Berita Feature
Alasan Mbah Yudi Warga Batang Tinggal Dengan Ayam, Sudah 4 Kali Pindahkan Rumah
Tinggal sebatang kara jauh dari tetangga, perjalanan hidup sehari-hari Wahyudi (66) tidak mudah
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Tinggal sebatang kara jauh dari tetangga, perjalanan hidup sehari-hari Wahyudi (66) tidak mudah.
Bukan hanya bagaimana dia harus memenuhi kebutuhan pokok terutama makan.
Untuk tempat tinggal pun dia terkendala.
Wahyudi yang tinggal di bibir pantai Roban Timur, Desa Sengon, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, telah memindahkan rumahnya sebanyak empat kali selama empat tahun terakhir.
Yudi, sapaannya, mengaku telah menempati rumahnya di kawasan itu selama 30 tahun.
Baca juga: Hipotesa BRIN, Tanah Bergerak di Mandala Brebes Bukan Longsor Biasa, Serentak di 3 Bukti
Namun, selama empat tahun terakhir terpaksa memindahkan rumah kayunya karena dikejar air laut akibat abrasi yang cukup parah melanda kawasan pesisir tersebut.
"Umah wes tak pindah ping papat Nang arah ngidul patang tahun iki mergo dioyak banyu laut (Rumah sudah saya pindah empat kali ke arah selatan selama 4 tahun terakhir karena kena abrasi)," kata Yudi kepada Tribun, Minggu (1/5/2025) sore.
Ketika ditemui Tribun, Yudi tengah mencangkul tanah di samping dan belakang rumahnya.
Nafasnya terengah-engah, bulir keringat membanjiri tubuhnya. Namun, dia mencangkul dengan semangat.
Sebab, lahan itu rencananya bakal ditanami singkong. Makanan pengganjal perut manakala tak ada nasi untuk ditanak.
"Lumayan singkongnya nanti untuk ganjal perut saat tidak ada beras," jelas Wahyudi kepada Tribun dalam bahasa Jawa.
Selepas mencangkul, Yudi beristirahat di depan rumahnya yang berukuran panjang rumah 7 meter dan lebar 3 meter.
Rumah beratap genteng dengan lantai tanah itu tampak ambles sedalam sekira 50 sentimeter.
Rumah tersebut tidak tersambung dengan fasilitas listrik.
Untuk penerangan, Yudi menggunakan lampu teplok. Rumahnya juga tidak ada kamar mandi.
Kebutuhan Yudi untuk mandi, mencuci baju dan buang air besar dilakukan dengan menumpang di rumah tetangganya.
Padahal, letak rumah Yudi cukup terisolir dengan kawasan permukiman warga. Tetangga terdekat Yudi berjarak sekitar 500 meter.
"Tidak ada listrik, minta air mentah untuk minum, mandi dan buang air numpang ke tetangga," sambung Yudi.
Yudi juga mengajak Tribun masuk ke dalam rumah.
Ruangan rumah itu terdiri dari dua ruangan meliputi ruangan kamar tidur dan dapur.
Di sisi kanan ruangan kamar terdapat dipan kayu. Di sisi kirinya, ada kandang ayam berupa sangkar bambu berbentuk lingkaran.
"Turu bareng ayam ben rak ilang (Ya tidur sama ayam, biar tidak hilang)," katanya yang mengaku ayamnya sempat dicuri oleh orang tak dikenal.
Sementara dapur rumah Yudi cukup sederhana hanya ada tungku yang dibentuk dari tiga batu besar.
Tidak ada gas melon atau elpiji tabung 3 kilogram untuk warga miskin.
Yudi setiap memasak beras atau air minum hanya menggunakan kayu bakar.
"Masak kalau ada beras. Kalau hari ini tidak ada beras jadi cuma masak air," katanya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Yudi bekerja serabutan. Kadangkala dia menjadi buruh tukang cangkul dengan upah Rp 100 ribu perhari.
Akan tetapi, pekerjaan ini jarang dilakukan.
Pekerjaan lainnya, Yudi hanya mencari penghasilan tambahan dengan menjadi pemulung.
Dari pekerjaan ini, mantan nelayan itu hanya mengantongi uang sebesar Rp 30 ribu per Minggu.
"Saya juga masang jaring depan rumah, lumayan kalau dapat ikan untuk makan atau dijual semisal dapat lumayan banyak," bebernya.
Di tengah kondisi hidupnya tersebut, Yudi mengaku masih kebingungan terkait kondisi rumahnya yang sering kemasukan air rob.
Dia sudah memasang papan kayu setinggi sekira 30 sentimeter di depan pintu rumahnya tetapi ternyata tak cukup untuk menahan rob.
Dia pun terpaksa harus menguras air dari dalam rumahnya karena posisi rumahnya ambles sehingga air menggenang di dalam rumah.
"Kejadian air rob masuk terakhir terjadi pada pekan kemarin," ungkapnya.
Yudi juga tidak ada pilihan ketika hendak memindahkan rumahnya ke arah selatan lagi sebab tepat di belakang rumahnya merupakan tambak ikan.
Artinya, Yudi sudah tidak bisa menggeser rumahnya kembali untuk menghindari abrasi.
"Ya hanya bisa pasrah, manut Gusti Allah," terangnya.
Tetangga Wahyudi di Roban Timur, Haryono mengatakan sudah mengenal Wahyudi atau Yudi sejak dirinya masih kecil. Yudi merupakan sahabat dari bapaknya.
Haryono menyebut, Yudi sudah hidup sebatang kara karena bercerai dengan istrinya sejak puluhan tahun silam.
Ditambah Yudi tidak punya anak. Kerabat terdekatnya hanya adik kandung.
Itupun tinggal di desa sebelah yang secara ekonomi kondisinya tak jauh berbeda dengan Yudi.
"Mbah Yudi kerjanya serabutan, kadang jadi buru mencangkul, seringnya jadi tukang rongsok dan menjaring ikan," ungkapnya.
Menurutnya, Yudi sudah tidak kuat menjadi nelayan. Selain itu, Yudi juga tidak memiliki perahu. "Kalau jadi buruh nelayan juga tidak dipakai, tenaganya sudah tidak kuat lagi," ungkapnya.
Terkait Yudi telah memindahkan rumah sebanyak empat kali, Haryono membenarkan.
Sebab, ketika proses memindahkan rumah dilakukan secara gotong royong bersama tetangga yang mau membantu.
"Iya benar sudah pindah empat kali. Kondisi sekarang rumahnya juga sudah mau kena air laut lagi," terangnya.
Menurutnya, kawasan pesisir Roban Timur yang ditempati Yudi dahulunya ada dua keluarga lainnya yang tinggal di tempat itu.
Namun, mereka telah mengungsi. Hal itu dikarenakan abrasi parah menerjang pantai Roban Timur.
"Abrasi mulai parah sejak tahun 2019. Hampir 30-50 meter pesisir telah terkikis," sambungnya.
Akibat kondisi tersebut, lanjut Haryono, hanya tinggal Wahyudi yang bertahan.
"Ya kami sebagai tetangga tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa memperhatikan semampu kami," tuturnya. (Iwn)
3 Hari Tersesat di Hutan Jati Blora, Truk Boks Berhasil Dievakuasi, Warga Gelar Selamatan Dulu |
![]() |
---|
Kondisi Terkini Pasar Kambing Semarang yang Melegenda, Patung Masih Berdiri Tapi Situasi Beda |
![]() |
---|
Cerita Indra Pemuda Tunadaksa di Tegal, Kembangkan Usaha Anyaman Bambu Hingga Buka Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Kisah Hamdan Produsen Seragam Sekolah di Kudus, Modal Rp 10 Juta Pinjaman, Kini Sampai Tolak Orderan |
![]() |
---|
Tangis Reisha Pelajar SD di Kudus saat Bacakan Sepucuk Surat untuk Palestina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.