Sidang Korupsi Mbak Ita
Begini Cara Para Camat di Kota Semarang Selewengkan Dana Proyek Jembatan dan Jalan, Dibongkar BPK
Seorang pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Tengah, Arif Julianto, mengungkap adanya dugaan penyelewengan dana
Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Tengah, Arif Julianto, mengungkap adanya dugaan penyelewengan dana anggaran belanja infrastruktur tahun 2023 oleh hampir seluruh camat di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Temuan tersebut muncul saat Arif menjabat sebagai Ketua Tim Audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang dilakukan terhadap penggunaan anggaran belanja infrastruktur.
Dalam proses audit, Arif mendapati indikasi aliran dana mencapai belasan miliar rupiah yang diduga tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Atas dasar temuan tersebut, BPK turut memanggil sejumlah pihak untuk diperiksa. Di antaranya adalah Alwin Basri, suami dari mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita.
Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak-pihak di luar jajaran pemerintahan kecamatan.
Selain Alwin, BPK juga memeriksa Martono, sosok yang dikenal dekat dengan Alwin dan pernah menjabat sebagai Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang.
"Iya temuan itu hampir di seluruh 16 Kecamatan di Kota Semarang," terang Arif ketika menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi dengan terdakwa Martono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (18/6/2025).
Menurut Arif, dalam audit tersebut hanya menyasar proyek infrastruktur jembatan dan jalan.
Proses audit juga dilakukan secara sampling sebanyak 136 proyek meliputi proyek di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) sebanyak 15 proyek, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) sebanyak 40 proyek dan sisanya berada di 16 Kecamatan di Kota Semarang.
"Hasil temuan tim BPK berupa ada pengurangan volume material bahan pembuatan jalan dan jembatan serta ditemukan kelebihan pembayaran ke pihak rekanan (kontraktor pelaksana proyek)," paparnya.
Arif merinci, berkaitan adanya kekurangan volume ada selisih sekitar Rp3,8 miliar.
Adapun soal kelebihan bayar atau beban biaya administrasi kurang lebih Rp11,5 miliar.
Beban admistrasi yang dimaksud Arif berupa proses pengadaan tidak ditetapkan kebutuhan, proses administrasi proses pengadaan , ada dana kegiatan rekanan yang tidak sesuai prosedural.
"Uang itu (hasil temuan) sudah dikembalikan lalu disetorkan ke kas daerah," paparnya.
Dalam persidangan itu, ketika Arif dicecar pertanyaan oleh Jaksa KPK, dia memaparkan ada keterkaitan temuan tersebut dengan kontraktor dari kelompok Gapensi.
"Dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) ada keterkaitan dengan Gapensi, saya lupa nama perusahaannya, disebut pula nama Martono tetapi tidak kami cantumkan dalam LPH yang kami serahkan ke DPRD Semarang," katanya.
BPK juga memastikan keterkaitan Martono dalam temuan tersebut dengan memanggilnya sebanyak dua kali ke kantor BPK Jateng.
Temuan BPK yang menyangkut Martono berupa adanya duit komitmen fee proyek sebesar Rp2,5 miliar dari proyek Penunjukan Langsung (PL) di 16 Kecamatan Pemkot Semarang.
Di sisi lain, Martono mengakui pemanggilan tersebut.
Arif menyebut pula telah memeriksa Alwin Basri sebanyak satu kali di rumahnya. Ketika diklarifikasi BPK, lanjut Arif, Alwin tidak membantahnya.
"Pak Alwin diperiksa terkait beberapa Camat mengaku pernah menghadap ke pak Alwin. Terkait pekerjaan di kecamatan," tuturnya.
Selepas memberikan keterangan, Martono tidak keberatan dengan keterangan saksi dari BPK tersebut.
Kuasa Hukum Terdakwa Martono, Khaerul Anwar menuturkan, saksi dari BPK telah mengkontruksikan bahwa PL yang dikerjakan oleh Gapensi adalah bagian dari temuan BPK.
Temuanya, berupa kekurangan volume dan kelebihan bayar. Kemudian adanya komitmen fee proyek sebesar 13 persen.
"Terkait dengan terdakwa Martono sudah dikembalikan sehingga tidak ada kerugian (negara) dan (kasusnya) sudah dinyatakan selesai," klaim Khaerul.
Untuk menguatkan saksi BPK, Khaerul juga menyerahkan bukti transfer asli berupa pembayaran Rp 2,5 miliar dari rekening Mandiri milik Martono ke kas daerah (Kasda) kota Semarang.
"Temuan all komitmen fee yang diterima oleh pak Martono itu sudah dikembalikan penuh oleh Pak Martono," beber Khaerul.
Sebagaimana diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra mengatakan, Mbak Ita dan suami Alwin didakwa menerima gratifikasi atas fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung dengan nilai total Rp 2,24 miliar.
Martono sebagai penyambung uang fee proyek juga didakwa menerima.
Dari total uang Rp 2,24 miliar , Mbak Ita dan Alwin menerima Rp 2 miliar.
Adapun Martono menerima Rp 245 juta.
Uang miliaran tersebut diperoleh dari setoran para saksi di antaranya Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo,Suwarno, Gatot Samarinda dan Sunarto. (Iwn)
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin Basri Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding |
![]() |
---|
Ini Alasan KPK Belum Periksa Indriyasari Bapenda Semarang, Mbak Ita Merasa Dijebak |
![]() |
---|
Sidang Tanggapan Pembelaan Mbak Ita & Suami, Jaksa Minta Hakim Tetap Vonis Ita 6 Tahun Alwin 8 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.