Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

PPDS Undip

Fakta Baru Kasus Pemerasan PPDS Undip Ternyata Biaya Ujian Rp15,5 Juta, Mahasiswa Dipungut Rp80 Juta

Pungutan liar biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta dari pada mahasiswa PPDS yang dilakukan dua terdakwa Taufik Eko dan Sri Maryani.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
Tribunjateng/Iwan Arifianto.
KASUS PPDS - Suasana persidangan dalam sidang kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (9/7/2025). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Bendahara Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI) Ratih Kumala Fajar Apsari dalam lanjutan sidang kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (9/7/2025).

Saksi ini dihadirkan jaksa untuk mengurai pungutan liar biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta dari pada mahasiswa PPDS yang dilakukan dua terdakwa masing-masing Taufik Eko Nugroho, eks kepala Prodi PPDS Undip, Sri Maryani staf administrasi di Prodi PPDS Anestesi Undip.

Pungutan BOP dilakukan oleh para terdakwa kepada para mahasiswa PPDS Anestesi Undip sebesar Rp80 juta per orang.

Baca juga: Dekan FK Undip Blak-blakan! Tak Tahu Ada Pungutan Rp80 Juta per Semester untuk Mahasiswa PPDS

Uang tersebut dikumpulkan dengan dalih untuk membayar  keperluan proposal tesis, konferensi nasional, ujian CBT (ujian komputer), jurnal reading dan publikasi ilmiah serta kegiatan lainnya.

Uang pungli BOP tersebut mampu terkumpul sebesar Rp 2,49 miliar berasal dari para residen lintas angkatan sejak tahun 2018-2023.

Dalam kesaksiannya,  Ratih mengungkap, lembaganya berfungsi untuk menstandarkan kompetensi atau keahlian para mahasiswa PPDS Anestesi.

Standar tersebut dilakukan dengan melalui tiga tingkatan ujian meliputi ujian tingkat pertama computer based test (CBT).

Ujian tahap kedua berupa ujian objective structured clinical examination (OSCE) dan ujian Komprehensif atau ujian Kompre.

"Biaya maksimal dari ketiga ujian ini Rp8,5 juta," paparnya dalam persidangan.

Ratih merinci, ujian CBT diikuti oleh  mahasiswa PPDS Anestesi semester 3 dan 4 dengan biaya Rp500 ribu.

Selanjutnya ujian OSCE bertarif Rp8,5 juta.

Sementara ujian kompre biaya Rp6,5 juta.

Artinya, biaya keseluruhan dari tiga ujian tersebut hanya Rp15,5 juta.

Kenyataannya mahasiswa diminta untuk membayar lima kali lipat dari nilai tersebut mencapai Rp 80 juta per orang. 

"Pembayaran boleh mandiri atau kolektif ditransfer ke rekening resmi KATI," katanya.

Menurutnya, pelaksanaan ujian CBT dilakukan di masing-masing kampus.

Ujian OSCE dan Kompre dilakukan di sebuah daerah yang ditunjuk lembaganya. 

"Mayoritas ujian dilaksanakan di pulau Jawa," paparnya.

Berkaitan dengan honor pengawas atau penguji serta biaya akomodasinya Ratih sepenuhnya ditanggung oleh KATI.

Untuk membayar kebutuhan itu, sumber dana diperoleh dari biaya ujian peserta.

Ratih menambahkan,  pembayaran dari PPDS Anestesi Undip disetorkan secara kolektif dari rekening terdakwa Sri Maryani.

Baca juga: Begini Cara Taufik Kumpulkan Uang Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Rp40 Juta per Orang Berdalih BOP

"Iya setahu saya sejak menjadi bendahara KATI, Prodi PPDS Anestesia Undip selalu membayar ujian para mahasiswanya secara kolektif dari rekening Bu Maryani ke kolegium," jelasnya.

Satu terdakwa lainnya Zara Yupita Azra yang merupakan senior korban tidak terlalu berperan dalam keterangan saksi kali ini lantaran dirinya didakwa dalam pidana berbeda yakni terkait dugaan perundungan atau ancaman dengan kekerasan sesuai pasal 335 ayat 1 KUHP. (Iwn)

 

 

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved