Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kebudayaan

"Dulu Disebut Makan Manusia" Kisah Pilu Nenek Gelam, Menyesal Potong Telinga Karena Malu

Ia resah karena kini semakin sedikit generasi di bawahnya yang mau menerapkan identitas kebudayaan wanita dayak seperti tato dan telinga panjang.

Penulis: Val | Editor: rival al manaf
(KOMPAS.com/Pandawa Borniat)
SUKU DAYAK - Nenek Gelam (75) menjadi saksi hidup tradisi Dayak Kenyah yang perlahan ditinggalkan. Tato di tubuhnya bukan sekadar seni, melainkan identitas yang nyaris punah. 

Kehadirannya di Desa Pampang bukan hanya sekadar individu, melainkan representasi dari sebuah era yang perlahan memudar.

Tato di kulitnya bukan hanya tinta, melainkan arsip hidup dari kepercayaan, status sosial, dan keindahan estetika Dayak Kenyah.

Telinga yang dulunya panjang, kini tinggal kenangan, menyimpan cerita tentang bagaimana tekanan sosial dapat mengikis warisan berharga.

Desa Budaya Pampang memang berupaya keras melestarikan kebudayaan Dayak. Tarian-tarian masih dipentaskan, alat musik masih dimainkan, dan kerajinan tangan masih dibuat.

Namun, pertanyaan besar muncul dari kisah Nenek Gelam: bagaimana dengan tradisi yang melekat pada tubuh, yang menjadi penanda fisik identitas?

Jika generasi muda merasa malu atau tidak lagi melihat relevansi untuk meneruskannya, akankah tradisi-tradisi tersebut hanya akan menjadi tontonan turis tanpa ruh yang hidup dari pewaris aslinya.

Kisah Nenek Gelam adalah pengingat bahwa pelestarian budaya tidak hanya berhenti pada pementasan atau pameran benda.

Ia adalah tentang pewarisan nilai, tentang menumbuhkan rasa bangga pada identitas leluhur di tengah generasi yang terpa modernisasi.

Desa Pampang berdiri sebagai benteng, namun di dalamnya, seperti Nenek Gelam, ada perjuangan pribadi yang tak terlihat untuk menjaga bara api tradisi agar tidak padam.

Mungkin, tantangan terbesar bagi Desa Budaya Pampang dan komunitas Dayak Kenyah bukanlah bagaimana menarik wisatawan, melainkan bagaimana menanamkan kembali rasa memiliki dan kebanggaan pada generasi muda terhadap warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Nenek Gelam, dengan tato dan kisahnya, adalah sebuah monumen hidup yang tak boleh terlupakan, sebuah seruan bagi kita semua untuk merenungkan makna sesungguhnya dari identitas dan warisan di tengah pusaran zaman. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved