Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

READERS NOTE

Tips Membudayakan Anak Mandiri Bersekolah

Sebuah penelitian di Indonesia mengungkap bahwa 65% orangtua membantu mengerjakan PR anaknya, dan 30% di antaranya justru mengambil alih sepenuhnya

Editor: iswidodo
Tribunjateng/dok pribadi
Izzatin Nida S.Pd Mahasiswi Magister Sains Psikologi Unika Soegijapranata 

Tips Membudayakan Anak Mandiri Bersekolah

Oleh Izzatin Nida SPd 
Mahasiswa Magister Psikologi Unika Soegijapranata
Guru Kelas di SD Islam Bintang Juara

PERNAHKAH Anda melihat orangtua yang lebih sibuk mengerjakan PR matematika daripada anaknya sendiri? Atau ibu yang begadang membuat tugas kerajinan tangan untuk anaknya yang sudah tidur? Fenomena ini semakin umum dan patut menjadi perhatian kita semua.

Fakta menunjukkan banyak siswa menyerahkan tanggung jawab mengerjakan PR kepada orangtua. Sebuah penelitian di Indonesia mengungkap bahwa 65 persen orangtua membantu mengerjakan PR anaknya, dan 30 % di antaranya justru mengambil alih sepenuhnya (Rahayu & Fajar, 2020). 

Bantuan yang berlebihan ini ternyata berdampak negatif pada kemandirian belajar anak.
Kemandirian belajar siswa Indonesia memang masih perlu ditingkatkan. Survei nasional terbaru menunjukkan hanya 45 % siswa yang mampu mengatur waktu belajar secara mandiri, sementara 70 % masih sangat bergantung pada pengawasan orangtua dalam mengerjakan tugas sekolah.

Menghadapi tantangan ini, ada pendekatan menarik yang disebut Self-Regulated Learning (SRL). Sederhananya, SRL adalah cara belajar di mana siswa menjadi "pilot" bagi pendidikan mereka sendiri. Mereka yang menentukan tujuan, mengemudikan proses, dan mengevaluasi hasil belajarnya.

SRL bekerja melalui 4 tahap praktis yang bisa diterapkan mulai dari Fase B awal atau Kelas 3:
TAHAP 1: MERENCANAKAN
Di sini siswa belajar membuat "peta perjalanan" belajar. Mereka menetapkan target, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta menyusun strategi. Misalnya, "Aku akan memahami tiga rumus matematika ini dalam seminggu dengan belajar 30 menit setiap hari."

TAHAP 2: BERTINDAK
Siswa menjalankan rencana belajar sambil terus memantau progresnya. Mereka bertanya pada diri sendiri: "Apakah caraku belajar sudah efektif?" atau "Apa yang mengganggu konsentrasiku?" Tahap ini melatih kesadaran akan proses belajar yang sedang berlangsung.

TAHAP 3: MENGELOLA LINGKUNGAN
Siswa belajar menciptakan "zona belajar" yang nyaman. Mulai dari mematikan notifikasi ponsel, mencari tempat yang tenang, hingga berdiskusi dengan teman jika ada kesulitan. Mereka menjadi arsitek lingkungan belajar terbaik untuk diri sendiri.

TAHAP 4: MERELEKSI
Setelah belajar, siswa mengevaluasi hasilnya. "Apa yang berhasil dari strategiku?" atau "Apa yang perlu diperbaiki lain kali?" Refleksi ini menjadi bahan perbaikan untuk perencanaan berikutnya.
Penelitian terbaru dalam Journal of Educational Psychology (2021) membuktikan bahwa siswa yang menerapkan SRL tidak hanya nilainya lebih baik 25 % , tetapi juga lebih percaya diri dan bertanggung jawab terhadap pendidikannya.

Keunggulan SRL terletak pada fleksibilitasnya. Setiap anak bisa menyesuaikan metode belajar dengan gaya pribadi. Yang visual bisa membuat mind mapping, yang auditori bisa merekam suara, yang kinestetik bisa sambil bergerak. Belajar akhirnya bukan lagi "satu ukuran untuk semua".
Namun, teknik saja tidak cukup tanpa tujuan yang jelas. Di sinilah pentingnya guru membantu siswa menemukan "mengapa" di balik belajar. 

Mengapa harus belajar matematika? Mengapa penting memahami sains? Ketika siswa menemukan jawabannya, belajar menjadi bermakna. Lebih jauh lagi, siswa perlu diajak memimpikan masa depan. Cita-cita menjadi kompas yang memberi arah pada setiap proses belajar. Anak yang bercita-cita menjadi programmer akan dengan senang hati belajar logika matematika. 

Calon dokter muda akan bersemangat mempelajari biologi. Peran guru dalam ekosistem ini sangat vital. Mereka bukan lagi "pemberi informasi" melainkan "pelatih kemandirian". Guru yang efektif akan membimbing tanpa mendikte, mengarahkan tanpa mengambil alih, serta memberi kepercayaan pada siswa untuk mencoba dan belajar dari kesalahan. Orangtua pun perlu bertransformasi melalui pendekatan bertahap yang praktis:

TAHAP 1: PENDAMPINGAN AKTIF
Orangtua mendampingi langsung mengajak anak untuk membuat jadwal belajar yang konsisten dan relevan. Saat anak mulai menjalankan jadwalnya misalkan saat mengerjakan PR, Orangtua dapat memberikan pendampingan dengan membantu nmenjelaskan konsep, memberikan kata kata pemantik, mengajak anak berkomunikasi aktif dan memberi contoh. Pada fase ini saat anak mulai lupa dan tidak menjalakan jadwal belajarnya Orangtua dapat mengingatkan kembali Fase ini berlangsung 1-2 minggu, tergantung kebutuhan anak.

TAHAP 2: PENGAWASAN PASIF
Pada tahap ini,  orang tua melakukan pengawasan dan tidak lagi intens megingatkan anak untuk menjalankan jadwalnya. Setelah anak memahami polanya, orangtua cukup menunggui dan siap membantu jika diminta. Biarkan anak mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum minta bantuan.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved