Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kabupaten Semarang

Lebih dari 21 Ribu Warga Kabupaten Semarang Kehilangan Hak Layanan BPJS Kesehatan

Sebanyak 21.158 warga Kabupaten Semarang dilaporkan kehilangan hak atas layanan BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

|
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: rival al manaf
(dok TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Semarang, Istichomah. 

TRIBUNJATENG COM, UNGARAN – Sebanyak 21.158 warga Kabupaten Semarang dilaporkan kehilangan hak atas layanan BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) setelah pemerintah pusat melakukan penyesuaian data berbasis Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). 

Langkah penonaktifan ini merupakan bagian dari proses pemutakhiran data secara nasional yang berdampak pada penonaktifan 1,1 juta peserta BPJS PBI JK di seluruh Jawa Tengah.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Semarang, Istichomah mengungkapkan keprihatinan atas dampak besar yang dirasakan masyarakat, terutama warga kurang mampu dan penderita penyakit kronis.

Baca juga: Cek BSU, Ratusan Warga Datangi Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kudus

Baca juga: 20 Jenis Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan Update Juni 2025

“Betul, otomatis mereka tidak lagi memiliki hak atas pelayanan kesehatan gratis dari BPJS. 

Ini tentu sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat," kata Istichomah saat dihubungi, Minggu (15/6/2025).

Meskipun demikian, dia mengungkapkan bahwa Pemkab Semarang tidak tinggal diam. 

Dua langkah upaya telah dilakukan, yakni reaktivasi peserta BPJS dan pengalihan anggaran daerah untuk BPJS PBI Pemda.

“Kami mengupayakan reaktivasi sesuai surat dari Kementerian Sosial. 

Yang diprioritaskan tentu saja warga miskin, penderita penyakit kronis, dan kondisi darurat medis,” imbuh dia.

Upaya kedua, lanjut Istichomah, yaitu keputusan Bupati Semarang, Ngesti Nugraha untuk mengalihkan anggaran kegiatan yang tidak mendesak agar bisa membiayai kepesertaan BPJS PBI lewat skema pembiayaan Pemda.

Dengan itu, warga yang dinonaktifkan tetap dapat memperoleh perlindungan jaminan kesehatan meski tidak lagi ditanggung pusat.

Namun, upaya ini menghadapi tantangan. Keterlibatan aktif pemerintah desa dan masyarakat dinilai menjadi kunci keberhasilannya.

“Kami minta desa dan operator desa aktif mengeluarkan surat keterangan dan menginput data warga yang benar-benar layak menerima bantuan. 

Tanpa itu, reaktivasi tak bisa dilakukan,” tegas Istichomah.

Penonaktifan massal itu, lanjut dia, dilakukan karena banyaknya data bermasalah, seperti peserta yang telah meninggal, beralih menjadi peserta mandiri atau pekerja formal, hingga tidak lagi masuk kategori miskin.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved