Semarang
Rejo yang Tak Lagi Makmur: Kisah dari Pulau Sampah Tambakrejo Semarang
Semarang Utara, yang dikenal dengan daerah pesisirnya, kini tengah bergulat dengan masalah yang sederhana namun berbahaya yakni sampah.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Semarang bagian Utara, yang dikenal dengan daerah pesisirnya, kini tengah bergulat dengan masalah yang sederhana namun berbahaya yakni sampah.
Di kawasan RW 13 Tambakrejo, masalah ini sudah terlalu lama dibiarkan tanpa solusi yang memadai. Warga setempat, di RW 13, sudah lama merasakan dampak buruknya.
Edy Suwarno Ketua RW 13 bercerita, tentang lingkungan yang tak hanya kumuh, tapi juga bisa mematikan.
"Memang betul sekali saya sebagai Pak RW 13 sangat-sangat malu dan sangat-sangat prihatin. Lingkungan sampah ini bisa membawa penyakit, terutama bagi anak-anak," ujar Edy saat ditemui, Sabtu (28/6/2025).
Sampah yang menumpuk menjadi masalah yang tak bisa dipandang sebelah mata. Bau menyengat yang datang dari tempat pembuangan sampah yang dibiarkan begitu saja setiap malam menggangu kehidupan warga.
"Kedalamannya hampir 2 meter, airnya bau, bau sampah, dan hampir pukul 19.00 baunya luar biasa, Ini dampaknya, kan baunya bisa membikin penyakit," jelasnya.
Masalah ini tak hanya berkutat pada kebersihan, tetapi juga pada kesadaran warga yang masih sangat minim.
"Warga belum ada kesadarannya. Banyak yang membuang sampah sembarangan, bahkan sampai ke belakang rumah," lanjut Edy, mengungkapkan frustrasinya.
Namun, meski kesulitan terus berdatangan, ada sedikit harapan yang mengalir dari pemerintah. Rencana untuk mengubah area yang kumuh ini menjadi pusat aktivitas warga, seperti puskesmas atau SMP Negeri, sempat diusulkan dan mendapatkan tanggapan positif.
"Saya sangat setuju kalau dibuatkan SMP Negeri di Tambakrejo, karena belum ada SMP Negeri di sini. Anak-anak semakin banyak, dan pemukimannya berkembang. Pendidikan harus dipikirkan mumpung ada tanah yang bisa dimanfaatkan," katanya.
Janji dari pihak pemerintah sempat membuat warga berharap, terutama ketika isu tentang pembangunan sekolah dan puskesmas bergulir pada 2022.
Namun, harapan itu kini tenggelam dalam ketidakpastian, seiring berjalannya waktu tanpa tindak lanjut yang jelas.
“Dulunya, itu tanah lapangan, tapi terkena rob dan akhirnya menjadi tambak. Tapi karena tidak menguntungkan, tambak itu berhenti. Sampai sekarang, hanya jadi tempat sampah," kenang Edy.
"Saya berharap ada perhatian dari pemerintah untuk mengubah tempat ini menjadi lebih berguna bagi warga.”
Untuk sementara, solusi jangka pendek yang diusulkan adalah dengan memasang waring (jaring) di sekitar tempat sampah agar sampah tidak menyebar lebih jauh.
Namun, Edy tahu, ini bukan solusi permanen. Tanpa kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan tanpa dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah, masalah ini akan terus menghantui. (Rad)
Dua Destinasi Baru di Kota Lama Semarang, Ada Resto Hingga Cafe |
![]() |
---|
Kisah Mukhlisno Gantungkan Harapan pada Alat Penanam Padi Baru di Tengah Krisis |
![]() |
---|
Kisah Syahrul Nelayan di Semarang Tinggalkan Solar, Gunakan Gas Melon Lebih Hemat 3 Kali Lipat |
![]() |
---|
Ini Masalah yang Paling Banyak Dilaporkan Masyarakat Semarang |
![]() |
---|
Lebih dari 8.000 Anak di Semarang Alami Caries Gigi, Ini Penjelasan Dinkes |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.