknologi menjadi sangat krusial.

Mereka bukan hanya bertanggung jawab pada klien atau pengguna sistem, tetapi juga pada masyarakat luas yang terkena dampaknya.

Mengapa Sertifikasi dan UU Keinsinyuran Itu Penting?

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved